MU’ALLIMAAT: MADRASAH KESETARAAN PERTAMA DI INDONESIA
Bukan R.A. Kartini atau Roehana Koeddoes yang menggerakkan kesetaraan kaum perempuan lewat lembaga pendidikan Islam modern yang hingga saat ini masih eksis dan terus berkembang. Kartini memang telah ditahbiskan sebagai Pahlawan Nasional karena jasanya memperjuangkan kedudukan kaum perempuan di Jawa pada akhir abad 19, tetapi gerakannya masih sebatas inisiasi dan tidak terlembagakan. Roehana juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional karena berjasa dalam perkembangan gerakan emansipasi di Indonesia pada masa kolonialisme hingga memasuki masa Kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi sekolah gratis dan Yayasan Kerajinan Amai Setia (KAS) dalam lingkup yang terbatas.
Namun, untuk sosok Rahma El-Yunusiyah, pendiri Perguruan Diniyah Putri di Padang Panjang karena kiprah dan kepemimpinannya dalam menjadikannya tokoh reformis Pendidikan Islam di Indonesia. Jika di Padang Panjang ada Diniyah Putri—sebagaimana hasil riset Amir Hamzah Wirjosoekarto (1985)—maka di tanah Jawa ada perguruan Kweekschool Isteri yang di kemudian hari dikenal dengan nama Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah.
Sebuah gerakan kesetaraan yang terrencana dan terstruktur sekalipun diinisiasi oleh K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), tetapi digerakkan sepenuhnya oleh kaum perempuan. Bermula dari kelas program lanjutan yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan disebut Al-Qismul Arqa (1918) yang sering disetarakan sebagai Pondok Muhammadiyah hingga akhirnya pada 1920 secara resmi menjadi Kweekschool Muhammadiyah. Ng. Djojosoegito, sekretaris Hoofdbestuur Muhammadiyah, dalam rilisnya menyebutkan, “Sekolah Bakal Goeroe Islam soedah berdiri di Djokjakarta pada 8 hari boelan December 1921.”
Kweekschool Moehammadijah semula menerapkan sistem kelas campuran antara murid laki-laki dan perempuan. Namun pada 1927, kelas khusus murid-murid perempuan dipisah kemudian dikenal dengan sebutan Kweekschool Isteri (Madrasah Mu’allimaat). Dinamika politik dan kesiapan para pengelola lembaga pendidikan Islam ini memutuskan untuk mengubah nama sebagai dampak dari kebijakan Ordonansi Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonantie), setelah diputuskan dalam congress, maka Kweekschool Muhammadiyah berganti nama menjadi Madrasah Mu’allimin dan Kweekschool Isteri menjadi Madrasah Mu’allimaat pada 1932.
Selengkapnya dapat membeli Majalah Suara Muhammadiyah digital di sini Majalah SM Digital Edisi 06/2025