GAMPING, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi mengatakan Indonesia menempati peringkat 2 kasus Tuberkulosis di dunia setelah India. Untuk itu, Ia sangat mengapresiasi atas jalinan kerja sama yang dilakukan oleh Muhammadiyah lewat Majelis Pembinaan Kesehatan Umum (MPKU) bersama Kementerian Kesehatan dan United States Agency for International Development (USAID).
“Saya yakin kerja sama ini merupakan kelanjutan dari program-program kerja sama sebelumnya untuk program TB dan sekaligus program pembinaan kesehatan yang secara internal domestik yang dilakukan oleh hampir seluruh lembaga-lembaga sosial, keagamaan, termasuk Muhammadiyah,” ujarnya saat menghadiri Peringatan Tuberkulosis Sedunia Muhammadiyah 2024 di Aula Masjid Sudja’ Kompleks RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Rabu (5/6).
Haedar mengungkapkan, Muhammadiyah lewat kerja sama ini merupakan komitmen nyata untuk membangun kesehatan bangsa. Dan turut berkontribusi menyelesaikan sengkarut permasalahan kesehatan lainnya. Termasuk tak ketinggalan juga hadir membantu memberikan solusi di atas tumpukan masalah di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, serta moralitas.
“Itu merupakan bagian dari pergerakan inti Muhammadiyah dan ormas-ormas keagamaan. Kerja sama dengan Muhammadiyah dan ormas-ormas keagamaan suatu yang memang sangat tepat dan punya sustainability yang tinggi,” jelasnya.
Semua itu, lanjut Haedar, menunjukkan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang telah mengakar kuat dalam pergerakannya. Di mana memiliki peran yang signifikan untuk membangun bangsa Indonesia.
“Jadi ormas itu bukan ormas yang kecil, pinggiran, sampingan, apalagi abal-abal. Ormas, termasuk ormas keagamaan seperti Muhammadiyah punya keunggulan dan kekuatan yang kokoh di republik tercinta ini,” ungkapnya.
Kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah menurut Haedar setidaknya memiliki pandangan keislaman yang kuat, yaitu Islam berkemajuan. Muhammadiyah memiliki pandangan Islam berkemajuan menempatkan agama sebagai value (nilai). Bagi Muhammadiyah, agama punya kekuatan fundamental. Namun, Haedar menilai tidak cukup sebatas normatif semata, tetapi harus menjadi nilai yang hidup dalam pribadi dan bangsa.
“Nilai itu tidak pasif dan abstrak. Maka tidak tepat kalau Muhammadiyah mengurusi nilai yang pasif dan abstrak, tapi nilai itu harus hidup menggerakkan kehidupan dan menjadi pedoman dan panduan hidup. Disitulah pandangan Islam yang diyakini dan menjadi perspektif Muhammadiyah,” paparnya.
Selain itu, juga punya sistem yang kokoh. Muhammadiyah sebagai sistem organisasi diakui telah teruji. Tak ayal, sampai sejak berdiri sampai sekarang, Muhammadiyah terus berdiri kokoh meski digempur oleh lipatan zaman yang terus mengalami perubahan luar biasa.
“Orang datang dan pergi, termasuk pimpinan Muhammadiyah-’Aisyiyah, termasuk pimpinan rumah sakit, tapi sistem terus bergerak. Muhammadiyah maju, kuat, juga ormas keagamaan lain itu karena sistem. Dan lewat sistem itu, kita mengurus segala sesuatu dengan objektif, professional, akuntabel, selain ada pertanggung jawaban moral dalam amanah,” tuturnya.
Haedar menegaskan di lingkungan Muhammadiyah, sangat menegakkan professional dan amanah. Reaktualisasinya Muhammadiyah mampu mendirikan ribuan amal usaha, mulai pendirian sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, klinik, dan masih banyak lagi.
“Jadi jangan remehkan ormas seakan-akan tidak professional, dia tidak membaca sejarah. Ormas bisa seperti ini karena kita punya sistem yang punya nilai. Jadi ormas jangan disepelekan. Yang menyepelekan ormas tidak paham tentang ormas,” tegasnya. (Cris)