Oleh: Baskoro Tri Caroko
Menyimak webinar yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada hari Selasa 28 November 2023, dengan tema “Ekonomi Tumbuh, Bisnis Peternakan Masih Lumpuh. Ada Apa?”. Dengan tiga narasumber kompeten, didukung data komplit, menjadi webinar yang mengesankan karena saya merasakan ada kebersamaan, keterbukaan dan kepedulian terhadap sektor perunggasan.
Dalam sambutannya, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari SP, MSi, PhD menyampaikan “Informasi dalam webinar ini nanti menjadi sangat penting bagi para peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi tersebut, baik dari aspek teknis maupun kebijakan dengan pendekatan riset yang holistik,” ucapnya.
Peneliti Ahli Utama PR Peternakan BRIN, Prof Arnold Parlindungan S selaku moderator juga memberikan kesimpulan bahwa industri unggas seperti ada anomali. Produktivitasnya terus meningkat namun kondisi peternak justru merugi berulangkali. Hal itu disinyalir karena meningkatnya produksi tidak diimbangi dengan faktor lain yaitu demand yang kenyataannya cenderung stagnan.
Oleh sebab itu BRIN diharapkan bisa berperan menghasilkan teknologi yang lebih membumi sehingga manfaat hasil penelitiannya bisa dirasakan langsung bagi pelaku usaha peternakan. Untuk itu diperlukan kerjasama antara BRIN dengan Perguruan Tinggi, Industri perunggasan,dan pihak yang lainnya sesuai kebutuhan.
Sebagai Poultry Technical Consultant dan pemerhati bisnis perunggasan saya BTC turut memberikan tanggapan bahwa terjadinya kelumpuhan bisnis perunggasan tersebut disebabkan Oversuply Semu, suatu kondisi dimana total produksi ayam dan telur nasional mencukupi tetapi total konsumsi daging dan telur nasional masih sangat rendah, prevalensi stunting juga masih tinggi, akibat kesenjangan sosial, atau keterbatasan ekonomi sehingga terjadi perbedaan kemampuan mengakses bahan pangan. Harga ayam dan telur disebagian wilayah murah bahkan cenderung dibawah harga pokok produksi, tetapi di wilayah lain dipelosok negri ini, justru ditemukan harga ayam dan telur yang mahal tak terbeli.
Dengan berpikir pola holistik, untuk mengurai masalah dan meminimalisir dampak oversupply semu tersebut maka disarankan melakukan perbaikan tata kelola distribusi. Dengan harapan masukan yang diberikan tersebut menjadi perhatian bagi BRIN dan pemerintah untuk mencari solusi bagaimana caranya melakukan mobilisasi hasil produksi terutama ayam broiler agar bisa terdistribusi merata ke seluruh pelosok negeri.
Karena sekarang ini hanya 20%nya yang dijual bentuk frozen dan 80% produksi dijual hidup. Artinya yang 80% ayam hidup tersebut tumpah ruah dipasar becek menyebabkan harga tertekan. Kondisi harga semakin parah karena terjadi penambahan suplai ayam broiler berlipat ganda tanpa diimbangi pengembangan pasar, sehingga daya serap pasar tidak mampu lagi mengimbangi kecepatan suplai.
Kondisi pasar makin jenuh, laju distribusi terhambat akibatnya terjadi banjir ayam, dan berdampak kompetisi yang tidak sehat. Karena dengan harga ayam dan telur sangat murah karena produksi berlimpah, tapi ironisnya masih banyak anak yang stunting karena kekurangan gizi.
Pengendalian populasi, tata kelola distribusi, dan hilirisasi, adalah 3 faktor penting yang semestinya diperbaiki, sehingga dengan tataniaga yang rapi, UMKM mandiri lebih berdaya lagi, peternak kecil terlindungi, sehingga seluruh yang terlibat dalam rantai distribusi terproteksi, aman dan terkendali.
Dengan semangat QS. Al-Maun, atmosfir bisnis perunggasan menjadi lebih baik lagi, menjadi sektor bisnis yang sejahtera dan mensejahterakan, makmur dan memakmurkan, sukses mewujudkan ketahanan pangan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Aamiin.
Drh. Baskoro Tri Caroko, National Poultry Technical Consultant, LPCRPM PP Bidang Pemberdayaan Ekonomi, Seni dan Budaya