Gerak Kepemimpinan Muhammadiyah
Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Alhamdulillah Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah telah usai dengan lancar, tertib, teduh, damai, elegan, dan berkemajuan. Muktamar teladan menurut banyak pihak. Dari pembukaan sampai penutupan persidangan berjalan baik dan menjunjung tinggi musyawarah ala Muhammadiyah yang cerdas, tersistem, dan disertai semangat kebersamaan sehingga menghasilkan keputusan-keputusan terbaik.
Laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah diterima dengan mufakat disertai masukan-masukan berharga. Program diputuskan bersama sebagai rencana penting untuk dilaksanakan. Risalah Islam Berkemajuan serta Isu-isu Strategis Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal menjadi produk Muktamar yang menggambarkan kemajuan berpikir Muhammadiyah. Semuanya menjadi agenda penting untuk dilaksanakan satu periode ke depan.
Kunci utamanya terletak pada kepemimpinan terpilih periode 2022-2027. Muktamirin telah memilih pimpinan sesuai aspirasi yang tumbuh dari bawah secara sadar dan bertanggungjawab. Keputusan dan pilihan muktamirin merupakan pilihan demokratis yang harus dihormati. Jangan dinilai apalagi divonis oleh perorangan dengan cara pandangnya sendiri. Kritik dan masukan tetap berharga, tetapi tidak dijadikan tolok ukur menilai hasil Muktamar secara sepihak.
Karenanya, maka menjadi amanah berat bagi pimpinan terpilih di tingkat pusat sampai ke wilayah, daerah, cabang, dan ranting untuk memimpinkan hasil Muktamar agar terlaksana dengan capaian yang maju dan terbaik. Muhammadiyah ke depan harus semakin unggul-berkemajuan dalam seluruh aspek gerakannya sehingga berkembang menjadi organisasi Islam yang terdepan mewakili golongan Khaira Ummah.
Pemimpin Perbuatan
Pemimpin disebut “leader” karena dia adalah “lead” sepadan dengan “head” yakni kepala. Seperti kepala dalam tubuh manusia yang di dalamnya ada panca indera dan otak yang menjadi pusat komando seluruh gerak tubuh. Memimpin secara elementer identik dengan “to preside” yakni mengetuai seperti presiden yang melakukan tugasnya, “to guide” membimbing atau memandu, “to direct” mengarahkan, “to influence” mempengaruhi, “to bring” membawa sesuatu, dan “to cause” menyebabkan sesuatu terjadi.
Tugas utama memimpin berarti mengepalai, mengetuai, memandu, mengarahkan, mempengaruhi, membawa, dan menyebabkan sesuatu terjadi atas apa yang dikehendaki oleh si pemimpin itu. Akan menjadi sempit dan sederhana bila pemimpin hanya sebatas menduduki jabatan tertentu. Jabatan atau posisi itu pun harus berfungsi, bukan sekadar diduduki. Memimpin juga bukan sekadar melayani, meski salah satu fungsi pemimpin melayani yang dipimpin. Yakni melayani yang membawa, memandu, mengarahkan, mempengaruhi, dan seluruh aspek dari memimpin. Bukan pelayanan teknis dan rutin.
Pemimpin dan memimpin jauh dari aspek fisik seperti raut muka, warna rambut, apalagi warna kulit. Terlalu teknis dan praktis bila pemimpin diidentikkan dengan hal-hal fisik, meskipun aspek fisik tidak lepas dari pemimpin. Memang dalam era kepemimpinan populisme sempit, sebagian masyarakat sering terpukau dengan hal fisik seperti penampilan yang memukau, paras yang menawan. Memimpin bukan sekadar populer dan populis, yang menyenangkan warga yang dipimpin secara artifisial, tetapi harus menyentuh denyut dan nasib hidup mereka agar lebih baik dan maju.
Kedekatan fisik dengan yang dipimpin tentu baik, tetapi akan lebih baik jika pemimpin betul-betul memperjuangkan nasib rakyat atau mereka yang dipimpin secara nyata seperti mencerdaskan, menyejahterakan, menciptakan keadilan, melindungi hak-haknya, membela bilamana terzalimi, serta memajukan seluruh aspek kehidupannya. Pemimpin dan memimpin juga bukan sekadar menjaga kebaikan diri sendiri seperti bersih, jujur, amanah, fathanah, dan sifat-sifat baik pimpinan lainnya. Namun sekali lagi kebaikan diri pemimpin harus disertai dengan perbuatan dan tindakan nyata mewujudkan segala kebaikan itu dalam kehidupan yang dipimpin. Kesalehan pemimpin harus bertransformasi menjadi kesalehan yang dipimpin. Seraya dengan itu pemimpin harus berbuat menciptakan atau membangun kehidupan yang dipimpin serta ekosistemnya menjadi lebih baik, maju, dan segala hal yang positif sebagaimana fungsi utama kepemimpinan.
Pendek kata pemimpin itu tidak cukup dirinya baik tetapi harus berbuat kebaikan untuk yang dipimpin dan lingkungannya. Itulah pemimpin yang berbuat, pemimpin yang bertindak laksana kepala dalam tubuh manusia yang intinya menggerakkan seluruh bagian yang dipimpinnya menjadi berubah baik, maju, unggul, dan utama. Pemimpin yang berbuat sejalan dengan jiwa, alam pikiran, dan visi kepemimpinan yang presidensial, bukan kepemimpinan praktis-teknis dan citra diri. Bukan pula pemimpin normatif dan dogmatis yang utopis.
Pemimpin Pergerakan
Memimpin gerakan Islam seperti halnya Muhammadiyah memerlukan perpaduan nilai dan sistem dalam satu kesatuan sebagaimana kepemimpinan dalam pergerakan keagamaan (leadership of religious movements). Menurut Imam Al-Mawardi, “al imamah maudhuatu li-khilafati al-nubuwat fi-harasati al-dini wa-siyasati al-dunya”, bahwa kepemimpinan ialah proyeksi dari fungsi kenabian dalam hal menegakkan agama dan mengurus dunia. Artinya kepemimpinan dalam Islam memadukan nilai agama dan keduniaan, sehingga bukan kepemimpinan teosentrisme atau rahbaniyah semata sebaliknya bukan kepemimpinan teosentrisme apalagi sekular. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan habluminallah dan habluminannas.
Kepemimpinan dalam Islam tidak dapat bercorak normativitas semata, sebaliknya tidak bersifat praktis belaka, tetapi harus dari Langit ke Bumi. Kepemimpinan Islam harus mengemban misi rahmatan lil-‘alamin (QS Al-Anbiya: 107). Kepemimpinan untuk membumikan Islam sebagai agama yang memajukan peradaban (Din al-Hadlarah). Kepemimpinan yang mencerahkan (tanwir) kehidupan dari kegelapan kepada cahaya yang dijiwai Islam. Kepemimpinan yang membawa perubahan (taghyir) kepada kemajuan hidup sepanjang kemauan ajaran Islam untuk menjawab tantangan zaman (shalihu li-kulli zaman wa makan). Bukan kepemimpinan dogmatif, tetapi yang membumi di dunia nyata.
Kepemimpinan yang memajukan kehidupan berbasis nilai-nilai Islam itulah yang disebut Kyai Ahmad Dahlan sebagai “pemimpin kemajuan Islam”. Yakni pemimpin yang menghidupkan akal pikiran, pendidikan, membedakan yang berakal dan bodoh, serta menjadikan “Agama bercahaya”. Menurut pendiri Muhammadiyah, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama.” Agama adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebar rahmat bagi semesta alam. Bukan keberagamaan yang jumud, konservatif, dan anti kehidupan.
Kepemimpinan dalam Muhammadiyah sebagai manifestasi dari kepemimpinan pergerakan Islam melekat dengan watak Islam berkemajuan untuk mendidik akal dan pikiran umat agar cerdas dan tidak bodoh, serta menjadikan Islam sebagai agama yang bercahaya atau mencerahkan. Amar makruf nahi munkar pun harus berperspektif luas, tidak hitam-putih, tidak subjektif, dan harus bebas dari partisan politik agar paham Islam dan wawasan kehidupan tidak menjadi sempit dan konservatif. Letakkan amar makruf nahi munkar dalam koridor dakwah bil-hikmah, wal mauidhah hasanah, wajadilhum billaty hiya ahsan (QS An-Nahl: 125). Amar makruf nahi munkar harus dengan pendekatan keislaman yang bayani, burhani, dan irfani agar tidak sempit wawasan.
Karakter kepemimpinan Muhammadiyah yang bersifat kemajuan dan berorientasi pergerakan dalam khazanah kepemimpinan baru ialah kepemimpinan profetik-transformatif. Yakni kepemimpinan meneladani Nabi Muhammad yang diaplikasikan oleh Kyai Dahlan dalam gerakan Islam berkemajuan yang bercorak reformis-modernis untuk menjawab tantangan zaman. Kepemimpinan yang berbasis nilai Islam yang membawa perubahan ke arah kemajuan dengan kemampuan memobilisasi potensi, memproyeksikan masa depan, dan mengagendakan perubahan dalam membangun kehidupan yang unggul-berkemajuan di segala bidang kehidupan!
Sumber: Majalah SM Edisi 24 Tahun 2022