Darurat Mental Health: Upaya Mitigasi dalam Perspektif Psikologi Islam

Publish

13 December 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
236
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Darurat Mental Health: Upaya Mitigasi Dalam Perspektif Psikologi Islam

Oleh: Revvina Agustianti Subroto, Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Brebes

Mental Health (Kesehatan Mental) adalah topik yang semakin mendapatkan perhatian dalam beberapa dekade terakhir. Isu mental health telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan, hingga banyak pihak menyebutnya sebagai "darurat mental health." Tekanan sosial, perubahan gaya hidup, serta ketidakpastian ekonomi adalah beberapa penyebab yang memengaruhi kondisi mental masyarakat saat ini.

World Health Organization (WHO) telah mendefiniskan mental health sebagai keadaan di mana seseorang dapat menyadari potensi dirinya, mengatasi tekanan atau stres kehidupan sehari-hari, bekerja secara produktif dan bermanfaat, serta berkontribusi kepada komunitasnya.

Data tingkat depresi antarnegara pada tahun 2023 yang dimuat laman World Population Review menyebutkan bahwa di Indonesia telah ditemukan 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7 persen, dan diprediksi jumlah ini akan terus bertambah hingga di akhir 2024,  hal ini berbanding lurus dengan peningkatan jumlah bunuh diri sebagai akibat gangguan mental yang telah dirilis oleh Komnas Perempuan yaitu sebanyak 1.226 pada tahun 2023.

Disisi lain, data dari berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan kasus depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya, baik di kalangan remaja maupun dewasa disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi gangguan mental antara lain:

Faktor Psikologis (trauma masa kecil yang disebabkan oleh kekerasan fisik, pelecehan seksual, atau kehilangan orang terkasih, Stress karena tekanan pekerjaan, sekolah, atau masalah keluarga, dan masalah tipe kepribadian, seperti perfeksionisme, yang membuat seseorang lebih rentan terhadap gangguan mental).

Faktor Lingkungan (kondisi sosial: isolasi sosial, kesulitan ekonomi, atau diskriminasi, penggunaan media sosial yang berlebihan, dan perubahan hidup besar, Misalnya, kehilangan pekerjaan, perceraian, atau pindah tempat tinggal juga membuat seseorang lebih rentan terhadap gangguan mental).

Faktor Kultural (Sebagian masyarakat masih memiliki stigma remeh terhadap gangguan mental, sehingga individu enggan mencari bantuan, disamping itu beberapa budaya juga  memiliki ekspektasi tertentu yang sering kali membebani individu secara emosional).

Dalam Islam, mental health dipandang sebagai keseimbangan antara aspek ruhani (spiritual), dan akal (intelektual). Gangguan pada salah satu aspek ini dapat memengaruhi keseimbangan emosional dan kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Ketidakseimbangan ini sering kali disebabkan oleh: krisis spiritual (jauh dari nilai-nilai agama dan kehilangan tujuan hidup (ghaflah)), tekanan sosial-ekonomi (ketidakstabilan finansial, kurangnya dukungan sosial, dan ekspektasi yang berlebihan), dan paparan budaya modern (seperti media sosial, yang sering kali memicu rasa tidak cukup baik (inferiority complex) dan kecemasan).

Islam juga memandang mental health sebagai bagian integral dari kehidupan manusia yang seimbang, mencakup hubungan dengan Allah (habluminallah), sesama manusia (habluminannas), dan  terhadap diri sendiri. Islam menawarkan berbagai solusi untuk menjaga kesehatan mental, diantaranya:

Penguatan Spiritualitas: Psikologi Islam menekankan pentingnya penguatan hubungan dengan Allah sebagai sumber kekuatan. Ibadah yang dengannya dapat mengingat kepada sang Khaliq, seperti shalat, doa, dan zikir memiliki efek menenangkan yang telah dibuktikan oleh berbagai studi ilmiah, aktivitas ini dapat menurunkan hormon stres seperti kortisol dan meningkatkan hormon kebahagiaan seperti endorfin. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28: “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Prinsip Tawakkal dan Sabar: Tawakkal (berserah diri kepada Allah) dan sabar menjadi konsep penting dalam menghadapi tantangan hidup. Perspektif ini mengajarkan individu untuk menerima takdir Allah dengan ikhlas tanpa kehilangan semangat untuk berusaha, hal ini pulalah yang menjadikan seorang insan senantiasa berprasangka baik terhadap sang Khaliq yang pada akhirnya dapat memperkuat aqidah dan ke-tauhidan-nya karena memahami makna kehidupan yang sesungguhnya (Meaning of Life), sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al Baqarah ayat 216: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

Pentingnya Komunitas: Islam juga sangat menekankan pentingnya ukhuwah (persaudaraan). 

Dukungan sosial dari keluarga dan komunitas berperan besar dalam membantu individu mengatasi tekanan mental. Dalam salah satu hadistnya, Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan kaum mukminin dalam kasih sayang, kelembutan, dan saling peduli adalah seperti satu tubuh...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pendekatan Terapi Islami: Teknik seperti ruqyah syar’iyyah (pengobatan dengan doa-doa syar’i), mindfulness Islami melalui khusyuk dalam shalat, dan meditasi berbasis zikir dapat menjadi alat terapeutik. Pendekatan ini tentu dapat melengkapi terapi medis atau psikologis modern.

Darurat kesehatan mental bukan hanya isu medis, tetapi juga spiritual dan sosial. Psikologi Islam menawarkan solusi yang holistik dan aplikatif untuk membantu individu mencapai kesejahteraan mental.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam pendekatan psikologi modern, kita dapat membangun masyarakat yang lebih sehat secara mental dan spiritual. Kesehatan mental adalah amanah yang harus dijaga. Mengingat Allah, memperkuat ukhuwah, dan mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah langkah nyata untuk mangatasi krisis ini. Sebagai bangsa yang mayoritas beragama islam di bumi pertiwi ini,  mengadopsi pendekatan psikologi islam bagi seorang muslim, adalah upaya terbaik dalam memitigasi darurat mental health agar lebih mudah teratasi. Dengan mental yang sehat maka bangsa inipun akan menjadi sehat, sehingga asa visi Indonesia Emas di tahun 2045 akan lebih mudah tercapai.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pengalaman Negara yang Berhasil Mengatasi Korupsi Oleh Immawan Wahyudi, Dosen NIDK Fakultas Hukum U....

Suara Muhammadiyah

6 November 2024

Wawasan

Oleh: Nurhira Abdul Kadir, Anggota Rombongan Tim Ekplorasi Potensi Kerjasama, Dosen UIN Alauddin Mak....

Suara Muhammadiyah

12 September 2024

Wawasan

Hiruk Pikuk Kenaikan UKT Semakin Memperkuat Eksistensi PTM   Oleh Amidi, Dosen FEB Universitas....

Suara Muhammadiyah

3 June 2024

Wawasan

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Surah An-Nisa ayat 48 dan 116 menjela....

Suara Muhammadiyah

14 June 2024

Wawasan

Manajemen Perubahan Bagi Mudir Untuk Pesantren Muhammadiyah Berkemajuan Oleh: Ahmad Alkhawarizmi, S....

Suara Muhammadiyah

16 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah