Milad IMM 61: Menghidupkan Ruh Cendekiawan Berpribadi
Oleh: Adrian al-fatih, Ketua Umum DPD IMM Sulsel
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang hari ini usianya sudah menginjak 61 tahun telah melawati episode sejarah yang panjang sejak dideklarasikan pada 14 Maret 1964. Kelahiran IMM yang merupakan sebuah keniscayaan sejarah ini, setidaknya dilatar belakangi oleh dua faktor utama. Pertama tentu saja secara internal yang sarat visi ideologis. Meluasnya sayap Gerakan dakwah Muhammadiyah dibidang pendidikan utamanya dengan pendirian beberapa perguruan tinggi telah melahirkan kesadaran kolektif secara ideologis untuk melahirkan satu wadah yang diproyeksi menjadi ruang penyemaian nilai-nilai ideologis persyarikatan, pelopor kader intelektual penyempurna dakwah Muhammadiyah.
Latar belakang kedua adalah faktor eksternal yang merupakan sebuah respon intelektual atas situasi kebangsaan yang kompleks pada saat itu. Dari sini kita membaca bahwa IMM dalam perjalanan kesejarahannya telah kenyang pengalaman akan dinamika kebangsaan dan keummatan. Menapaki usia yang sudah lebih dari setengah abad ini, IMM penting untuk mengajukan satu pertanyaan serius tentang akan kemana arah (Quo vadis) Gerakan organisasi ini dimasa yang akan datang. Meskipun hari-hari ini situasi kebangsaan dalam suasana yang kelabu karena semakin menggilanya praktik korupsi dan nepotisme kekuasaan, menyusul yang mutakhir pembahasan RUU yang mengancam supremasi sipil dan pengkhianatan cita reformasi, Milad tetaplah momentum yang baik untuk melalukan refleksi yang dalam, mengaktifkan fungsi kritis-korektif-konstruktif IMM dan Menyusun Langkah-langkah progresif organisasi dalam merespon tuntutan kemajuan Gerakan hari ini.
Refleksi Nilai Dasar Ikatan sebagai Kompas Gerakan
Nilai dasar Ikatan (NDI) adalah salah satu dari bagian integral rumusan teks ideologi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Secara historis, dokumen Nilai dasar ikatan ini diputuskan dalam muktamar IMM ke VII pada tahun 1992 di Purwokerto Jawa Tengah. NDI adalah pilar yang mengokohkan keparipurnaan konsepsi idealitas ideologi IMM. Apa yang kita baca tentang Trilogi Gerakan dan Tri kompetensi kader, Enam penegasan dan falsafah Gerakan adalah alas ideologis dalam menerjemahkan visi utama utama ikatan untuk menjadi rahim bagi lahirnya para akademisi islam yang bermoral, berakhlak mulia.
Adapun NDI ini merupakan ikrar yang mengukuhkan identitas utama IMM sekaligus menegaskan keberpihakan IMM dan tanggung jawabnya dalam menjawab tantangan Sejarah yang kompleks dan dinamis. Poin pertama dari Nilai dasar ikatan yaitu, bahwa IMM adalah Gerakan mahasiswa yang bergerak pada tiga bidang (Kemahasiswaan, Keagamaan, Kemasyarakatan). Gerakan kemahasiswaan yang dimaksud adalah setiap kader IMM bertanggung jawab menghidupkan iklim intelektualitas sebagai Masyarakat kampus yang ilmiah. Pada posisi ini IMM harus terus menumbuh kembangkan tradisi keilmiahan guna menjaga muruwah dan khittah setiap universitas sebagai benteng moral-intelektual. Gerakan keagaaman dimaksudkan agar setiap kader IMM tidak mengalami kegersangangan spiritual dalam mengemban misi intelektualnya, sedang Gerakan kemasyarakatan adalah ruang aktualisasi konkrit dalam tugas sosial menebar kebajikan dan kebermanfaatan kepada sesama.
Kedua disebutkan bahwa segala bentuk Gerakan IMM tetap berlandaskan kepada agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmatan lil ‘alamin. Dalam penegasaannya, IMM menyebut dirinya sebagai organisasi gerakan mahasiswa Islam. Apalagi sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, IMM haruslah menampilkan wajah gerakan yang berkesesuaian dengan visi persyarikatan. Sebagai anak dari gerakan Islam yang berkemajuan, IMM mewarisi keteguhan tauhid dan spririt inklusivisme Islam yang berwawasan progresif-ijtihady, penuh Rahmah dan pencerahan (at-tanwir).
Ketiga, segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkararan adalah lawan besar gerakan IMM dan perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader IMM. Sebagai organisasi yang mengusung gerakan profetis, maka tidak boleh ada kegentaran bagi IMM dalam memperjuangkan dan membela kebenaran. Dalam menjalankan fungsi responsive dan social control-nya IMM harus mengedepankan prinsip yang bil hikmah, tidak reaktif dan reaksioner, serta selalu dipandu oleh moral dan rasionalitas ilmiah sehingga terhindar dari kubangan pragmatisme jangka pendek yang rendahan.
Keempat, sebagai Gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan beranggotakan individu-individu mukmin maka kesadaran melaksanakan syariat Islam adalah suatu kewajiban sekaligus mempunyai tanggung jawab untuk mendakwahkan kebenaran ditengah Masyarakat. Kader IMM harus built in dalam dirinya kesadaran sebagai abdillah (hamba Allah) yang mempunyai tanggung jawab kehambaan menjalankan perintah-Nya (terlebih yang wajib) dan senantiasa berorientasi dakwah dalam setiap amaliyah berorganisasi. Sekali lagi, IMM tidak boleh kering dimensi moral-spritualnya.
Kelima dari NDI disebutkan bahwa kader IMM adalah inti sel Masyarakat utama yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan Nabiyullah Muhammad Saw. Poin terakhir ini mempersyaratkan kualitas sumber daya kader yang unggul dan inilah tantangan Sejarah yang harus dijawab oleh IMM. Boleh jadi inti sel yang dimaksud dalam mewujudkan Masyarakat utama ini adalah kader dengan kualitas Cendekiawan Berpribadi.
Menghidupkan Ruh Cendekiawan Berpribadi
Tidak berlebihan kiranya jika kita menyebut bahwa cendekiawan berpribadi adalah trand mark (ikon gerakan) IMM yang mendifferensiasinya dengan identitas gerakan yang lain. Ini bukanlah klaim simbolistik semata, dalam mars perjuangan pun tertulis dengan jelas bahwa “kitalah cendekiawan berpribadi”. Secara sederhana Cendekiawan yang dalam bahasa Yudi Latief disebut sebagai inlegensia, yaitu kaum yang tercerahkan, cerdas dan punya keluasan pengetahuan. Lalu bagaimana IMM menerjemahkan cendekiawan berpribadi itu?
Termaktub dengan jelas bahwa tujuan IMM adalah Mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Itulah mengapa identitas yang super subtantif bagi IMM sebagai Organisasi Mahasiswa Islam adalah ciri akademisinya, semangat kecendekiawanan. Akademisi dalam pengertian IMM setidaknya mempunyai dua pengertian. Pertama dalam arti formal, yaitu ketertiban studi-akademik yang harus selalu dipacu kejenjang yang lebih tinggi. Kedua, akademisi dalam pengertian yang lebih holistik yaitu kader dengan kecakapan intelektual yang kuat dan senantiasa merawat tradisi keilmiahan.
Dalam banyak kesempatan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir sering memesankan agar IMM senantiasa meghidupkan spirit Ulul Albab dan ar-rasikhuna fil ‘ilm (kedalaman pengetahuan). Menurutnya IMM lah yang bertanggunggung jawab ketika ada yang mengatakan Muhammadiyah kurang tajdidnya. Ini tentu bukan tanpa alasan, dalam pola segmentasi gerakan ortom IMM lah yang menjadi juru bicara ideologis Muhammadiyah di basis perguruan tinggi yang merupakan puncak dari hierarki struktur formil Pendidikan berisikan Masyarakat intelektual-ilmiah. Maka kaderisasi IMM diharapkan menjadi dapur ideologis yang mencipta intelektual berkemajuan, cendekiawan berpribadi itu. IMM tidak boleh loyo dalam kerja-kerja intelektual.
Cendekiawan berpribadi adalah mereka dengan karakteristik akademis yang kuat, menampilkan keteladanan intelektual, memiliki komitmen moralitas yang tinggi serta berkhidmat kepada kepentingan kemanusiaan. Model cendekiawan seperti inilah yang dimaksud oleh Antoine Gramsci sebagai kelompok intelektual organik, yaitu mereka yang menjadikan ilmunya untuk melakukan pencerahan dan menjadi social problem solver ditengah masyarakat. Cendekiawan Berpribadi pulalah yang menjadi jawaban (antitesa) dari apa yang diistilahkan Julian Benda tentang La Trahison des Clercs (penghianatan kaum intelektual).
Menghidupkan ruh cendekiawan berpribadi IMM adalah soal komitmen membangun tradisi keilmuan, tradisi iqra. Jika kita meminjam konstruksi Amin Abdullah tentang nalar yang berkemajuan, maka kita dapat menuliskan tiga karakter kunci cendekiawan berpribadi. Pertama, memiliki nalar theologis (ar-ru’yah al-ilahiyah). Seorang kader IMM haruslah tuntas dan kuat bangunan spritualitasnya, ini adalah fondasi kepribadian seorang kader yang sangat prinsipil. Kedua, memiliki nalar filosofis-keilmuan (ar-ru’yah al-filsufiyyah). Yaitu kader dengan visi keilmuan yang tajam, spirit belajar yang tinggi dan berorientasi Pembangunan Masyarakat ilmu. Ketiga, memiliki nalar etis (al-qiyam al-asasiyah). Yaitu menjunjung tinggi prinsip moral-etik dalam setiap tindak-tanduk kehidupannya.
Akhirnya marilah kita mensyukuri Milad ke- 61 IMM ini dengan komitmen dan kesadaran penuh agar selalu mengusahakan dengan daya optimal, bertanggung jawab dalam mengemban amanat sejarah bahwa kitalah cendekiawan berpribadi itu, pewaris tampuk pimpinan ummat, penyambung hidup generasi, pendukung cita-cita luhur untuk bangsa dan persyarikatan!
Jayalah IMM Jaya, Abadi Perjuangan Kami!