Diskursus dan Pembelajaran Bahasa untuk Membangun Peradaban Manusia

Publish

2 January 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
211
Istimewa

Istimewa

Diskursus dan Pembelajaran Bahasa untuk Membangun Peradaban Manusia

Pidato Pengukuhan Guru Besar TEFL dan Language Skills pada Universitas Muria Kudus 16 Desember 2024

Oleh: Achmad Hilal Madjdi

Di awal pidato ini saya sampaikan bahwa hampir semua peristiwa baik yang saya alami berawal dari ucapan ibunda saya. Ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa apa yang dituturkan manusia, khususnya oleh orang tua, memiliki kekuatan doa yang maha dahsyat yang insya Allah dikabulkan oleh Allah SWT. Ini karena hukum sebab akibatnya sudah sangat jelas: Ridlo Allahu fi Ridlol Walidain.

Secara umum, dalam proses produksi tuturan, rangkaian kata dan kalimat bermula dari pikiran, baik positif maupun negatif. Selanjutnya akan saya uraikan, setidaknya ada 5 (lima) tahapan yang dilakukan manusia untuk menghasilkan sebuah tuturan, yang mana hampir semua tahapan itu berproses dalam alam bawah sadar (sub Conscious).

Yang pertama adalah Early thoughts. Tahap ini dikenal juga sebagai Konseptualisasi, dimana seseorang membuat konsep di alam bawah sadarnya (sub-conscious thought/ mind) untuk disampaikan (secara lesan/tulis). Ini adalah proses awal dimana seseorang mengidentifikasi pesan preverbal yang akan diungkapkan dan menghubungkannya dengan kata-kata lisan yang sesuai. Dalam alam bawah sadar (sub conscious thought/ mind), proses tuturan atau komunikasi dimulai dengan ide atau pemikiran individu, baik dalam konteks long-term respons maupun emergency respons. Para ahli self- healing theraphy (teknik penyembuhan mandiri) saat ini juga mulai melakukan transformasi dengan memanfaatkan kekuatan sub-conscious thought/mind. Ini dapat berupa perasaan, pendapat, informasi atau apapun yang menjadi input, yang semuanya bisa positif dan negatif, atau positif yang kemudian bisa berubah menjadi negatif dan sebaliknya, negatif berubah menjadi positif. Dalam ajaran Islam, dua kutub ini kita kenal dengan khusnudhon dan su’udhon. Manusia bisa berkhusnudhon atau bersu’udhon tidak hanya kepada orang lain, tapi juga kepada dirinya sendiri. Dari sinilah perbuatan atau perkataan berawal.

Yang kedua, organizing idea. Langkah kedua inipun berlangsung dalam alam bawah sadar. Setelah ide tercipta, alam bawah sadar bergerak cepat untuk mengorganisasi pikiran menjadi bentuk yang bisa dikomunikasikan yang lebih berterima dan terstruktur. Gerak cepat ini termasuk memilih kata-kata dan kalimat yang tepat untuk mengkomunikasikan maksud dan tujuan dengan jelas. Dalam gerak cepat ini sesungguhnya banyak referensi yang terlibat, antara lain linguistik, yang diperlukan untuk mengekspresikan pesan dilakukan pada tahap formulasi; fonetik, morfofonology, dan gramar. Gramatical theory diperlukan untuk pemilihan kata yang tepat; morfofonology menguraikan kata menjadi suku kata untuk membuat tuturan terbuka; dan pada tahap akhir dari formulasi, mengaktifkan gerakan artikulatoris yang berasal dari suku kata yang dipilih.

Yang menarik adalah, ketika pemikiran awal dipengaruhi oleh emosi/amarah (negatif/su’udhon), pada umumnya akan lahir pilihan-pilihan kata yang kasar dan tidak etis, bahkan dipastikan akan menyinggung dan menyakiti perasaan lawan bicara serta bisa memantik respons emosional jika saling tidak bisa menahan diri. Pilihan kata dan nada suara juga terkadang merepresentasikan ekspresi pikiran positif dan negatif. Oleh karena itu ekspresi emosi ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas tuturan dan memberi audiens pemahaman yang lebih baik tentang apa yang ingin disampaikan.

