Hikmah Syawalan: Empat Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Ibadah
Oleh: Tito Yuwono, Ph.D, Dosen Jurusan Teknik Elektro UII Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Empat hal yang perlu diperhatikan
Dalam ibadah dan berbuat kebaikan
Niat ikhlas dan ittiba sang teladan
Mujahadah dan istiqomah diamalkan
Artikel ini merupakan intisari materi yang saya sampaikan dalam pengajian syawalan keluarga SMP Muhammadiyah Pakem. Syawalan sekolah yang dikomandani Ibu Eka Andriyati, S.H. kali ini digelar di rumah salah satu Guru sekolah yaitu Ibu Giyanti/Pak Agus yang juga menjadi panti asuhan Nurul Yasmin. Syawalan dihadiri juga oleh Ketua PCM Pakem, Bapak H. Raden Agung Nugraha, MA, Ketua Majelis Dikdasmen PCM Pakem, Warjana, S.PdI. dan ketua komite sekolah, Drs. H.M. Qomaruddin, M.Pd.I. Syawalan ini juga menjadi acara pamit Ibu Giyanti dan Pak Agus yang akan tindak haji pada tahun ini. Semoga Allah Ta’ala berikan kelancaran dan kemudahan dalam pelaksanaan haji Beliau dan kembali dengan selamat serta menjadi haji mabrur. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan manfaat dari tulisan ringkas ini.
Berlalunya Ramadan menyisakan perasaan gembira dan sedih. Perasaan gembira karena telah menunaikan ibadah puasa yang merupakan bagian dari Rukun Islam serta melewati Ramadan dengan kondisi sehat wal afiat. Perasaan gembira juga dikarenakan pada Bulan Syawal ini kita memperbanyak silaturrahmi, saling mendoakan dan saling maaf memaafkan. Sedangkan perasaan sedih dikarenakan bulan yang penuh keutamaan telah berlalu. Perasaan sedih juga dikarenakan semangat ibadah mulai menurun, masjid mulai sepi seperti biasanya sebelum Ramadan. Tentu kebahagiaan kita dalam beribadah di Bulan Ramadan ingin kita rasakan juga di bulan-bulan setelah Ramadan. Walaupun frekuensi ibadah kita tidak sebanyak di Bulan Ramadan, kita tidak ingin menjadi orang yang futur atau malas beribadah.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Dengan empat hal ini semoga ibadah kita berkualitas dan tetap lestari.
Pertama, niat ikhlas karena Allah Ta’ala. Ikhlas merupakan amalan hati. Amalan hati dalam ibadah sangat tinggi kedudukannya. Jika keikhlasan rusak maka menyebabkan rusaknya amalan yang secara lahiriah ibadah. Pentingnya niat ikhlas ini, Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Keikhlasan perlu dijaga selamanya baik sebelum melakukan ibadah, pada saat melakukan ibadah dan setelah melakukan ibadah. Terkadang kita berhasil niat ikhlas pada waktu sebelum dan sedang melakukan ibadah. Namun gagal mempertahankan keikhlasan setelah ibadah, dengan banyak menceriterakan ibadah kita kepada orang lain dengan tujuan untuk dipuji orang lain.
Kedua, ittiba’ atau meneladani Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ diutus oleh Allah Ta’ala untuk memberikan teladan dalam segala hal, termasuk di dalamnya tata cara ibadah. Bagaimana cara meneladani Beliau? Yaitu dengan mempelajari bagaimana tata cara Beliau beribadah. Bahkan kita dilarang untuk mengada-adakan ritual ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Alhamdulillah PP Muhammadiyah menerbitkan Himpunan Putusan Tarjih untuk mempermudah kaum muslimin ittiba’ Nabi ﷺ.
Ketiga adalah mujahadah. Mujahadah makanya bersungguh-sungguh dalam ibadah. Termaasuk di dalamnya bersegera dan tidak menunda. Orang yang bersungguh-sungguh di jalan Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala pasti akan memberikan petunjuk. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Ankabut ayat 69:
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Aspek keempat adalah istiqomah. Istiqamah ini sangat penting dalam ibadah. Makna istiqomah adalah kontinyu melakukan ibadah sehhingga ibadahnya menjadi lestari. Amalan yang istiqomah ini merupakan amalan yang dcintai Allah Ta’ala walaupun sedikit atau kecil.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit. (HR Imam Muslim)
Amalan yang dicintai Allah Ta’ala adalah yang lebih ajeg/kontinyu walaupun sedikit. Ibadah yang lestari adalah ibadah yang dirasakan nyaman dan senang dalam melakukannya atau dalam bahasa lain tidak merasa terbebani. Misalkan mengkontinyukan sholat 2 rekaat dhuha atau sholat malam dengan jumlah rekaat yang ringan dan lain sebagainya.
Demikian empat hal yang perlu diperhatikan dalam ibadah, semoga Allah Ta’ala menerima ibadah kita semua dan semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang istiqomah dalam ketaatan.
Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.