Farrel Amrullaah, Pergumulan Menuju Broadcaster Berkemajuan

Publish

20 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
768
Farrel Amrullaah, Siswa Kelas XI Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Doc. SM

Farrel Amrullaah, Siswa Kelas XI Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Doc. SM

Oleh: Cristoffer Veron P

Hidup ini sarat dengan teka-teki. Tidak ada yang tahu dalam diri setiap individu. Tuhan mempersembahkan aneka kejutan bagi hamba terkasih-Nya sebagai manifestasi cinta-Nya tak terbilang. Kejutan bisa datang kapan saja, esok hari, lusa, atau tahun mendatang. Tetapi yang pasti, setiap manusia akan mendapati kejutan Tuhan yang terduga, cepat atau lambat.

Kejutan itu bisa bercorak pada pemberian dengan aneka jenis yang pusparagam. Sebut saja bakat. Tak pelak bakat manusia itu sangat variatif, masing-masing niscaya berbeda dari satu individu dengan yang lainnya. Ada bakat menjadi moderator, penulis, guru, pilot, nakhoda, dan masih banyak lagi. Bakat berkembang secara pelan tapi pasti, yang akan terus mengalami perkembangan mengikuti zaman kontemporer.

Bakat itu sekonyong-konyong muncul, sebagaimana yang dialami oleh Farrel Amrullaah (17). Kader Muhammadiyah ini memiliki bakat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Bakatnya ditemukan sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), tepatnya SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.

Selama mengembara di sekolah itu, digembleng begitu rupa laksana di kawah candradimuka, El-demikian sapaan tenarnya-mengasah jiwa fitrinya untuk menemukan bakatnya. Bakatnya ditemukan dengan ketidaksengajaan tatkala bersentuhan langsung lewat smartphone nan super canggih berupa menciptakan mahakarya video sinematik. Videonya masih konvensional dan serba keterbatasan piranti penunjang pembuatannya, akan tetapi mengandung sarat makna: pergulatan sedemikian rupa seraya berpikir untuk merancang jalannya video itu agar mengalir dari hulu ke hilir.

"Awal mula pembuatan video sinematik waktu SMP itu terinspirasi dari tren. Jadi, saya membuat video sinematik kala itu saya lagi suka-sukanya naik sepeda motor. Akhirnya, saya membuat video tersebut,” ujarnya Ahad (17/12) di Cafekolbano Coffee & Eatery, Bodeh, Ambarketawang, Gamping, Sleman.

Pembuatan video sinematik batin El mendapat apresiasi dari orang lain, wabilkhusus kawan sejawatnya. Tetapi, pada kenyataannya justru malah jauh panggang dari api. El mendapat banyolan dari kawan sejawatnya. Mereka mengolok-olok mahakarya El nan konvensional itu. El menerimanya dengan ikhlas, meski remuk dan dongkol nian nuraninya mendapat kenyataan getir itu.

El tidak patah arang. Dia terus mengasah bakatnya setajam mata pisau. Dan dia tak mempermasalahkan mahakaryanya tak elok di mata orang lain. Dia terus membuat video sinamatik dengan aneka sudut pandang nan menarik lainnya. Mahakaryanya disebarluaskan lewat media sosial sebagai jembatan penghubung (bridge) untuk memperkenalkan kepada khalayak luas di jagat semesta raya.

Dia tidak pesimisme dan defaitisme terhadap banyolan itu. Justru makin menantang dirinya untuk membuktikan kepada kawan sejawatnya. Di mana dia berkeyakinan suatu saat hari nanti dari banyolan itu, dapat mendendangkan dirinya bersinar di kehidupan masa mendatang.

“Waktu saya membuat video sinamatik itu dan ditenarkan ke media sosial, saya sering di olok-olok atau diejek oleh kawan-kawan saya. Dan ejekan mereka itu membuat saya makin percaya diri untuk mengasah dan menajamkan bakat saya itu,” katanya.

El merampungkan studinya di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta selama tempo 3 tahun. Kemudian, di sini, El mulai mendapat pencerahan di dalam benak pikirannya. El merasa bakatnya mulai hidup pasca membuat video sinematik itu. Dia menilai dari video sinematik tersebut telah meyakinkan dirinya, bahwa Tuhan menganugerahkan dirinya sebuah bakat di bidang pembuatan video. Atau lebih tepatnya bakatnya bersentuhan dengan dunia kamera dan perangkat sejenisnya.

Dari situ kemudian, El mencoba mengeksplorasi jenjang pendidikan berikutnya untuk menemukan studi yang kompatibel dengan bakat yang ditemukannya itu. Setelah bertarung menghadapi deret ujian nan berliku-liku di jenjang SMP, El memulai membembam diri memilih sekolah sebagai jalan keberlanjutan menguatkan bakatnya itu.

