Islam Wasathiyah Mesti Jadi Denyut Nadi Berkehidupan Umat Islam

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
144
Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Foto: Cris

Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Foto: Cris

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pengajian Ramadhan 1446 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahad (2/3) menghadirkan Dewan Pakar Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani PP Muhammadiyah Zakiyuddin Baidhawy sebagai narasumber.

Ia mengatakan bahwa, Islam Wasathiyah (Islam yang moderat, Islam jalan tengah) telah menjadi diskursus sejak dekade ke-90.

“(Saat itu) terjadi konflik dan perang dingin yang cukup lama, memang harus ada kekuatan penengahnya. Dan Islam diharapkan menjadi jalan tengah (penengah) di antara konflik itu,” katanya.

Pada fase-fase berikutnya, muncul gagasan tentang Muslim Moderat semakin didorong sebagai wacana utama, berhadapan dengan kelompok fundamentalis, jihadis, ekstremis, hingga muslim konservatif. Narasi ini terus berkembang, terutama dalam konteks politik global.

“Ini merujuk pada tahun 2015, di mana Pew Research Center menerbitkan sebuah survei “The World’s Muslims: Religion, Politics, and Society. Intinya ingin menggiring bahwa Islam moderat itu adalah Islam sebagaimana dikehendaki oleh ideologi barat yang sekuler, liberal, dan tenokratis,” urainya.

Lebih lanjut, Zakiyuddin menyoroti bagaimana para orientalis, kaum konservatif Barat, dan kelompok sekuler dogmatis memanfaatkan survei tersebut untuk mengasingkan Muslim secara global dari Barat. “Ini menjadi bagian dari upaya melanjutkan agenda politik tertentu,” tambahnya.

Zakiy mengutip pandangan sejarawan Amerika Serikat Bernard Lewis. Bahwa krisis utama Islam terletak pada keyakinan fundamental tentang ketundukan mereka pada kehendak Tuhan, mencegah kemampuan mereka untuk maju dan berkembang di dunia sekuler yang modern.

“Baginya, Islam adalah alasan dari banyak masalah yang terjadi di dunia Islam,” katanya dengan mengutip Bernard Lewis dalam The Crisis of Islam: Holy War and Unholy Teror, New York: Random Hose Trade Paperbacks, 2004.

Karena itu maka, dibutuhkan pemahaman yang lebih utuh mengenai Islam Wasathiyah. Bahwa Islam Wasathiyah punya pijakan yang sangat kuat di dalam Al-Qur’an maupun al-hadis. Tersebut di Qs al-Baqarah [2] ayat 143 (umat Islam mesti berada di garis tengah (umat pertengahan)), Qs al-Baqarah [2] ayat 238 (umat Islam ada di khittah pertengahan), Qs al-Qalam [50] ayat 28 (pentingnya bersikap adil, bijak, dan berilmu) dan Qs al-Adiyat [100] ayat 5 (umat Islam selalu berada di jalan tengah, tidak terlampau ke kiri dan ke kanan).

“Umat Islam yang Wasathiyah adalah umat yang berada di posisi tengah dalam agama. Rasulullah Saw sendiri mengajarkan kita untuk berada di posisi tengah, tidak berlebihan dalam beragama, dan tidak juga lalai,” jelasnya.

Bagi Zakiy, kata Wasathiyah di sini bukan semata-mata sebagai posisi tengah. Namun, di dalamnya ada kandungan makna i'tidal (adil), tawazun (seimbang), dan pilihan terbaik.

“Di situ ada makna unggulan di dalam kata-kata Wasathiyah itu. Wasathiyah sebagai keseimbangan adalah istilah untuk menggambarkan cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan, kemanusiaan, dan kesetaraan,” tegasnya.

Di sinilah perlu dilakukan pengembangan Wasathiyah ke arah yang lebih luas lagi. Rektor UIN Salatiga itu membentangkan di antaranya tasamuh (toleransi, empati, simpati), syu’ra (dialogis, musyawarah, kolaboratif), Qudwah (keteladanan, pembiasaan), Islah (kedamaian, resolusi konflik, mediasi, nirkekerasan), dan Muwa’tanah (nasionalisme).

Sementara, Ahmad Muttaqin, Sekretaris Majelis Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Majelis Diktilitbang) PP Muhammadiyah mengetengahkan, Wasathiyah menuntut sikap seimbang antara kehidupan individu dan masyarakat, lahir dan batin, serta duniawi dan ukhrawi.

“Wasathiyah tidak mengarah pada toleransi terhadap sekularisme politik dan permisivisme moral. Karena islam adalah agama Wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berpikir dan bersikap bagi umat Islam,” ungkapnya.

Pada proses pengejawantahannya dalam sikap sosial, Wasathiyah menempatkan pada sikap tegas dalam pendirian, luas dalam wawasan, dan luwes dalam sikap. Lalu menghargai perbedaan pandangan atau pendapat, serta memajukan dan menggembirakan masyarakat.

“Memahami realitas dan prioritas, menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu. Dan memudahkan pelaksanaan ajaran agama,” tambahnya. (Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

ACEH SELATAN, Suara Muhammadiyah - Lazismu dan MDMC Aceh Barat Daya bersama dengan Relawan Muhammadi....

Suara Muhammadiyah

2 December 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah dan Badan Informasi Geospasial (BIG) resmi menja....

Suara Muhammadiyah

8 November 2024

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah – Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ....

Suara Muhammadiyah

28 November 2024

Berita

MALAYSIA, Suara Muhammadiyah - SD Muhammadiyah Sapen terus mengembangkan kolaborasi internasional de....

Suara Muhammadiyah

9 October 2024

Berita

BANTUL, Suara Muhammadiyah - Pemerintah serentak mulai 15 Januari 2024 selenggarakan SUB Pekan Imuni....

Suara Muhammadiyah

16 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah