YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Panitia Ramadhan di Kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) kembali menggelar ceramah Tarawih ke-12 di Masjid Islamic Center UAD hari Selasa (11/03). Pada kesempatan kali ini, panitia RDK UAD 1446 H. menghadirkan Dr. Djamaluddin Perawironegoro, S.Th.I., M.Pd.I., anggota Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah PP Muhammadiyah sekaligus Sekretaris Program Studi Magister PAI UAD sebagai penceramah kali ini.
Dalam ceramahnya, Djamaluddin mengangkat tema "Ramadhan sebagai Jalan Pertaubatan." Ia mengawali ceramah dengan mengajak para jamaah untuk bersyukur karena telah menjalani 11 hari Ramadhan dengan penuh khidmat dan berharap ibadah yang dilakukan tidak hanya terbatas pada kewajiban tetapi juga diperbanyak dengan amalan sunah agar mendapatkan rahmat, magfirah, serta pembebasan dari api neraka.
Djamaluddin kemudian menyoroti berbagai fenomena kecurangan yang marak terjadi belakangan ini, baik dalam sektor ekonomi maupun sosial. Ia mengangkat contoh kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak, pemalsuan kadar oktan Pertalite dan Pertamax, serta kecurangan dalam pengurangan takaran minyak goreng yang merugikan masyarakat luas.
Menurutnya, praktik-praktik kecurangan tersebut bukanlah hal baru dalam sejarah umat manusia. Ia mengaitkan fenomena tersebut dengan kisah kaum Madyan yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Kaum Madyan, yang pada masa itu melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan, akhirnya mendapatkan peringatan keras dari Nabi Syuaib. Dalam beberapa ayat, seperti dalam Surat Al-A’raf ayat 85-93, Surat Hud ayat 84-95, dan Surat Asy-Syu’ara ayat 176-191, Allah mengingatkan umat manusia untuk berlaku adil dan jujur dalam transaksi bisnis serta tidak merugikan hak orang lain.
Dosen Magister PAI UAD tersebut menekankan bahwa agar masyarakat bisa keluar dari krisis moral ini, mereka harus kembali pada nilai-nilai ketuhanan yang benar. “Jangan jadikan harta atau jabatan sebagai Tuhan, karena semuanya bersifat sementara. Jika kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, maka kita akan menimbulkan kerusakan di muka bumi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia akademik. Ia menyinggung fenomena di mana seorang mahasiswa menuntut nilai tinggi meskipun jawabannya tidak benar, serta dosen yang memberikan nilai tidak adil karena faktor subjektifitas. Menurutnya, hal ini bisa menyebabkan ketimpangan sosial dan bahkan mengarah pada matinya kepakaran, sebagaimana yang dikemukakan dalam buku The Death of Expertise karya Tom Nichols.
Di penghujung ceramahnya, Djamaluddin menekankan bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh ampunan dan kesempatan untuk bertaubat. Ia mengutip sebuah hadis Rasulullah yang menyebutkan bahwa siapa pun yang berpuasa dengan penuh keimanan dan hanya mengharap ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.
Ia juga mengingatkan bahwa taubat tidak hanya berdampak pada hubungan spiritual dengan Allah, tetapi juga memiliki manfaat psikologis dan sosial. Secara psikologis, taubat memberikan ketenangan dan rasa aman, sementara secara sosial, Ia dapat membentuk masyarakat yang lebih adil dan bermoral.
Sebagai penutup, Ia mengajak para jamaah untuk melakukan muhasabah atas perbuatan mereka selama ini dan memohon ampun kepada Allah. “Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah, dijauhkan dari perbuatan curang, dan diberikan petunjuk untuk selalu berada di jalan yang benar,” tutupnya. (Fina Dwi/n)