Oleh: Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Pembahasan buku selanjutnya terkait Sirat-un-Nabi (1917) karya monumental Allama Shibli Nomani, seorang ulama besar dari India yang hidup sekitar 150 tahun yang lalu. Buku ini, yang awalnya ditulis dalam bahasa Urdu, kini tersedia dalam terjemahan bahasa Inggris lengkap dalam lima volume besar.
Allama Shibli Nomani, yang dihormati dengan gelar "Allama" karena kedalaman ilmunya, mempersembahkan kepada kita sebuah karya yang sangat bernilai tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW. Mengapa karya ini begitu penting? Karena untuk memahami Al-Qur'an secara mendalam, kita perlu memahami konteks di mana ia diturunkan, yaitu kehidupan Nabi Muhammad SAW itu sendiri.
Buku ini membawa kita menyusuri perjalanan hidup Nabi, dari kelahirannya di Makkah, hijrah ke Madinah, hingga berbagai peristiwa penting lainnya. Dengan memahami konteks ini, kita akan lebih mampu memahami pesan-pesan Al-Qur'an, karena banyak ayat yang berkaitan langsung dengan situasi dan tantangan yang dihadapi Nabi dan umat Islam pada masa itu.
Selain itu, buku ini juga menyoroti perbedaan antara ayat-ayat yang diturunkan di Makkah dan Madinah, yang memiliki karakteristik dan fokus yang berbeda. Dengan demikian, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih kaya dan komprehensif tentang Al-Qur'an dan relevansinya bagi kehidupan kita saat ini.
Ketika Nabi Muhammad SAW berada di Makkah, iman umatnya masih dalam tahap awal. Oleh karena itu, fokus utama pada masa itu adalah mengajarkan dasar-dasar keimanan, seperti keyakinan kepada Allah, hari akhir, dan kenabian Muhammad SAW. Setelah hijrah ke Madinah, barulah peraturan-peraturan praktis tentang ibadah dan kehidupan sehari-hari mulai diturunkan, seperti tata cara puasa, zakat, dan sebagainya.
Ini mengajarkan kita bahwa memahami fase-fase kehidupan Nabi SAW dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya sangatlah penting dalam menafsirkan Al-Qur'an. Kita perlu bertanya, apakah suatu ayat diturunkan saat Nabi SAW berada di Makkah atau Madinah? Apakah ada peristiwa khusus yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut, seperti pernikahan, peperangan, atau interaksi dengan kaum lain? Dengan memahami konteks ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan utuh tentang makna dan maksud setiap ayat.
Buku Sirat-un-Nabi karya Allama Shibli Nomani menjadi sumber yang sangat berharga dalam hal ini. Allama Shibli Nomani, dengan kepakarannya, telah merangkum berbagai karya klasik para ulama Muslim tentang kehidupan Nabi SAW, mulai dari karya-karya awal yang sederhana hingga karya monumental Ibn Ishaq.
Dengan demikian, buku ini memberikan kita gambaran yang komprehensif dan terpercaya tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, atau yang dalam bahasa Arab disebut sebagai "Seerah". Seerah bukan hanya sekedar catatan perjalanan fisik, tetapi juga mencakup segala hal yang beliau lakukan, katakan, dan alami sepanjang hidupnya. Dengan memahami Seerah, kita akan lebih mampu memahami Al-Qur'an, dan pada akhirnya, meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari.
Lebih dari itu, Allama Shibli Nomani juga menelaah karya-karya lain, seperti tulisan Al-Waqidi dan muridnya, Ibn Sa’d. Sebelum menyusun biografinya sendiri tentang Nabi SAW, beliau memberikan ringkasan komprehensif dari semua karya ulama Muslim tersebut. Tak berhenti di situ, beliau juga mengkaji tulisan-tulisan non-Muslim tentang Nabi SAW dan merangkumnya dengan kritis. Dengan demikian, beliau seakan menjanjikan bahwa karyanya akan menjadi puncak dari segala pengetahuan yang terkandung dalam tulisan-tulisan sebelumnya, baik dari ulama Muslim maupun non-Muslim.
Namun, yang paling menarik dari buku ini adalah keberanian Allama Shibli Nomani dalam mengadopsi pendekatan kritis terhadap informasi yang ada tentang Nabi SAW dalam karya-karya klasik. Beliau tidak segan mengevaluasi dan menganalisis riwayat-riwayat tersebut, menjadikannya pelopor dalam penulisan biografi Nabi SAW yang kritis dan objektif. Sayangnya, semangat ini belum banyak diikuti oleh penulis-penulis selanjutnya, yang cenderung kembali pada pendekatan tradisional dengan hanya mengulang informasi yang ada tanpa melakukan analisis kritis.