Dipilihlah SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Pusat sekolah teknologi informasi, seni, dan bisnis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan pusat sekolah unggul dan berkemajuan. Masuklah ia di Jurusan Broadcasting.

Dikenalnya dari kakak sepupunya yang juga pernah mengenyam di sekolah tersebut. Letak sekolahnya membentang di sepanjang Jalan Nitikan, Kemantren Umbulharjo. Jantung Muhammadiyah sisi selatan. Situasinya sangat nyaman, fasilitas bersih, lengkap, dan representatif, sangat laik dijadikan sebagai tempat mengenyam pendidikan bagi kawula muda era kekinian.

Sejak masuk di sekolah tersebut, menjadi misbah bagi diri El. Dia memasuki dunia baru di era baru: era kemajuan teknologi dan informasi. Tepatnya dia memilih sekolah itu, bukan memilih secara serampangan tanpa proses kontemplasi yang panjang. El menempa diri dengan mereaktualisasikan bakatnya di jurusan tersebut. Pada tahap awal, El beraklimatisasi seraya memahami secara komprehensif hal ihwal selayang pandang dunia broadcasting.

“Saya teringat dulu waktu SMP pernah diolok-olok dan diejek, jadi saya tetap kuatkan bakat saya di jurusan broadcasting,” ucapnya.

Dia mulai melatih diri dengan bakatnya. Di jurusan itu, El mendapat batu penarung tatkala memahami lebih menghujam jurusan itu. Tapi, bukan El jika tidak memiliki jiwa petarung dan memaksa diri agar sedemikian rupa dapat memahaminya. El berinteraksi dengan kawan sejawat yang memiliki kepiawaian lebih ranum di dunia broadcasting. Seraya berkonsultasi dengan guru pembimbing yang memiliki spektrum cakrawala pengetahuan yang luas-melesat di dunia tersebut.

Bagi El, tak pernah terlintas dalam benaknya jika jurusan broadcasting ini nyata telah mentransformasikan kehidupannya. El mulai bersinar setelah memperoleh percikan pengetahuan bidang broadcasting. Bakatnya makin kuat dan tajam, akan tetapi dia tidak pongah. Dia terus mengasah bakatnya itu dikorelasikan dengan pengetahuan yang diperolehnya dari jurusan tersebut.

Dalam tesmak El, dunia broadcasting sebagai wahana penyiaran pendistribusian muatan video kepada pemirsa (warga masyarakat) secara luas melalui pranata media komunikasi masa. Selama berkecimpung di dunia broadcasting, El berada di titik ikhtisar kritis. Yakni seorang broadcaster harus keterampilan berbicara di depan umum (public speaking), kemampuan untuk menulis konten yang menarik untuk audiens yang berbeda, dan mau berhubungan dengan berbagai orang dan khalayak luas. Selain itu, bagi El dunia broadcasting para broadcaster harus bisa menguasai kemampuan berkomunikasi secara persuasif secara bayan.

El mengungkapkan dunia broadcasting sebagai sumbu tumbuh suburnya bakat yang dimilikinya. Tak kecewa dan getun masuk di sekolah ini. Rasa puas terpancar dari jiwanya atas konformitas memilih sekolah berjalin berkelindan dengan bakatnya. Tak terjebak pada banyolan dari kawan sejawatnya semasa mengenyam pendidikan di SMP. Sepanjang mengembara di dunia broadcasting, El tak surut mengeksplorasi bakatnya dengan memberanikan diri menciptakan mahakarya yang lebih spektakuler.

Bagi sementara orang, menciptakan mahakarya itu pekerjaan sukar dilakukan. Namun, berbeda dengan El yang telah memiliki bakat sejak SMP. Tanpa ba-bi-bu, El memanfaatkan smartphonenya dengan membuat video feature sebagai pengembangan dari bakatnya. Salah satunya video pembuatan Wayang Uwuh. Yakni merepresentasikan semangat menghidupkan budaya nusantara agar tidak hilang di kehidupan generasi milenial.

“Ketika kelas 10 SMK, pertengahan bulan Ramadan waktu itu, saya mencoba membuat video feature di Gondokusuman Yogyakarta berupa Wayang Uwuh. Saya ingin menghidupkan kembali budaya kepada anak-anak muda agar tidak lupa dengan budayanya sendiri,” tuturnya.

