Ustad Hima, sebutan akrab yang melekat pada pria kelahiran 1 November 1967 ini. Dia bukan seorang ustad layaknya Adi Hidayat ataupun Fatkhurrahman Kamal. Ada tuntutan untuk menyematkan kata tersebut kepada semua guru karyawan di sekolah yang ia pimpin. Sebutan ustad atau ustadzah menjadi alat kontrol diri setiap pendidik dalam berfikir, bersikap, bertutur, dan berperilaku. Hal itu mampu memberikan keteladanan penuh keadaban kepada anak didiknya.
24 Januari 2007 Ustad Hima bersama Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Gunungpring menyepakati tanggal berdirinya SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Sebuah sekolah setingkat SMP yang berlokasi di Gunungpring, sebuah desa kecil di Kabupaten Magelang dimana Jamaah Muhammadiyah hanya berjumlah 10% dari keseluruhan penduduk. Tanggal itu disepakati bebarengan dengan turunnya ijin operasional sekolah di bulan itu.
Ustad Hima bukan tokoh besar di dunia pendidikan Jawa Tengah. Ia hanyalah seorang laki-laki yang mencintai Muhammadiyah sepenuh hati. Kecintaannya itulah yang membuatnya menebalkan tekad dan semangat untuk memajukan Amal Usaha Muhammadiya (AUM) Gunungpring terutama di bidang pendidikan. Meskipun tak memiliki latar belakang dalam dunia pedagogik, ghirahnya dalam bergerak di AUM Gunungpring begitu menyala. Latar belakang pendidikannya di S-1 Ilmu Hubungan Internasional di Univesrsitas Muhammadiyah Yogyakarta dan ilmunya sebagai Professional Management Training di Institut Pengembangan Managemen Indonesia di Jakarta menjadikannya memiliki pemikiran out of the box dalam pengelolaan sekolah. Pengalamannya di dunia politik dan pekerjaan yang terkait dengan managemen dan keuangan begitu mendukung pemikiran-pemikiran dalam pengembangan AUM di Gunungpring.
Tantangan dari Pak Hamid yang saat itu masih menjabat sebagai direktur pembinaan SMP di Kemendikbud disambut dengan kebulatan tekad.
“Saya bantu dan ijinkan kepada PRM Gunungpring untuk mendirikan SMP asal mampu membangun sekolah yang luar biasa. Ujian Nasional harus masuk peringkat 500 besar Nasional. Jika hanya sekolah yang biasa-biasa saja, lebih baik tidak usah saja. Sudah terlalu banyak sekolah berdiri dan saya tak akan membantunya,” ujar Pak Hamid saat Ustad Hima beserta empat orang Pimpinan Ranting Gunungpring bertandang ke Jakarta terkait dengan wacana pendirian SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring.
Respon positif dari Pak Hamid tersebut menjadikan PRM Gunungpring sesegera mungkin merealisasikan konsep sekolah tersebut. Bersama pengurus yang lain Ustad Hima berbagi tugas dalam pendirian SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring.
Bukan satu hal yang mudah bagi Ustad Hima dalam menjalankan tata kelola pendidikan. Mindset yang ia miliki tentang managemen dengan berbagai target yang harus dipenuhi ia terapkan. Mengajak berbagai stake holder untuk keluar dari zona nyaman dalam dunia pendidikan nampaknya menjadi titik tolak dari segala prestasi yang akan ditorehkan di sekolah.
Kata ‘siap’ dan Insya Allah selalu tertanam di hati Ustad Hima. Keyakinannya bahwa pertolongan Allah akan mewujudkan segala ikhtiar begitu tebal. Meskipun sedari awal ia tak berpikir. Bahwa di kemudian hari dirinyalah yang menjadi nahkoda dari kapal pendidikan yang hendak berlayar.
Saat PRM Gunungpring meminta dirinya menjadi nahkoda di SMP Muhammadiyah Plus, ia hanya berpikir bahwa managemennya saja yang ia pegang. Bukan sebagai kepala sekolah yang bakalan all in terlibat secara keseluruhan dalam pengelolaan sekolah. Meski merasa ‘dijebak’ namun ia tetap istiqamah dalam perjuangan di Muhammadiyah Gunungpring.
Belum juga bangunan sekolah selesai, PRM Gunungpring sudah bersiap dengan rekrutmen guru karyawan. Ustad Hima melempar ide baru dalam menginformasikan rekrutmen ini. Publikasinya tak main-main. Tak hanya beriklan di radio lokal Kabupaten Magelang. Informasi ini juga tayang di koran Kedaulatan Rakyat. Untuk sebuah sekolah baru, ini adalah ide cemerlang. Terbukti dengan informasi yang masif setidaknya 435 orang pelamar masuk dari berbagai penjuru Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelamar yang akan dipilih tak cukup dengan nilai tertinggi, Namun guru atau karyawan harus memiliki kecintaan pada dunia pendidikan dan mau nggetih beriringan dengannya. Ini menjadi modal utama bergeraknya sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas. Kualitas ini harus benar-benar dimulai dari embrio supaya karakter Muhammadiyah melekat erat di dada pendidik.
Dia menemukan kualitas itu dalam orang-orang yang mau berjuang beriringan dan memiliki gelora yang sekufu. Berdelapan belas guru dan karyawan melangkah di sebuah kapal yang bernama SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring (Mplus). Rasa optimis serta tekad yang bulat Ustad Hima Sugiyarto pun memulai dunia pendidikan di PRM Gunungpring.
Pria yang genap sewindu membesarkan sebuah lembaga keuangan mikro syariah di Kabupaten Magelang ini merupakan seorang leader yang jeli melihat peta pendidikan. Ia mengamati dan memotret pendidikan di Muhammadiyah secara umum. Tak sedikit ruang kelas penuh sesak namun mutu pendidikan kalah jauh dari sekolah negeri yang ada. Label Sekolah Standar Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Berstandar Internsional (RSBI) bertebaran sebagai nilai unggul yang ditawarkan sekolah berplat merah nan terus digaungkan. Bahkan kedisiplinan yang kuat rata-rata hanya dimiliki oleh sekolah yang berbasis nonmuslim. Bagaimana sekolah Muhammadiyah akan mengimbangi ini, minimal setara dengan sekolah negeri. Pasalnya Muhammadiyah organisasi yang besar, tanah wakafnya saja 20 kali luas Singapura. Sudah seharusnya ruh di Muhammadiyah mampu membesarkan ghirah dalam memperjuangkan kualitas pendidikan di perguruan Muhammadiyah.
Ustad Hima meyakini empat pilar pendidikan yang harus dipedomani dan diperjuangkan. Pertama tentang keberadaan Al-Islam dan kemuhammadiyahan. Kedua, tata kelola sekolah Muhammadiyah yang bersifat koletif kolegial dimana kepemimpinan tak hanya didasarkan atas satu figur semata. Ketiga, kader Muhammadiyah sebagai sumber daya manusia dalam menjalankan Lembaga Pendidikan Muhammadiyah, dan terakhir pelibatan Masyarakat dan orang tua siswa dalam pengelolaan Pendidikan Muhammadiyah.
Bagi laki-laki penyuka Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho mengagendakan sebuah misi yang mampu mengubah paradigma berpikir guru. Pertama Mplus harus memiliki manajemen sekolah yang berbeda dibanding sekolah lainnya. Berfikir out of the box dan out of comfort zone dalam pengelolaan sekolah akan mengubah pola pikir dan etos kerja setiap civitas sekolah. Sebuah misi awal yang tak sederhana, ada yang ingin ia ubah dari mindset orang kebanyakan. Paradigma Masyarakat terhadap guru yang sudah ada, selalu ntrimo terhadap keadaan bahkan dalam konteks prestasi. Etos kerja rendah tak akrab dengan kata inovasi, kadang tidak percaya diri terhadap apa yang akan dilakukan. Kunci awal mulanya ada pada guru. Pendidik yang memiliki kepercayaan diri, keberanian dan jiwa kompetitif akan mampu memunculkan murid yang berani berkompetisi meraih prestasi terbaik. Dengan iklim persaingan di dalam lembaga pendidikan akan memunculkan potensi-potensi peserta didik yang sering kali tak nampak dan belum tergali dari awal. “Muhammadiyah harus memiliki semangat baru, berani bersaing dengan sekolah plat merah tanpa takut kalah,” ujarnya.
Sekolah yang menawaran konsep full day school dengan 33 ekstrakurikuler untuk mengembangkan bakat minat siswa dengan tagline Sekolah Para Juara ini, perlahan namun pasti membuktikan keunggulannya. Tahun 2009 juara I tata upacara bendera dan baris berbaris tingkat kabupaten. Tak hanya itu, lulusan pertama Ujian Nasional peringkat 4 sekolah negeri swasta kabupaten Magelang, dan ditahun-tahun selanjutnya selalu bertengger di tiga besar sekolah negeri dan swasta dan peringkat satu sekolah swasta di kabupaten Magelang. Pun mampu meraih peringkat 13 provinsi Jawa Tengah di tahun ke-delapan.
Bahkan di tahun yang sama sekolah ini menyabet juara I Lomba Kreasi Tari dalam ajang FLS2N tingkat Nasional. Selain itu Ustad Hima juga menggagas program sister school bekerjasama dengan sekolah menengah kebangsaan Aminudin Baki Kuala Lumpur Malaysia. Tidak diwajibkan, hanya yang berminat namun mampu menarik lebih dari 25 siswa untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman inernasional di Malaysia dan Singapura. Hal ini berbanding lurus dengan branding Mplus yang makin menguat dan peminat siswa baru yang semakin meningkat.
Lelaki yang berkiblat pada Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia pertama ini memiliki cara khas dalam meneladani kejuangan sang jenderal. Dia melakukan terobosan baru yang kreatif dan futuristik tak sekedar pasif menerima previlege warisan Kiai Dahlan tanpa pembaruan. Kiprahnya di dunia pendidikan mencetuskan konsep baru dalam merancang sekolah menengah atas. Ia memadukan konsep pesantren dengan konsep kemiliteran dan kepanduan, sehingga lahirlah SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring.
Bukan hal yang mudah memulai dari nol setelah dua kali babat alas di lembaga keuangan selama delapan tahun pun sepuluh tahun di SMP MPlus Gunungpring, saat usianya tak lagi muda. Sekolah baru pasti menuntut stamina dan energi yang prima. Dukungan keluarga yang sangat besar meringankan langkah meniti kembali tangga-tangga kesuksesan. Sebuah narasi ia gulirkan tuk menambah keyakinan pada ketiga putranya, trio Farras dan istrinya tercinta.
“Ini usaha bapak untuk memberikan hal positif buat kalian. Nanti suatu saat kalau Bapak sudah nggak ada orang-orang akan menyampaikan pada kalian bahwa Bapak telah membangun nama baik untuk kalian sandang sehingga kalian bersyukur punya bapak seperti Pak Hima.”
Begitu kokoh dan menyentuh jiwa. Dia tak hanya tinggalkan legacy namun jejak perjuangan untuk Muhammadiyah dalam membangun sistem pendidikan di SMP Muhamadiyah Plus Gunungpring dan SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring. Tak hanya melahiran sekaligus menjadi kepala sekolah yang pertama. Bahkan dari dua sekolah tadi telah menjadi icon PRM Gunungpring yang mengantarkannya sebagai PRM terbaik nasional dalam penilaian Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2017.
Ustad Hima mengambil konsep baru dengan tujuan membentuk generasi muda yang memiliki jiwa pemimpin. Oleh karenanya kurikulum yang diusung memadukan konsep kurikulum pemerintah, ketarunaan dan kemuhammadiyahan. Jiwa kepemimpinan yang kuat dibentuk dengan cara yang khas. Dalam bayangannya taruna adalah orang-orang muda yang dinamis, energik dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat.
“Ingat Ustad Iqbal, Jenderal Soedirman seorang panglima besar TNI kebanggaan bangsa Indonesia lahir dari rahim Muhammadiyah. Kenapa beliau berjuang dengan sangat hebatnya, karena nilai-nilai keMuhammadiyahan sudah merasuk ke dalam jiwanya. Meski tak harus lulusan Tarunamu masuk ke dunia ketentaraan, tapi mental itu yang diterapkan”, pungkasnya dalam sebuah tayangan channel youtube sekolah.
Sekolah yang diimpikan mampu melahirkan kader pimpinan masa depan setangguh Jenderal Besar Sudirman, Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, Ir Juanda. Pun juga menjadi pengusaha muslim taat yang tertanam dalam jiwanya jiwa kepimpinan yang terkandung nilai Muhammadiyah dalam dirinya. Dan pada akhirnya apa yang ditabur sudah mulai dituai, nampak nyata di tahun kelima ini alumni SMA TarunaMu diterima di Akmil, SPN Polda DIY, UGM, UMS, UNSOED, STAN, Poltekim maupun akademi penerbangan.
Kesan mendalam disampaikan Pak Tafsir Ketua PWM Jawa Tengah.
“Siapa dibalik kesuksesan berdirinya kedua sekolah tersebut, tak lain adalah seorang yang bernama Hima Sugiyarto. Di tangan dingin beliaulah kedua sekolah yang luar biasa ini dilahirkan sekaligus juga sebagai kepala sekolah pertamanya.”
Kata-kata dari Pak Tafsir Semakin dikuatkan oleh pernyataan Pak Mukti Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah
“Kata kunci atau rahasia dibalik keberhasilan pendidikan Muhammadiyah di Gunungpring adalah kualitas dan distingsi. Sejak awal berdiri sekolah dirancang dan dikembangka sebagai lembaga pendidikan yang unggul. Kedua adalah distingsi. Secara sederhana distingsi berarti memilki ciri khas yang membedakan dari yang lain. SMA tarunaMu merupaka Lembaga pendidikan yang mampu mengisi ruang kosong (filling the gap) itu.”
Bagi Ustad Hima, perjuangan itu tak memiliki akhir. Sebuah cita-cita yang masih tertanam di hati jika satu saat tak lagi bertugas di AUM Gunungpring. Ia tetap ingin berkhidmat di Muhammadiyah Gunungpring. Sebuah keinginan yang tak semua orang memilikinya untuk tetap berjuang dengan versi yang lain.
Efi Nurul Utami, S.Pd, Kepala SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring Muntilan, Magelang
Sumber: Sebuah Memoar Hima Sugiyarto Melangkah dengan Bismillah, Irfa Hudaya, Kana Mulia, 2022