YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah Jetis menyelenggarakan Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1445 H pada Rabu (10/4) di Lapangan Kopertis Bumijo Yogyakarta. Seluruh warga masyakarat di sekitar berduyun-duyun memadati lapangan dengan perasaan penuh kebahagiaan. Adapun yang bertindak sebagai imam dan khatib dari Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY Dr Eko Harianto, SsosI, MSi.
Dalam khutbahnya, Eko menyampaikan orientasi dari implementasi puasa Ramadhan bukan berhenti pada ritual semata. Tetapi di dalamnya digembleng sebagai manifestasi dari syahrur tarbiyah (bulan mendidik) umat Islam agar memiliki perangai kejujuran. Bagi Eko, kejujuran akan tetap bersinar walau di tengah kehidupan bertopeng yang sarat dengan kebohongan dan manipulatif.
“Secara universal, kejujuran diakui sebagai jantung moralitas kemanusiaan. Siapa saja, bangsa manapun, dan apapun keyakinannya pasti menghargai kejujuran dan memandang kebohongan sesuatu yang buruk dan tercela,” ujarnya.
Menurutnya, jujur tidak melakukan kebohongan, mengikuti kaidah atau aturan yang berlaku dan memiliki kelurusan hati. Jujur adalah bersatunya suara hati, ucapan, dan perbuatan, dan pastilah tidak ada yang rela dikatakan bohong atau disamakan dengan perilaku hewan yang tidak memiliki akal dan pikiran.
“Jujur mencerminkan sikap hati yang menggambarkan ketaatan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang yang jujur pasti tetap patuh kepada Allah dan menjalankan tuntutan Rasulullah Saw,” katanya.
Eko menambahkan bahwa Jujur merupakan salah satu sifat utama Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW sudah dikenal sebagai pribadi yang jujur dan amanah bahkan sejak beliau belum diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul. Orang yang jujur akan dicintai oleh Allah SWT dan orang lain yang mengenalnya.
“Manusia yang paling jujur di dunia ini adalah Nabi Muhammad Saw. Selain memiliki sifat Ash-shiddiq, juga diberi gelar Al-Amin, hal tersebut karena beliau dikenal dengan konsistennya menjalankan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Purworejo ini juga mengungkapkan lewat pandangan ilmu psikologi positif, kejujuran menjadi sikap pribadi yang sejati. Kejujuran bukan hanya sebatas mengatakan yang benar saja, akan tetapi manusia yang jujur akan menjalani kehidupannya dengan apa adanya.
“Sikap yang ditunjukkan adalah sikap yang sebenarnya tanpa berpura-pura dan memakai topeng. Sehingga manusia yang jujur adalah sikap yang membumi, artinya menyatu dengan segala persoalan dan tampil terbuka menjalani kehidupannya,” tegasnya.
Budaya kejujuran tidak hanya membutuhkan pengetahuan, tetapi sambung Eko perlu keteladanan, keberanian dan integritas yang konsisten.
“Kejujuran tidak cukup sekadar slogan, tapi harus tertanam menjadi karakter dan kultur masyarakat. Kejujuran tidak selalu berbanding lurus dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan, tetapi menyangkut kualitas pribadi dan karakter,” tandasnya. (Cris)