BANTUL, Suara Muhammadiyah – Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media / Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari mengatakan, era disrupsi meniscayakan tantangan kehidupan semakin berat. Menurut Deni, era tersebut mengubah paradigma kehidupan manusia, khususnya dalam konteks bisnis secara komprehensif.
“Disrupsi itu sebuah fenomena baik dalam aspek ekonomi, budaya, sosial, agama, yang sifatnya mendestruksi (merusak). Yang dirusak struktur ekonomi yang sifatnya mainstream atau status quo (yang sedang berjalan sekarang),” tuturnya saat Rapat Koordinasi Lazismu Klaten, Jawa Tengah di Kemadjoean Resto Pantai Laguna, Depok, Parangtritis, Kretek, Bantul, Ahad (2/2).
Dampak dari munculnya era disrupsi, tidak dapat dinafikan saat ini banyak perusahaan yang bertumbangan. Hal itu disebabkan dahsyatnya era disrupsi yang merusak struktur ekonomi. “Sekarang eranya ketercerabutan. Era yang sekarang sudah dirusak oleh era disrupsi,” bebernya.
Bagi Deni, untuk menghadapi era disrupsi, diperlukan dekonstruksi (tata ulang). Dalam hal memperkuat sumber daya manusia (SDM) yang kuat. Dan lebih penting lagi, mesti mempunyai keberanian (courage).
“Era disrupsi itu kuncinya keberanian. Saya pikir bisnis hampir semua orang punya teori. Punya gerakan untuk membuka usaha semua orang. Tetapi PR kita hari ini, siapa yang punya keberanian dalam menjadi eksekutor, ini yang menjadi tantangan kita,” katanya.
Keberanian ini menjadi hal utama. Termasuk dalam sebuah tim, mesti menghadirkan keberanian sebagai bentuk menjalankan sociopreneur. Yaitu menjalankan sebuah bisnis dengan tujuan membantu kehidupan sosial masyarakat.
“Kalau kita tidak berupaya dengan kebernaian tim yang hadir, itu tidak mungkin (berjalan). Persoalan nanti impactnya rugi atau belum ada untung, itu hanya dinamika dari sebuah usaha. Jangan pernah takut untuk rugi, jangan pernah takut untuk tidak untung,” tegasnya.
Deni menyebut, sociopreneur menjadi kans yang paling besar untuk diejawantahkan. Untuk itu, perlu mencandra sebuah program strategis agar sociopreneur dapat berjalan dengan baik.
“Ini peluang bagi kita untuk mengcreate (menciptakan) sebuah gagasan sekaligus ada eksekutor untuk mengambil dan mengimplementasikan gagasan tersebut. Itu yang dibutuhkan di era disrupsi,” jelasnya.
Selain itu, perlu melakukan kolaborasi (sharing economy). Deni menegaskan, era disrupsi tidak ada yang berani bermain dengan sifat monopoli. Karena sifat ini, hanya akan melahirkan kegagalan. Sebaliknya, lewat kolaborasi, secara pelan tapi pasti, akan mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan.
“Di era disrupsi ini yang kita lakukan sharing economy. Bagaimana mencari mitra untuk mendorong gagasan dan ide tadi. Dalam sociopreneur, peluang kita untuk berkolaborasi sangat banyak sekali baik melalui unit usaha bisnis, unit pelayanan non-bisnis kita buat program yang sifatnya kolaboratif. Tinggal kita berani atau tidak untuk mengimplementasikannya,” tandasnya. (Cris)