Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (18)

Publish

4 January 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
505
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

 Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (18)

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra

Dengan merujuk kepada Yunahar Ilyas di dalam buku Kuliah Akhlaq (hlm. 83), telah diuraikan di dalam “Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah” (17) bahwa cinta karena Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan salah satu wujud benar pergaulan (“sidq al mu’amalah”). Suami yang mencintai istrinya karena Dia, mempunyai spirit yang luar biasa dahsyatnya di dalam pergaulan yang benar. Dia benar di dalam pergaulan tidak hanya dengan istrinya, tetapi juga dengan keluarga istrinya. Bahkan, dia benar juga di dalam pergaulan dengan masyarakat tempat tinggal istrinya.  

Kiranya masih ada hal penting yang perlu mendapat perhatian juga bagi suami berkenaan dengan benar di dalam pergaulan. Sejak secara sah menjadi suami, tanggung jawab yang sebelumnya terletak pada orang tua istrinya, beralih pada dirinya. Dengan kata lain, terjadi serah terima jabatan kepala keluarga. Hal ini berarti bahwa suami bertanggung jawab tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat, yakni bersama istri sampai surga! 

Perubahan tersebut memerlukan kesiapan mental semua pihak. Orang tua harus ikhlas menerimanya. Hal ini memang sangat berat, lebih-lebih bagi orang tua dari istri. Mengapa? Selama bertahun-tahun dalam rengkuhannya, tetapi setelah menikah, anaknya harus diserahkan kepada menantunya. Saat Idul Fitri, saat yang penuh kebahagiaan, anak perempuannya sebelum menikah, selalu dapat berkumpul. Namun, sesudah menikah, dia belum tentu dapat berkumpul karena harus mendampingi suaminya. 

Sementara itu, suami tetap menjadi anak lelaki dari orang tuanya.  Namun, suami yang mencintai istrinya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, memperlakukan mertuanya dengan cara yang  memuliakannya. 

Di dalam kenyataan ada lelaki yang setelah menikah terhadap orang tua kandungnya pun kurang baik dalam bergaul apalagi terhadap mertuanya. Terpujikah akhlak anak jika dengan dalih sibuk, dia tidak mengunjungi orang tuanya dalam waktu yang sangat lama; tidak mau menerima telepon dari orang tuanya, tidak membalas sms, atau WA, dan tidak pernah pula memberikan hadiah pada saat tertentu? Memang, orang tua tidak pernah berharap memperoleh balasan apa pun, tetapi anaklah yang berkewajiban berbakti. 

Betapa orang tua, lebih-lebih ibu, telah dengan penuh kasih sayang mengasuh. Sejak anak di dalam rahimnya, Ibu tidak pernah mengeluh meskipun kondisi fisiknya makin lemah. Dia tetap bahagia dan makin mendekat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui salatnya, puasanya, mengajinya, dan ibadah lainnya.

Di dalam “Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah” (IAMKS) 18 ini diuraikan benar kemauan, benar janji,  dan benar kenyataan.

Benar Kemauan ("shidq al-’azam")

Menurut Yunahar Ilyas, keyakinan pada kebenaran keputusan yang akan diambil menjadi dasar tindakan.  Hal itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an Ali ‘Imran (3): 159

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا نْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَا عْفُ عَنْهُمْ وَا سْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَ مْرِ ۚ فَاِ ذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad,  bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."

Kiranya ayat tersebut merupakan salah satu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berisi juga ajaran Islam yang berkaitan dengan benar kemauan. Di dalamnya terdapat  tuntunan agar tiap muslim mempunyai kemauan bermusyawarah. Hal ini berarti bahwa tiap muslim harus bersedia menerima kritik dan di sisi lain dikondisikan agar dapat memberikan kitik yang konstruktif.   

Cukup banyak pernikahan berakhir dengan perceraian karena suami tidak mengamalkan ayat tersebut. Dikatakan demikian karena ada suami yang berkemauan keras untuk mencapai tujuan tertentu sekadar sebagai ikhtiar memenuhi keinginannya, bukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bukankah ada perbedaan antara keinginan dan kebutuhan? 

