YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pagi ini, ruang serbaguna dari sebuah gedung DPD terasa sesak. Terlihat di sebelah kanan pintu lobby, sekelompok anak muda sedang berkumpul. Mereka membicarakan beragam permasalahan bangsa dan sengkarut problem sosial yang ada. Sekelompok anak muda dengan almamater mereh tersebut ternyata membedah sebuah buku tentang pikiran, gagasan, serta peran seorang tokoh Muhammadiyah dalam merawat keutuhan Indonesia. Tokoh yang diautopsi pikiran serta gagasannya itu tak lain adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
Dalam kesempatan tersebut Haedar menegaskan bahwa dalam membangun kerukunan di Indonesia, moderasi kebangsaan harus terus didialogkan. Melibatkan seluruh elemen untuk bersama-sama menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia.
Salah satunya melakukan moderasi di sektor Pendidikan Islam yang telah menjadi ranah berkiprah bagi Muhammadiyah sejak lama. Hal ini menurutnya harus menjadi titik tumpu yang teguh dalam mengaplikasikan Pancasila dan UUD 1945. Agar tidak terjadi tarik menarik antara ekstrim kiri maupun kanan, sudah saatnya Pancasila menjadi laku bagi segenap warga bangsa. Usaha ini dirasa sangat perlu dikarenakan Pancasila merupakan buah pemikiran yang menghasilkan sikap moderat.
“Ketika saya mendalami betul pemikiran para tokoh-tokoh Indonesia, saya sampai pada kesimpulan bahwa konstitusi kita (Pancasila) merupakan buah dari pemikiran yang moderat. Karena perdebatan dalam BPUPKI sarat akan pemikiran yang beragam, sehingga hal ini merupakan kompromi moderat yang dalam Muhammadiyah menjadi fiqih politik darul ahdi wa syahadah,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, tak heran jika Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan menyebut Guru Besar Sosiologi UMY tersebut sebagai sosok yang patut ditauladani. Ia tak ragu mengatakan bahwa wawasan dan pengetahuan Ketua Umum PP Muhammadiyah tentang keindonesiaan menempatkannya sebagai guru bangsa.
Tak lupa ia juga memberikan apresiasi atas terbitnya buku Moderasi Keindonesiaan dalam Pendidikan Islam yang menurutnya sangat penting. Mengulas berbagai ide dan gagasan sang tokoh yang memiliki berbagai pengalaman dan pandangan tentang moderasi. Ide serta gagasan tersebut ditulis oleh salah satu kader terbaik IMM Kota Yogyakarta, Akmal Ahsan. Buku terbaru terbitan Suara Muhammadiyah tersebut mengulas berbagai macam hal, tentang keindonesiaan yang majemuk, toleran, plural, dan anti terhadap segala bentuk kekerasan.
“Buku adalah dokumentasi dari sebuah pemikiran dan perbuatan,” ujarnya.
Selain itu, Suwondo juga menekankan pentingnya literasi bagi kaum muda untuk membangun Indonesia masa depan. Dan yang tak kalah penting, ia mendorong generasi muda untuk tak berhenti berjuang dalam memajukan Indonesia.
“Hanya pejuang yang quotenya enak didengar. Kalau qoute dari mereka yang minim perjuangan, kita malas mendengarnya,” tegasnya. (diko)