Dalam konteks ini, pilihan kata yang kasar atau tidak etis sering dikaitkan dengan pengalaman hidup dan lingkup pergaulan serta kebiasaan berkata-kata tidak baik. Jika sudah demikian, level pendidikan dan pekerjaan biasanya akan kehilangan peran kontrolnya. Sebaliknya, jika suasana kebatinan manusia baik, lembah manah, berhati ihlas dan sabar, akan berkembanglah pikiran dan suasana kebatinan yang positif (khusnudhon), yang oleh karenanya akan lahir kata-kata atau rangkaian tuturan yang baik, memotivasi, menggembirakan dan mendoakan. 

Itulah sebabnya dalam agama Islam ada pesan: Man kana yukminuuna billaahi wal yaumil akhir, falyakul khoiron au liyasmuth (Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berkatalah yang baik atau diam).  Hadits Rasulullah SWA ini tentu bisa saja dimaknai negatif sebagai pembungkaman demokrasi, rasa kritis atau akal sehat, dan lain-lain sesuai dengan pemikiran awal bawah sadar ketika kita mendengar pesan ini. Namun jika kita memiliki positive thinking, pesan ini jelas memberikan diskripsi korelasi antara kualitas keimanan kita dengan teks yang kita produksi. Sebab pesan ini bukan tentang boleh bicara atau dilarang bicara, tapi tentang berbicara atau berkomunikasi dengan baik. Pikiran kritis, akal sehat dan demokrasi tidak harus dituturkan dengan pilihan- pilihan kata yang kasar atau tidak etis.

Tahap ketiga adalah Sentence Construction. Pada tahap ini, gagasan disusun menjadi kalimat. Untuk membuat kalimat agar mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca, manusia harus mengikuti kaidah kebahasaan dari bahasa yang dituturkan. Artinya, kaidah kebahasaan dalam penyusunan kalimat sangat penting, meliputi kejelasan struktur kalimat, ketepatan penggunaan tata bahasa, kesesuaian pilihan kata, ketepatan penggunaan tanda baca, dan kesatuan serta koheransi.

Dari sinilah kita kemudian mengenal diction, language attitude, korelasi antara texts dan context dan lain- lain yang kemudian lahir pula berbagai ilmu kebahasaan, mulai dari Linguistics, Grammar- baik Traditional maupun Functional, Semantics, Discourse, Critical Discourse dan sebagianya yang semuanya dibarengi lahirnya Approaches dan Teaching Methods baik yang traditional maupun post modern. 

Dalam kajian Functional Grammar, berbahasa oleh Halliday dikaji dengan konsep metafungsi yang merupakan dasar dari kajian gramatika fungsional, yaitu bahwa bahasa dilihat tidak hanya sebagai cara untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai cara untuk menciptakan makna dan membangun hubungan sosial dalam konteks tertentu. Dikaitkan dengan konteks, ada 3 (tiga) metafungsi bahasa yang dikemukakan oleh Halliday, yaitu metafungsi eksperiensial, interpersonal dan tekstual. 

Metafungsi Eksperiensial menggambarkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan pengalaman hidup, lingkungan dan keadaan. Fungsi ini membantu kita untuk memahami bagaimana orang menggunakan bahasa untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka. Metafungsi yang kedua disebut sebagai Interpersonal karena  mengungkap hubungan sosial yang terjadi antara pembicara dan pendengar, sehingga yang tidak ahli bahasapun bisa memahami bagaimana pembicara dapat mempengaruhi pendengar dan sebaliknya, serta bagaimana pembicara mengungkapkan sikap dan modalitas dalam interaksi sosial. Sedangkan Metafungsi Tekstual memungkinkan komunikasi yang efektif dengan menyusun pesan secara sistematis dan koheren. Metafungsi ini membimbing penutur bahasa untuk menampilkan informasi ke dalam teks dan menyusun struktur teks yang memudahkan pemahaman. 

Hadirin dan hadirat yang mulia, dengan demikian jelaslah bahwa Interaksi manusia merupakan proses dinamis dimana pilihan bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam komunikasi mencerminkan tujuan berkomunikasi. Proses dinamis itu meliputi pemilihan kata, struktur kalimat, dan cara penyampaian pesan, yang masing-masing berkontribusi pada makna yang dihasilkan dalam situasi dan kondisi tertentu. Teori ini secara sederhana diungkapkan oleh Halliday bahwa bahasa diwujudkan melalui teks, dan budaya diwujudkan melalui situasi. Ini berarti bahwa ada keterkaitan erat antara bahasa, konteks, dan makna.

Tahap yang keempat adalah Revision. Sebenarnya ini merupakan tahapan yang sangat singkat yang memungkinkan manusia merevisi apa yang akan diujarkan. Manusia yang cerdas dalam berbahasa akan bisa memanfaatkan critical time ini untuk merevisi kata, pilihan kata maupun rangkaian kalimat yang diproduksi. Berkaitan dengan tahap ke empat ini, banyak tokoh dunia memberi nasehat kepada kita. Berbicaralah jika itu hanya memperbaiki keheningan (Mahatma Gandhi). Berpikirlah sebelum kamu berbicara, dan jangan kamu katakan semua yang kamu pikirkan (Alexander Lebed). Semua yang kamu katakan harus benar, tetapi tidak semua yang benar harus kamu katakan (Voltaire).

“Hai orang- orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu”.

(QS. Al-Ahzab : 70).

Tahap kelima adalah delivering. Pada tahap ini manusia mengkomunikasikan hasil produksi tuturan kepada pendengar (jika itu bahasa lisan) dan pembaca (jika berupa tulisan). Tahap terakhir ini merupakan tahap yang sangat penting karena orang yang mendengar atau membaca akan mulai mengambil kesimpulan dan akan muncul asumsi dan interpretasi dari pendengar atau pembaca yang kemudian akan diikuti dengan respons baik berupa afirmasi, sanggahan maupun sekedar sikap. Dalam proses membangun asumsi dan interpretasi, pendengar atau pembaca akan menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan konteks dalam memahami pesan yang disampaikan.

Proses produksi afirmasi, sanggahan dan sikap akan mengikuti alur atau tahapan pertama sampai ke lima seperti yang saya uraikan di atas.

Lesson learn yang sebenarnya ingin saya sampaikan untuk diri saya, keluarga saya dan kita semua- yang bermula dari pengalaman saya adalah, bahwa semua hal positif yang terjadi dalam diri dan kehidupan saya yang bermula dari tuturan ibunda saya, menunjukkan bahwa sesungguhnya apa yang kita tuturkan akan memiliki dampak positif maupun negatif yang luar biasa dahsyat bagi diri kita, keluarga, kerabat dan sahabat. Dalam kajian Discourse maupun Critical Discourse, berbahasa atau berkomunikasi bukanlah hanya berkata-kata. Critical Discourse Analysis melihat bahasa sebagai suatu praktik sosial yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada struktur sosial. Teori ini menggambarkan adanya hubungan dialektikal antara kondisi sosial yang mempengaruhi wacana dan tatanan sosial, dan sebaliknya. 

Maka semakin jelaslah, bahwa Bahasa tidak hanya digunakan untuk menuturkan dan mendengarkan informasi (fungsi transaksional), tetapi juga untuk menumbuhkan serta membangun interaksi sosial dan berbagi sikap (fungsi interaksional). Ini menunjukkan bahwa dalam setiap aktivitas berbahasa ada banyak makna yang terkomunikasikan dan bisa diinterpretasikan. Satu kata ”bereskan” yang diucapkan oleh seorang komandan militer dalam suatu medan pertempuran, misalnya, bisa bermakna strategis dan memiliki dampak positif bagi keamanan dan keselamatan pasukan jika prajurit menginterpretasikan perintah itu dan menindaklanjutinya dengan benar, atau sebaliknya.

Mari kita kenang sejenak kisah Thomas Alfa Edison, sang penemu bola listrik pijar yang sangat fenomenal. Thomas kecil pulang dari sekolahnya dengan keceriaan seorang anak yang tak terlukiskan kebahagiaannya. Di tangannya tergenggam sepucuk surat dari sekolah untuk ibunya. Segera setalah membaca surat itu, dengan senyum lebar penuh optimisme, sang Ibu berkata sambil mengelus lembut kepala anaknya, “Thomas, mulai besok kau tidak perlu lagi bersekolah disana, biar ibu saja yang mengajarmu”. 

Tentu saja Thomas kebingungan dan bertanya “mengapa seperti itu ibu?”. Masih dengan tersenyum gembira ibunya menjawab, “Kamu terlalu pintar nak, guru-gurumu tidak sanggup mengajarmu”. Singkat cerita, bertahun kemudian ketika ibunya wafat dan Thomas kemudian menemukan surat gurunya, ia mendapati surat yang sudah kelihatan usang itu bertuliskan, “Thomas terlalu bodoh sehingga guru-guru tidak sanggup untuk mengajarnya”. 

Kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila ibu Thomas membacakan isi surat gurunya apa adanya.  Ibu Thomas mengatakan dengan penuh kasih sayang dan percaya diri bahwa anaknya terlalu pintar, dan Thomas tumbuh dengan perkataan ibunya, yakni dia adalah anak yang pintar. Kita lihat betapa besar pengaruh pikiran yang positif terhadap pikiran dan kehidupan seseorang. Maka dari itu, mari kita jauhkan diri kita dari pikiran negatif dan perbanyaklah pikiran positif.

Ada meaning yang intended to say. Ada message yang prepared to deliver. Bahkan dalam Critical Discourse Analisis, dengan menggunakan Fairclough‘s procedures, dengan merujuk pada prosedur yang dikembangkan oleh  Lagonikos, seorang penutur atau penulis tidak bisa menyembunyikan jati diri dan ideologi yang dianutnya meskipun ia merangkai kata dan kalimat sedemikian rupa. Ini karena Critical Discourse Analisis selalu melacak keterkaitan penggunaan bahasa dengan berbagai konteks, terutama konteks sejarah, sosial, dan ideologis. Artinya, setiap teks tidak bisa dipisahkan dari latar belakang di mana transaksi dan interaksi itu terjadi serta pengaruh- pengaruh yang melingkupinya, termasuk kekuasaan, hasrat, kekecewaan, keputusasaan dan ideologi yang berkembang dinamis dalam masyarakat. 

Oleh karena itu, tugas guru dalam pembelajaran bahasa tidaklah sekedar mengajar atau melatih siswa atau mahasiswa untuk sekedar bertukar kata atau menulis kalimat atau paragraf. Pembelajaran bahasa tentu harus berbasis pada suatu analisis yang mendalam tentang bagaimana bahasa dibentuk, membentuk dan dipengaruhi serta mempengaruhi kenyataan sosial, serta bagaimana bahasa dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun, mempertahankan atau bahkan meruntuhkan peradaban manusia yang meliputi  pranata sosial, moral/value, kekuasaan dan bahkan ideologi. Pembelajaran bahasa yang benar, yang melandaskan tujuan pembelajaran, penyusunan kurikulum, sylabus, pengembangan materi pembelajaran serta strategi dan metodologi pembelajarannya pada kajian Critical Discourse Analysis akan  menumbuhkan kompetensi siswa/mahasiswa untuk memahami dinamika peradaban manusia yang tersembunyi dibalik penggunaan bahasa sehari-hari, sehingga mereka bisa bertutur kata dan menulis dengan kaidah kebahasaan yang berterima dengan diksi yang tidak sekedar menyampaikan apa yang ingin disampaikan. 

Yang paling penting untuk dipahami dari semua itu adalah, bahwa pada semua rangkaian kata dan kalimat itu kemudian ada transaksi dan interaksi yang bisa berisi muatan baik dan tidak baik, doa  atau malapetaka yang menyertai. Lebih dari semua itu, apa yang kita tuturkan atau yang kita tulis, menurut kajian Critical Discourse Analysis, sesungguhnya merepresentasikan jati diri, kepribadian, lingkungan sosial dan interaksi-interaksi kita dengan berbagai sumber serta permasalahan hidup. Karena sekali lagi semua teks baik lisan maupun tertulis bukan hanya rangkaian kata dan kalimat, tapi produk dari sub-conscious thought/ mind yang memiliki daya konstruktif atau destruktif yang dahsyat.

Semoga kita bisa menjadi insan-insan yang ketika berbicara atau menulis bisa menghantarkan kebaikan untuk diri, keluarga dan sesama.

Mohon maaf jika ada yang kurang patut dan kurang berkenan.

Faidzaa faroghtafanshob, Nashrun minallahi wa fathun qoriib


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pendekatan Kritis dalam Otentikasi Hadits Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universit....

Suara Muhammadiyah

18 November 2024

Wawasan

Calon Presiden Keren Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekretaris LPCR PP Muhammadiyah Mencermati di....

Suara Muhammadiyah

29 December 2023

Wawasan

 Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (1)  Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Sap....

Suara Muhammadiyah

7 September 2023

Wawasan

Bermuhammadiyah di Akar Rumput: Antara Peluang dan Tantangan Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM T....

Suara Muhammadiyah

25 July 2024

Wawasan

Oleh: Abdul Rohman, Mahasiswa Institut Agama Islam Al Ghuraba Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis ....

Suara Muhammadiyah

5 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah