Karakteristik Ayat-ayat Puasa (5) Beribadah itu Ringan dan Mudah
Oleh : M. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag., Mudir Pondok Modern Muhammadiyah Paciran, Dewan Pakar Sahabat Misykat Indonesia
Mengawali tulisan yang kelima tentang karakteristik ayat-ayat puasa, ada baiknya kita cermati nasihat para ulama yang disampaikan dalam bentuk analog sebagai berikut: "Ramadhan itu singkat, jangan sampai dipersingkat lagi dengan membuang banyak kesempatan yang bernilai ibadah. Kedatangannya hanya sekedar numpang lewat, jangan sampai diabaikan dengan melakukan hal-hal yang tidak bernilai".
Sebagaimana pembahasan pada tulisan yang pertama (karakteristik ayat-ayat puasa 1, 18/3/2024) lbahwa kewajiban puasa Ramadhan diungkapkan dengan struktur bahasa yang memberi kesan bahwa puasa itu berat, tetapi penggalan firman Allah pada ayat sesudahnya menjadi motivasi tersendiri karena secara tekstual menunjukkan bahwa puasa itu sangat ringan, hanya beberapa hari saja: ayyāman ma'dūdāt.
Rangkaian ayat-ayat tentang puasa ramadhan ini merupakan gambaran lengkap tentang prinsip ajaran Islam yang rahmatan li al-`ālamīn. Keramahan ajaran islam dengan kemampuan manusia itu dalam rangka mewujudkan kemashlahatan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudahan dan juga memudahkan itulah yang menjadi ciri utama syariat Islam sehingga dengan tegas dapat dikatakan bahwa tidak ada satu ibadahpun dalam syariat islam yang memberatkan karena Allah sebagai Dzat yang membuat syariat telah menyesuaikannya dengan kemampuan manusia.
Di samping beban ibadah yang tidak memberatkan itu kita juga akan menemukan berbagai macam bentukbkeringanan (rukhshah) lainnya bahkan sampai kepada pembebasan dari kewajiban sesuai dengan tingkat kesempitan dan tantangan yang dihadapinya.
Allah yang Rahmān dan Rahīm benar-benar melimpahkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya secara umum. Termasuk di dalamnya tidak ingin memberatkan hamba-Nya dalam urusan menunaikan kewajiban agama: Wa mā ja`ala`alaykum fī al-dīni min harajin (Q.S. al-Hajj [22]: 78).
Dalam konteks ayat-ayat tentang puasa ini salah satu bentuk kemudahannya, diberikan kepada orang-orang usia lanjut yang secara fisik sudah tidak mampu melaksanakan puasa.
Kelompok orang-orang seperti ini dapat dispensasi boleh tidak berpuasa, tetapi mengganti puasa yang ditinggalkannya dengan membayar fidyah: wa `alā al-ladzīna yuthīqūnahu fidyatun tha`āmu miskīn [2:184].
Begitu pula dengan mereka yang sakit dan sedang dalam bepergian. Juga diberikan kemudahan, yaitu boleh tidak berpuasa pada hari itu dan mengganti puasanya ketika punya keleluasaan di lain hari: fa man kāna minkum marīdlan aw `alā safarin fa `iddatun min ayyāmin ukhar [2:184].
Pada ayat selanjutnya [2:185] keringanan bagi kelompok ini (sakit dan safar) juga ditegaskan kembali, sembari memberi penekanan tambahan bahwa yang demikian itu diberikan karena hakikatnya Allah hanya menginginkan kemudahan bagi hamba-Nya dalam melaksanakan perintah agama dan tidak ingin menyulitkan: yurīdu Allāhu bikum al-yusra wa lā yurīdu bikum al-`usra [2:185].
Keringanan (rukhshah) yang diberikan Allah kepada hamba-Nya pada kondisi dan tempat dengan tingkat kesulitan tertentu tersebut bertujuan agar semuanya tetap bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna meskipun sedang berada di tempat dan waktu yang tidak biasa.
Dengan demikian apabila ditinjau dari dimensi spiritual, keringanan yang diberikan dalam beribadah bukan bertujuan untuk mempercepat selesainya ibadah. Tetapi agar dengan keringanan itu kita diharapkan tetap mampu menghadirkan ketenangan (tuma'nīnah) dan kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah.
Bentuk kemudahan lain yang menjadi ciri utama syariat Islam adalah beban yang sangat sedikit (qillatu al-taklīf). Artinya dibandingkan dengan syariat umat terdahulu, kewajiban agama yang dibebankan kepada kita sebagai umat Muhammad jauh lebih sedikit.
Contoh konkrit bisa dilihat dari kewajiban puasa Ramadhan yang termaktub dirangkaian ayat-ayatnya dengan jelas. Prinsip qillatu taklīf ini tergambar dari ungkapan ayyāman ma`dūdāt (hanya beberapa hari tertentu) dan kewajiban berpuasa ini secara terminologis hanya dilakukan pada siang hari dimulai dari terbitnya fajar dan berakhir ketika matahari terbenam.
Begitu pula dengan kewajiban shalat yang hanya lima waktu. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana seandainya kewajiban shalat itu benar-benar diputuskan 50 kali sebagaimana disebutkan di berbagai riwayat berkaitan dengann peristiwa isra mi'raj.
Haji juga demikian yang hanya wajib bagi yang mampu sekali saja seumur hidup. Dan begitu selanjutnya semua jenis ibadah selalu memperhatikan prinsip sedikit beban sehingga mudah untuk dilaksanakan dan tidak memberatkan.
Disamping itu masih banyak lagi kemudahanan dan pengecualian bagi kelompok tertentu dalam menjalankannya.
Kemudahan-kemudahan dalam menjalankan syariat Islam seharusnya dimanfaatkan oleh umat islam untuk menghadirkan kesempurnaan dalam beribadah.
Mengoptimalkan semua potensi untuk melaksanakan ibadah yang sedikit ini dengan kualitas istimewa merupakan salah satu wujud syukur kepada Allah: la`allakum tasykurūn [2:185].
Kalau kemudian prinsip kemudahan, memudahkan dan sedikit beban ini kita gunakan untuk memahami realitas doa-doa yang termaktub pada ayat terakhir surat kal-Baqarah, pastinya kita akan menunaikan amanah pengabdian yang sedikit ini dengan lebih optimal lagi.
Hakikat kemudahan ini adalah jawaban Allah terhadap doa-doa yang mungkin belum sempat kita panjatkan. Bahkan lebih dari itu dengan keluasan kasih sayang-Nya Allah bersedia mengabaikan kesalahan, kealpaan dan keterbatasan kita dalam mengemban amanah yang sangat sedikit ini.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (Q.S. al-Baqarah [2]: 286).