Duta Saraya
Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon
Duta Saraya, sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa, adalah seorang yang ditunjuk menjadi wakil/juru bicara dari seseorang untuk menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain. Dalam kaitan ini, lebih lazimnya seorang menjadi Duta Saraya berikatan dalam urusan lamaran pernikahan.
Suatu sore ketika Semar menunggu sang istri keluar dari toko tempatnya bekerja, tiba-tiba ada sebuah pesan WhatsApp dari seorang pemuda yang isinya begini:
Sang Pemuda:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pak. Ngapunten sakderengeipun. Niki wau kulo teng daleme jenengan, mboten kepanggih, daleme jenengan suwung (kosong). Niki kulo dipun utus kaleh Pak Siswanto, panjenengan mangke bade isya diaturi rawuh wonten daleme Pak Siswanto. Ingkang sakperlu rapat persiapan pernikahan putranipun. Nuwun.
Begitu selesai membaca pesan dari sang pemuda tersebut, Semar menjawab dengan voice note yang isinya:
Semar:
Walaikumusalam. Njih, matursuwun Mas, atur saking Bapak Siswanto lumantar panjenengan kulo tampi. Mugi-mugi saged nduweni menopo ingkang dados keperluan Bapak Siswanto. Mas, sebenarnya saya tidak harus diundang, ndak apa-apa Mas!
Sang pemuda lantas menjawab lewat voice note juga:
“Nik wau pun kulo aturke Pak Siswanto. Lha Mas Joko saparang, kalau Pak Mail diundang, Pak Rumini juga diundang, soale sepaket.”
Semar dalam hati tertawa dan senyum. Lha kok begini, sebenarnya saya tidak harus tampil, iki kok malah dilibatkan.
Setelah sampai di rumah sekitar pukul 18.18, Semar lantas salat Magrib dan mandi, lalu pamit kepada sang istri:
“Bu, saya mau ke masjid Ar-Arbi dulu salat Isya, sekalian tadi ada janjian sama Mas Oot.”
Sang istri menjawab: “Ya Pak.”
Semar sampai di masjid, salat sunah, dilanjutkan salat Isya berjamaah. Setelah selesai salat, Semar, Mas Oot, dan temannya ngobrol santai.
Setelah selesai obrolan, Semar pamit:
“Saya mohon pamit ya, karena ini ada agenda kemasyarakatan.”
Keduanya menjawab: “Njih, Pak.”
Pukul 19.30-an, Semar sampai rumah dan bersiap, sekalian menunggu Pak Mail untuk datang ke acaranya Bapak Siswanto. Setelah Pak Mail datang, mereka berdua berangkat berjalan kaki. Jarak dari rumah Semar kurang dari 100 meter.
Sesampainya di rumah Bapak Siswanto, mereka disambut dengan bersalaman oleh keluarga besar maupun para tamu yang sudah hadir.
Tepat pukul 20.30, Mbah Raji (mantan Ketua RW) memandu jalannya acara hari itu. Dia membacakan susunan acara, dimulai dari pembukaan, atur pambagya harjo (atur selamat datang) dari tuan rumah, inti, lain-lain, dan penutup.
Setelah Mbah RW membacakan susunan acara, dilanjut acara pembukaan selesai, maka dilanjutkan dengan pambagya harjo dari tuan rumah. Yang ditunjuk untuk pambagya harjo adalah Semar.
Dalam sambutan pambagya harjo, Semar sebagai wakil dari keluarga mengucapkan selamat datang kepada para tamu, mempersilakan untuk duduk dengan nyaman, lalu menyampaikan keperluan dari Pak Siswanto untuk meminta bantuan baik pikiran maupun tenaga agar hajatan berjalan lancar.
Setelah selesai memberikan sambutan pambagya harjo, Semar menyerahkan kembali acara kepada pemandu.
Pada acara inti pembahasan, terjadi diskusi menarik saat membuat rencana untuk acara walimatul ‘ursy.
Untuk paraga-paraga (panitia penyambutan atau petugas), persewaan piring, gelas, mangkok, lepek, terob, meja, kursi sudah beres. Namun, untuk tamu dari pihak besan belum ada titik temu. Dalam diskusi kecil itu, Semar bertanya:
Semar:
“Nyuwun pangapunten Pak Siswanto/Mas Joko. Niki rencana tamu yang diundang baik dari keluarga besar panjenengan, lingkungan, sebanyak 115 orang. Lha dari pihak keluarga besan, pinten Pak Sis?”
Pak Sis:
“Sekedap, Pak. Niki nembe ditangledke. Mboten nyambung-nyambung, ki, Pak.”
Mas Joko (sang anak):
“Sekedap, Ndan.”
(Sebuah ungkapan keseharian: jika Semar memanggil, maka Mas Joko memanggilnya “Komandan.”)
Setelah beberapa saat, belum ada informasi. Dalam suasana penasaran bercampur ragu, sang pemandu acara Mbah RW mengatakan:
“Kemarin dari sana, pada hari Kamis itu tidak mengadakan acara, Pak.”
Semar:
“Lha iku wis komunikasi dereng, Mbah, sak uwis tembungan wingi?”
Mbah RW:
“Dereng, Pak.”
Pak Sarwono:
“Niki ngeten mawon. Besok Mas Joko tindak mriki, matur, didampingi kaleh jenengan.”
Mbah RW:
“Ya betul. Dalangé kudu turun tangan, ngudari bola ruwet.”
Pak Mail:
“Masalahe wayangé nek kon mlaku dewe, jik bingung, Pak!”
Semar:
“Wah kok ngene ki, kudune Duta Saraya iki sing nembungke wingi, wah iki ngeneki aku keno prank ki.”
(Suasana pertemuan menjadi gayeng.)
Lantas Pak Siswanto matur:
“Pak, nyuwun tulung. Mbenjang jenengan dados Duta Saraya (wakil/utusan), minongko wakil kulo, Pak. Silaturahim wonten keluarga calon besan. Njih, Pak?”
Semar:
“Kulo saged mbenjang sonten, Pak.”
Pak Siswanto:
“Njih, Pak. Mboten nopo-nopo.”
Sesuai rencana, sehabis dari tempat kerja pukul 16.15-an, Semar tidak langsung pulang tetapi menuju calon besan Pak Siswanto, yaitu di Dukuh Burikan, Tugu, Cawas.
Semar tiba lebih dulu dan menunggu di depan gapura masuk Kampung Burikan. Selang beberapa menit, kurang lebih 20 menitan, tiba-tiba Pak Mail dan Pak Giyoto menemui Semar.
Kami bertiga (Semar, Pak Giyoto, Pak Mail) menunggu Mas Joko sang calon pengantin di depan gapura.
Semar:
“Tak kiro bareng, Mas?”
Pak Mail:
“Ora, Ki. Mas Joko mau isih, Mas.”
Pak Giyoto:
“Coba tak hubungi ae, Pak.”
Semar:
“Monggo, Pak. Soale tak WhatsApp dijawab ‘sekedap’ ngono, Pak.”
Pak Giyoto lantas menghubungi Mas Joko, tapi juga tidak nyambung.
Pak Mail:
“Ya ditunggu sik wae, Mas. Soale kan sing diterke Joko, Mas.”
Tak lama kemudian, ada suara sepeda motor Yamaha Vixion menghampiri. Begitu turun dari motor dan membuka helmnya, Mas Joko menyalami:
“Ngapunten, Pak. Niki wau dalane macet terus pada bensin teng POM antri, Pak.”
Semar:
“Yo wis, ayo gek mangkat, soale wis surup iki!”
Lantas Semar beserta rombongan menuju rumah calon besan Pak Siswanto. Tidak lama kemudian, dengan jarak kurang lebih 200 meter, kami sampai di rumah calon besan Pak Siswanto — bangunan rumah yang sederhana, jaraknya dari gapura kampung tempat kami janjian.
Sesampainya di rumah calon besan, kami disambut Pak Marno (tuan rumah), Pak Miyano (Pak RW), juru bicara dari pihak keluarga wanita, Pak Sriyanyo (Pak Ketua RT), serta Mbah Wiryo pamannya.
Kami disambut hangat, dengan penuh keakraban. Setelah dirasa cukup, Semar lantas nyuwun izin pada tuan rumah untuk menyampaikan maksud dan tujuan silaturrahimnya.
Semar:
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kepalang matur dumateng Bapak Sumarno saha ingkang sami rawuh wonten kalundangan meniko, nun, njih, Bapak Miyano, Bapak Ariyanto, Bapak Wiryo ingkang kulo hormati.
Ingkang sepindhah, kulo sak rombongan minongko talang atur saking keluarga Bapak Siswanto ngaturaken silaturahim dumateng Bapak Sumarno.
Ingkang angka kaleh, kulo sak rombongan dipun utus kaleh Pak Siswanto, njih, meniko badhe nglajengaken rembagan ingkang kaping kalih minggu kapungkur (lamaran). Awit saking meniko, Bapak Siswanto badhe nangletaken Bapak Sumarno, benjang sak bubar akad nikah, meniko Bapak Sumarno gelar hajatan menopo mboten.
Angka tiga, Bapak Siswanto bade gelar tasyakuran (pahargyan), sanajan naming cilik (kecil-kecilan), ngempalke keluarga saha tonggo tepalih. Saking meniko, mangkeh dipun suwun saking keluarga Bapak Sumarno, diaturi tindak wonten daleme Pak Siswanto dinten Kamis Pahing, 19 Juni 2025, wanci 13.00 WIB (bada dhuhur).”
Lantas Bapak Miyano sebagai juru bicara atau perwakilan dari keluarga putri memberikan jawaban atas apa yang telah disampaikan Duta Saraya dari keluarga Pak Siswanto.
Yang mana, dua hari lagi akan diberikan jawaban kepada keluarga Bapak Siswanto.
Begitu selesai, Semar dan rombongan mohon pamit, lalu menyampaikan hasil pembicaraan kepada keluarga pihak laki-laki.
Tepat pukul 19.30, Semar merasa lega dan plong telah menyelesaikan tugas sebagai juru bicara / Duta Saraya.
Sampai rumah, disambut keluarga. Setelah minum kopi dan menikmati bubur kacang hijau yang begitu nikmat,
Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, Allah telah melancarkan semua urusan.