Juru Masak
Oleh: Iu Rusliana, Dosen Program MM Uhamka Jakarta, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat
Pemimpin itu kadang-kadang menjadi juru masak (koki). Menu apa yang akan disajikan, dia bersama timnya yang mendesain. Tentu dengan terlebih dahulu menanyakan kepada keluarga atau konsumen, menu apa yang diinginkan. Menu mana yang paling diminati, menjadi menu unggulan restoran. Bukan tugas koki untuk menanyakan, tetapi juru masak tentu tahu karena dilaporkan pegawai bagian layanan. Tapi, pada momen spesial, koki datang langsung, bertanya tentang rasa makanan tersebut.
Langkah mendengar, mempelajari ini namanya belanja masalah. Sebagai pemimpin baru, Anda harus melakukan itu. Masalah apa yang sesungguhnya terjadi, tidak cukup dengan praduga, apalagi asumsi. Tapi, harus dicermati, diteliti, lebih mendalam lagi. Mendengarkan, mencatat, berdiskusi, dan membuat bagan langkah penyelesaian masalah. Dalam berstrategi, menjadi juru taktik terbaik.
Cermat mendengar multipihak, jangan sebagian, atau faksi tertentu saja. Saling menjelekkan kelompok satu dengan yang lainnya hal biasa, apalagi menjilat Anda. Biasa-biasa saja, begitulah sifat manusia. Berlomba mencari posisi di sekeliling kita saat Anda berkuasa. Jangan terpengaruh, terpancing, dan berkecenderungan pada grup tertentu. Tegak lurus objektif, analisis kritis, libatkan anak muda, para senior yang idealis bahkan pihak luar yang boleh jadi melihat sisi lain yang lebih utuh. Helicopter view, begitu istilahnya. Melihat persoalan dari semua sudut pandang, dari atas, luas, sehingga gambaran besar atau pola menyeluruh bisa dipahami.
Setelah ditetapkan menu atau rencana, bersama tim mencoba menyusun sampai langkah detailnya. Ingat, gagal merencanakan, sedang menjemput kehancuran. Baik merencanakan, sedang menata keberhasilan. Tapi, rencana yang baik hanya bisa dilakukan dengan informasi yang utuh. Itulah kenapa, dalam perang, perlu daya dukung inteligen untuk memetakan suatu daerah yang akan diserang. Inteligen salah memberi info, kocar-kacirlah pasukan, gugurlah para pejuang.
Rumusnya seperti pada artikel lama yang pernah dipublikasikan. Rencana yang baik harus SMART, spesifik, terukur, dapat dicapai, target hasilnya jelas, dan dapat ditentukan waktu capaiannya. Bukan sekadar impian tanpa basis evaluasi diri. Bedanya pemimpi dengan pemimpin ya di sini. Antara orang omong besar dan pekerja keras akan terlihat. Pemimpi hanya berkhayal, pemimpin sedang menata mencapai tujuan yang direncanakan.
Mesti diingat, jangan abaikan yang detail dan sederhana. Konon, setan itu bernama yang kecil-kecil. Selesaikan dengan baik agar tidak mengganggu. Berproses bertahap dan jangan memperbanyak musuh. Kompromi, ngopi, dan lihatlah perspektif yang lebih besar. Abaikan ego dan kepentingan pribadi, mengalah dan berbesar hati. Jangan sampai kebencian personal menjadi penghalang tujuan organisasi yang lebih besar.
Belum lagi, dalam organisasi itu selalu ada gula-gula. Berusahalah menahan diri karena serakah membawa pada sikap tak pernah merasa cukup. Jagalah hati, ukur kepantasan diri. Buat sistem berupa kaidah, Standar Operasional Prosedur (SOP), pedoman, panduan, petunjuk teknis, dan petunjuk pelaksanaan. Dokumen administratif akan menjadi seonggok kertas dan catatan, jika tidak dilaksanakan. Di situlah fungsi kepemimpinan, agar rencana perbaikan secara bertahap dilaksanakan. Agar kepentingan pribadi dibatasi dan organisasi terus membesar, menebar manfaat pada sesama.
Menahan diri juga termasuk dalam hal tampil di publik. Karena bukan kontes kejuaraan masakan, Anda tak perlu sering tampil bak selebriti. Sekali-kali datanglah sebagai konsumen. Dengarkan keluh kesah nyata tentang rasa. Ingat, koki akan senang ketika masakannya dinikmati dan dikatakan enak oleh banyak orang tanpa tahu siapa yang memasaknya. Masakan di retoran tidak akan dikenal kokinya, tetapi menu makanan terbaiknya.
Tidak semua pimpinan bersedia menjadi koki. Lebih senang banyak tampil di podium, berbusa-berkata. Bahkan ada loh yang meminta diundang segala. Walau boleh jadi, pidatonya gak jelas ngelantur ke mana-mana, tak punya karya nyata.
Tentu saja, alangkah idealnya, ya koki, ya singa podium pembakar semangat para anggota. Mendesain gerakan, menggerakkan dengan lihai, kuat jejaringnya, jago mencari sumber daya dan mendistribusikannya. Rajin tampil di panggung untuk meluaskan semangat kebaikan dan memahamkan visi-rencana kerjanya. Tapi, untuk seperti itu tidaklah mudah, tidak banyak orang yang bisa. Walau ada di ruang sunyi, paling gampang, jadilah koki saja. Wallaahu’alam.