Selain itu, bakatnya diaktualisasikan dengan membuat video Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang kesehatan. Video ILM ini diberi judul “Sangkrah”. Lewat video ILM ini yang dibuat di belakang Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), El berusaha menyadarkan kepada elemen warga masyarakat terkait hal ihwal vitalnya menjaga kesehatan. Khusus pembuatan ini, El berkolaborasi dengan kawan sejawat yang tentu saja telah berkecimpung cukup lama dan malang melintang di dunia broadcasting. Di sini, El berperan sebagai pengendali denyut nadi suara, yang memastikan audio suara dari video tersebut dapat terdengar secara jelas, tidak pecah, rusak, bahkan pupus.

“Jadi, video ILM ini, menjelaskan atau menghimbau kepada masyarakat agar masyarakat paham kalau waktu-waktu belakangan ini, di Yogyakarta itu sampah menumpuk. Tentunya kan sangat tidak bagus bagi kesehatan kita. Jadi, saya membuat video ILM ini untuk mengunggah kesadaran kita bersama menjaga kesehatan sangat penting yang dimulai dari menjaga kelestarian lingkungan sekitar kita,” paparnya.

Dengan menggosokkan mata sampai bening, ia menyaksikan dan merasakan getaran kuat, bakatnya makin ranum. Walakin, tidak jarang ia mendengar pasemon dari orang lain. Namun, El tidak menafikan hal itu karena sebuah keniscayaan yang pasti terjadi pada setiap orang sesaat hendak menunjukkan eksistensi bakatnya di ruang publik. Ia terus memompa semangatnya menembus terjalnya medan pergulatan, hatta terhadap terwujudnya impiannya lewat bakat yang dimiliki tampil sebagai broadcaster berkemajuan.

Untuk berada di titik itu, El merasa belum paripurna. Masih ada pergumulan begitu rupa dalam rangka mendaki pada puncak tersebut. Tidak mudah dan ringan, berat sudah pasti serta sarat kritikan sana-sini. Namun, bagi El hal demikian justru sebagai vitamin untuk meningkatkan performanya menghidupkan bakatnya di dunia broadcasting. Bakat yang sangat mahal dan terlalu sayang ditelantarkan. Bakat yang mesti ditumbuhkan dan ditajamkan agar kelak di kemudian hari bisa mewujudkan impiannya tersebut.

Bukan suatu mudah menjadi broadcaster berkemajuan. El menyelongkar jika jiwa broadcaster itu harus tangguh, kuat, ikhlas, dan tidak pernah putus asa. “Intinya untuk di dunia broadcasting itu, harus siapkan mental. Karena banyak proyek yang harus dilakukan, jadi bagaimana caranya kita harus cerdas membagi waktu untuk mengerjakan proyek itu,” timpalnya.

Kini El menggembleng dirinya di dunia broadcasting. Bakatnya terus dikuatkan, meski pernah dicuaikan dan dianggap sebelah mata oleh kawan sejawatnya. Akan tetapi, El boleh dikatakan telah berkemajuan. Sebab ia berani menunjukkan diri ke ruang publik jika ia memiliki bakat yang tidak semua dimiliki oleh banyak orang: bakat broadcasting. Yakni dengan produktif berkarya meski hanya bersifat konvensional, namun setidaknya di sini El telah menunjukkan eksistensi siapa dirinya yang sesungguhnya.

Dekat persembahan bakat dari Tuhan kepada El, lantas tidak membuat dirinya pongah. Justru El mengajak kepada kawan sejawatnya belajar bersama mengembangkan diri dengan dunia broadcasting. Bakat El akan terus dihidupkan. Satu langkah telah dilakukan. Kini, El tinggal meneruskan dan melanjutkan jejak langkah berikutnya. Sampai kemudian benar-benar tampil menjadi broadcaster di masa depan yang berkemajuan. *


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

In Memoriam: dr. H. Subari Damopolii – Dokter Langka, Ustaz, dan Akademisi Oleh: Haidir Fitra....

Suara Muhammadiyah

12 November 2024

Humaniora

Oleh: Ahmad Azharuddin Menemukan kedamaian di dalam hati merupakan sebuah konsep yang sangat pentin....

Suara Muhammadiyah

20 March 2024

Humaniora

Presiden (tak) Lumrah Oleh Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso, Tangeran....

Suara Muhammadiyah

12 January 2024

Humaniora

Tak Lekang oleh Zaman dan Waktu Oleh: Deni al Asyari Kemarin siang, saya dikirimi oleh Buya Syafii....

Suara Muhammadiyah

30 September 2023

Humaniora

Cerpen Hamdy Salad Kalau saja seluruh media masa di negeri antah barantah itu tidak pernah menulis ....

Suara Muhammadiyah

20 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah