Keberlanjutan Kurikulum Merdeka
Oleh: Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1 Ciputat Tangerang Selatan
Sejak merdeka, Indonesia sudah mengalami perubahan kurikulum sebanyak 11 kali. Kurikulum yang pernah digunakan pendidikan di indonesia diantaranya kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952), kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964), kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum berbasis kompetensi 2004 (KBK), kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 (KTSP), kurikulum 2013 (K- 13) dan kurikulum 2021 (kurikulum merdeka).
Berdasarkan data Kemendikbudristek, sejak merdeka 17 Agutus 1945, sudah ada 44 kabinet yang memiliki 34 menteri pendidikan yang berbeda. Secara kuantitas, ternyata tidaklah terbukti ganti Menteri ganti kurikulum. Faktanya, dari 34 menteri pendidikan, baru terjadi 11 kali pergantian kurikulum.
Pergantian kurikulum berdampak pada guru sebagai pendidik yang belum mampu menerapkan kurikulum baru secara menyeluruh. Guru harus benar-benar memahami kurikulum baru beserta komponen-komponennya jika ingin menerapkannya dengan hasil yang diharapkan. Sebaik apapun kurikulum baru yang dikembangkan, ujung tombaknya adalah guru. Jika guru tidak mampu mengejawantahkannya dalam proses belajar mengajar dengan baik maka kurikulum tersebut tidak bisa berjalan lancar.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomer 20 tahun 2003 pasal 36 ; dijelaskan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Sejak diluncurkan tahun 2021 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nabiel Anwar Makarim, kurikulum merdeka sudah berjalan empat tahun. Ada begitu banyak dinamika yang menyertainya; mulai dari saat diluncurkan, sosialisasi, bimbingan teknis, uji coba di lembaga pendidikan sampai pada implementasinya.
Terlepas dari itu semua, kurikulum merdeka telah memberikan dampak positif terhadap pengalaman belajar siswa, menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan menantang, mendorong keterampilan berpikir kritis, dan memungkinkan pengalaman belajar yang disesuaikan (Adventyana dkk, 2024)
Menurut Setiawati (2022), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum, yakni : Pertama, adanya perkembangan dan perubahan yang dinamis antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya. Perubahan dan pengembangan bentuk pembelajaran harus mendapat perhatian yang khusus, begitu pula halnya dengan perubahan praktek giat pendidikan disuatu negara harus mendapat perhatian yang serius pula, agar pendidikan di negara tersebut tidak ketinggalan zaman.
Kedua, berkembangnya industri dan produksi atau teknologi. Pesatnya kemajuan di bidang teknologi harus disikapi dengan cepat, karena kalau tidak demikian output dari lembaga pendidikan akan menjadi terabaikan yang akan hidup di dunianya tanpa eksistensi.
Ketiga, Orientasi politik dan praktek kenegaraan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan termasuk kurikulum itu tidak dapat terlepas dari kegiatan perpolitikan suatu bangsa, karena itulah orientasi politik negara harus diarahkan pada pemantapan demokrasi yang sejati, sehingga sistem pendidikan akan berjalan dengan baik tanpa di bayangi ketakutan terhadap kekuasaan atau penguasa.
Keempat, pandangan intelektual yang berubah. Selama ini pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian materi sebanyak-banyaknya dari pada mencapai suatu kemampuan atau kompetensi tertentu sehingga outputnya kurang berkualitas dibandingkan dengan negara lain.
Oleh karena itu, kurikulum merdeka belajar yang telah dilaksanakan dan memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, masih layak untuk dipertahankan, dan tentu saja dengan disertai perbaikan-perbaikan. Ikhtiar yang telah dilaksanakan pemerintah dalam melakukan transformasi menuju peningkatan kualitas pendidikan seyogianya dihargai dan tidak dihambat dengan stigma ganti menteri ganti kurikulum.
Sebab, dalam realitanya, pergantian kurikulum memerlukan waktu yang lama untuk dapat berjalan dengan baik, benar, efektif dan efisien. Dampak positifnya yaitu pelajar dapat belajar dengan mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju. Sementara dampak negatifnya adalah perubahan kurikulum yang begitu cepat menimbulkan masalah-masalah baru seperti menurunnya prestasi peserta didik.
Dengan demikian, program kurikulum merdeka belajar masih layak untuk dilanjutkan, agar kebaikannya terus memberikan manfaat bagi bangsa. Saat berpamitan pada Hari Pendidikan Nasional lalu, Mendikbudristek menyampaikan; "Dengan penuh ketulusan, saya ucapkan terima kasih banyak atas perjuangan yang Ibu dan Bapak lakukan. Dengan penuh harapan, saya titipkan Merdeka Belajar kepada Anda semua, para penggerak perubahan yang tidak mengenal kata menyerah untuk membawa Indonesia melompat ke masa depan," harap Nadiem Makarim (Sindonews, 2/5).
Hal ini relevan dengan janji Presiden terpilih Prabowo Subianto saat kampanye ; "Saya bekerja, saya lihat dari dekat, saya lihat strategi dan program-program beliau ternyata sama dengan pemikiran-pemikiran saya. Karena itu saya komitmen, saya siap melanjutkan semua program dan strategi beliau," ucap Prabowo (Sindonews, 28/1). Jadi, melanjutkan kurikulum merdeka belajar sebuah keniscayaan. Wallahua’lam bishowab.