Allama Shibli Nomani menunjukkan kepada kita pentingnya sikap kritis dalam mempelajari sejarah Nabi SAW. Beliau menjelaskan bahwa ada dua aliran utama dalam penulisan tentang Nabi SAW: aliran Seerah atau biografi, yang menceritakan kisah hidup Nabi secara utuh, dan aliran Hadits, yang menyajikan potongan-potongan kecil dari kehidupan Nabi SAW. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih bijak dalam menilai informasi yang kita terima dan mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang kehidupan Rasulullah SAW.
Para kolektor hadis, dalam mengumpulkan potongan-potongan riwayat tentang Nabi, menerapkan semacam 'filter' ketat. Mereka meneliti siapa yang meriwayatkan hadits tersebut, bagaimana mereka mendapatkan informasi itu, apakah langsung dari Nabi SAW atau melalui perantara lain. Mereka juga menelusuri rantai perawi, memastikan setiap mata rantai dalam penyampaian hadis tersebut dapat dipercaya.
Kita tentu berharap para penulis biografi Nabi juga menerapkan standar ketelitian yang sama. Namun, sayangnya tidak selalu demikian. Untuk menyusun sebuah riwayat yang panjang dan utuh, terkadang mereka harus mengambil pendekatan yang lebih longgar. Jika terlalu ketat dalam menyeleksi informasi, dikhawatirkan kisah tersebut akan terpecah-pecah dan sulit untuk diteruskan. Meski begitu, kita tetap berharap mereka memiliki kemampuan untuk membedakan antara laporan yang dapat dipercaya dan yang tidak.
Allama Shibli Nomani menyoroti bahwa bahkan dalam kumpulan hadits pun terdapat informasi-informasi biografis tentang Nabi Muhammad SAW. Meskipun para kolektor hadits telah melakukan verifikasi terhadap riwayat-riwayat ini, terkadang mereka hanya menerima begitu saja sebuah laporan karena berasal dari individu yang dihormati dan dikenal saleh. Namun, Allama Shibli Nomani berpendapat bahwa hal ini tidaklah cukup. Mengapa? Karena beliau merujuk pada Al-Qur'an itu sendiri.
Al-Qur'an sendiri, dalam Surah An-Nur ayat 11, mencatat peristiwa fitnah yang menimpa Aisyah, istri Rasulullah SAW, yang dikenal sebagai haditsul ifk (berita dusta/hoaks)". Ayat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa pelaku fitnah ini berasal dari kalangan umat Islam sendiri. Ini menunjukkan bahwa tidak semua informasi yang berasal dari generasi awal umat Islam, bahkan dari para sahabat sekalipun, dapat diterima begitu saja sebagai kebenaran.
Alih-alih langsung mempercayai segala informasi, kita harus mengikuti petunjuk Al-Qur'an yang mengajarkan kita untuk bersikap bijak saat mendengar fitnah. Al-Qur'an mempertanyakan, "Mengapa ketika kamu mendengar berita bohong itu (fitnah) kamu tidak berkata: 'Tidak pantas bagi kita untuk membicarakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Allah)! Ini adalah dusta besar." (QS An-Nur: 16).
Dengan demikian, Allama Shibli Nomani mengajak kita untuk lebih kritis terhadap riwayat atau narasi yang ada, terutama yang berkaitan dengan kehidupan Nabi SAW. Beliau tidak hanya merumuskan prinsip-prinsip dalam menilai validitas suatu informasi, tetapi juga memberikan penjelasan yang mendalam tentang bagaimana prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam menyeleksi materi yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari biografinya.
Pada halaman 74 volume pertama, penulis menggarisbawahi hierarki rujukan saat menghadapi suatu peristiwa: Al-Qur'an sebagai landasan utama, disusul kumpulan hadits terkemuka, lalu kitab-kitab hadits lainnya, dan terakhir buku-buku sirah. Beliau secara gamblang menunjukkan tingkat keandalan masing-masing sumber.
Buku ini sungguh memikat. Edisi modernnya, yang terdiri dari lima volume yang sarat wawasan, tak hanya mengupas berbagai sisi kehidupan Nabi Muhammad SAW, namun juga menyajikan tulisan-tulisan orientalis non-Muslim tentang beliau serta sanggahan terhadap pandangan mereka. Sebuah perpaduan yang memperkaya khazanah pengetahuan tentang Nabi dan konteks sejarahnya.