Benar Janji (shidq al-wa’ad)

Di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Ali ‘Imran (3): 159 sebagaimana telah dikutip, terkandung pengertian bahwa ‘azam (keputusan hati) hakikatnya merupakan janji yang wajib dilaksanakan. Tiap muslim wajib melaksanakan janjinya. Bahkan, menurut HR Ahhmad sebagaimana dijelakan oleh Yunahar Ilyas di dalam Kuliah Akhlaq (hlm.83), kepada anak kecil pun janji wajib dipenuhi.

Jika tidak melaksanakannya, berarti ada sifat munafik pada dirinya. Ingkar janji merupakan salah satu sifat orang munafik sebagaimana dijelaskan di dalam HR Muslim.

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

"Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zalim,"

Orang munafik  adalah pendusta sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat al-Munafiqun (63): 1

اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِ ۘ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُهٗ ۗ وَا للّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَـكٰذِبُوْنَ 

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa engkau adalah rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta."

Hukuman bagi pendusta adalah azab yang sangat pedih  sebagaimana dijelaskan, di antaranya, di dalam Al-Qur'an surat al-Baqarah (2}:  10

فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ‌ۚ وَّلَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۙۢ بِمَا كَانُوۡا يَكۡذِبُوۡنَ

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih karena mereka berdusta.” 

Sementara itu, di dalam surat Ali 'Imran (3): 61 Allah Subḥanahu wa Ta'ala berfirman

فَمَنْ حَآ جَّكَ فِيْهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَا لَوْا نَدْعُ اَبْنَآءَنَا وَاَ بْنَآءَكُمْ وَنِسَآءَنَا وَنِسَآءَكُمْ وَاَ نْفُسَنَا وَاَ نْفُسَكُمْ ۗ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَّعْنَتَ اللّٰهِ عَلَى الْكٰذِبِيْنَ

"Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), "Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."

Nauzubillah!

Sementara itu, orang-orang yang memegang amanat dan janji adalah termasuk oranng yang beruntung sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat al-Mukminun (23): 8 

وَا لَّذِيْنَ هُمْ لِاَ مٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَا عُوْنَ 

"Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya,"

Benar Kenyataan ("shidq al-hal")

Tiap muslim wajib benar kenyataan. Maksudnya, dia tampil sebagaimana keadaan yang sebenarnya. Karena sadar bahwa tiap muslim wajib berakhlak mulia,  akhlak mulia yang ditampilkannya adalah benar-benar keadaan yang sebenarnya. Dia sama sekali tidak merekayasa tampilan dirinya agar dianggap berakhlak mulia.

Suami yang mengamalkan akhlak benar kenyataan tidak berusta kepada istrinya. Dia sadar bahwa pendusta merupakan sifat orang munafik sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat surat al-Munafiqun (63): 1 (sebagaimana telah dikutip), dilaknat dan diazab.dengan azab yang sangat pedih oleh Allah Subḥanahu wa Ta'ala..

Allahu a’lam

Mohammad Fakhrudin, 
warga Muhammadiyah, 
tinggal di Magelang Kota 

Iyus Herdiyana Saputra, 
dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah, 
Universitas Muhammadiyah Purworejo


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Bermuhammadiyah Ala Abdul Mu’ti Oleh: Saidun Derani Pada kesempatan Silaturahmi dan Halal Bi....

Suara Muhammadiyah

24 April 2024

Wawasan

Benarkah Orang yang Tidak Religius Lebih Sukses? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Un....

Suara Muhammadiyah

5 July 2024

Wawasan

Melestarikan Alam untuk Kemakmuran Bersama Oleh: Suko Wahyudi Tingginya tingkat kerusakan lingkun....

Suara Muhammadiyah

27 September 2023

Wawasan

Membaca Realitas: Posisi Pemuda sebagai Pelopor Perubahan Oleh: Agusliadi Massere Dalam catatan se....

Suara Muhammadiyah

25 October 2023

Wawasan

Keniscayaan Lingkungan dalam Industri Pertambangan Oleh: M. Azrul Tanjung, Ketua Majelis Lingkungan....

Suara Muhammadiyah

9 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah