Kelas Bawah Mu dan Solusinya

Publish

26 September 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
197
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Kelas Bawah Mu dan Solusinya

Oleh: Saidun Derani, Dosen UM-Surby, UM-T dan UIN Syahid Jakarta, aktivis PWM Banten 2022-2027

Pernyataan Dr Buya Anwar Abbas tentang pembagian kue nasional berdasarkan kelas sosial di Indonesia sangat menarik. Dikatakan menarik dilihat dari argument awal berdiri dan lahirnya kemerdekaan bangsa Indonesia ini tujuan utamanya adalah tegaknya keadilan sosial ekonomi dan hukum bagi seluruh warga negara  tanpa memandang ras, suku dan agama.

Dalam konteks tujuan tegak NKRI sebagai negara berdaulat (Nations State) di atas maka dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dibuat pasal-pasal yang mengakomodir tujuan itu, misalnya pasal 33 (sebelum diamandemen) bahwa kekayaan alam Indonesia (SDA) harus dikelola bangsa Indonesia dan digunakan seluas-luas untuk rakyat Indonesia.

Pertanyaannya adalah apakah kedua tujuan utama Indonesia Merdeka dan berdaulat seperti yang digagas para pendiri bangsa (founding fathers) tersebut sudah wujud adanya di tengah-tengah masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Marauke?

Negara Makmur

Dari sumber beautynesia.id (Daftar Negara tidak memiliki Utang) dapat diketahui bahwa ternyata ada di dunia ini negara yang tidak memiliki utang. Sumber ini menyebutkan bahwa negara itu adalah negara Liechtenstein (terletak di tengah kawasan Eropa dan berlokasi di Lembah sungai Alpen), Brunei Darussalam, Kuwait, Macau, Palau, dan Timor Leste.

Mengapa mereka tidak memiliki utang menurut sumber ini adalah karena lebih mengandalkan penarikan pajak yang tinggi atau pun mempunyai pendapatan negara yang berlimpah dibandingkan harus mengandalkan utang.  Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia sendiri memiliki utang yang menembus angka Rp.8.502,69 trliun per Juli 2024 atau naik sekitar Rp.57,82 triliun dalam sebulan. Sebelumnya Kementerian Keuangan mencatat bahwa utang pada Juni 2024 mencapai Rp.8.444,87 triluin. Biasanya Indonesia bisa berutang melalui banyak cara, baik itu dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund (IMF), bilateral, maupun menjual obligasi pada investror. 

Sayangnya negara Indonesia sangat tinggi index korupsinya sehingga dapat sebutan (digelar) orang Singapore sebagai bangsa “Robber/Perampok alias Garong”. Salah satu contohnya adalah kasus Pelaksanaan Haji yang sekarang lagi dibentuk Pansus untuk mengungkap masalah ini  dan korupsi timah 300. Belum lagi banyak kasus korupsi lain yang ada di dalam laptop KPK.

Bangsa Yang Tertawan

Makna asset adalah sumber-sumber daya yang bernilai ekonomi milik peribadi dan atau Perusahaan dan diharapkan bisa menghasilkan keuntungan pada masa mendatang. Contoh asset dapat disebutkan di sini adalah tanah, bangunan, kendaraan, peralatan, stok barang dagangan, serta barang-barng koleksi seperti barang anti dan seni.

Dengan kata lain asset juga diartikan dengan semua sumber ekonomi atau nilai suatu kekayaan oleh suatu entitas tertentu dengan harapan memberikan manfaat ekonomi dan hasil yang dapat diukur dalam suatu uang, termasuk di dalamnya sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya alam yang lain.

Dalam konteks ini pernah Ketua PWM Banten periode 2015-2027, Dr. KH. M. Syamsudin, M. Pd mengatakan dalam rapat Majelis Perdayaan Wakaf tahun 2024 bahwa diupayakan asset-asset yang dimiliki PWM Banten berubah menjadi omzet bukan sebaliknya out side. Bagaimana dengan asset-asset Bangsa Indoenesia sekarang ini.

Pada sebuah kesempatan diskusi dengan Kelompok Anak Negeri Peduli Bangsa, Buya Anwar Abbas, dipandu Ust Bachtiar Natsir, menyebutkan bahwa bangsa Indonesia sekarang ini mengalami situasi dan kondisi yang sangat ironis. Dan bolehlah dikatakan suatu bangsa yang mengalami suasana keprihatinan yang mendalam dan ada masalah besar.

Dikatakan demikian menurut Anwar Abbas bahwa secara mayoritas pemeluk terbesar bangsa Indonesia adalah agama Islam. Akan tetapi walaupun umat Islam sebagai mayoritas tidak sebagai penentu. Orang lain minoritas tetapi mereka menjadi  menentu kebijakan nasional. Lah ini bagaimana pula kisahnya sampai kesimpulan Ketua MUI Indonesia seperti itu.

Menurut perhitungan Buya Anwar Abbas bahwa dengan jumlah umat Islam yang mayoritas itu semestinya nilai ekonomi yang mereka miliki 90%. Pada kenyataannya tidak demikian dan perkiraan kelas atas Umat Islam hanya memiliki dalam kisaran 5-10%.  Akan tetapi agama lain dengan jumlah hanya 10%  di Indonesia nilai ekonomi yang mereka miliki dalam kisaran 90%.

Apa maknanya kondisi semacam ini

Dengan mengutip salah satu Guru Besar Amerika, Buya Anwar Abbas menegaskan bahwa yang menjadi penentu kebijakan dalam sebuah negeri adalah kelompok anak bangsa yang menguasai sumber daya material. Jadi bukan para politisi dan bukan juga para cendikiawan, Meliter, Polisi, dan Ulama, akan tetapi mereka juga lah yang menguasai jagat poilitik bangsa. Bagaimana pula bisa demikian ceritanya.

Kisah ini berawal dari sistem politik kita (bangsa Indonesia) yang menganut politik transaksional. Mau menjadi Wali Kota membutuhkan danan yang cukup besar. Mau menjadi Presiden  begitu pula harus memiliki dana besar. Karena umat Islam tidak mempunyai dana, maka satu-satunya jalan adalah meminta bantuan kepada kelompok non-Muslim.

Dengan demikian berlakulah apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib (w. 661 M) “jika engkau memberi kepada orang yang engkau kehendaki maka engkau akan bisa memerintah-merintahnya. Dan kalau engkau meminta-minta kepada orang tertentu maka engkau akan menjadi tawanannya. Dalam konteks ini “Manurut saya umat Islam Indonesia dalam kondisi diperintah-perintah dan tertawan”, jelas Anwar Abbas. 

Kasus Banten

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 yang dilansir JatimNetwork.com yang dieditor Ilham Maulana al-Ayubi bertanggal Rabu, 8 Februari 2023 menyebutkan bahwa dari 8 Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Banten  ternyata ada 3 Kabupaten yang termiskin, yaitu Kabupaten Pandeglang (10, 72 % dari jumah penduduk 1. 149. 610 jiwa), Kabupaten Lebak (10, 29 % dari jumlah penduduk 1. 204. 095 jiwa) dan terakhir Kabupaten Tangerang terdapat angka kemiskinan sebesar (7, 12 % dari jumlah penduduk 1. 853. 462 jiwa). 

Dari jumlah angka kemiskinan penduduk di tiga Kabupaten dimaksud apakah ada data yang menunjukkan  warga Muhammadiyah di dalamnya. Sejauh ini penulis belum mendapatkan data yang dimaksud. Semoga periode 2022-2027 ini Kepemimpinan Muhammadiyah Banten (PWM) masalah pendataan ini sangat penting karena terkait pembuatan perencanaan dan program kerja yang sistemik dan terukur tingkat keberhasilannya.

Dalam konteks ini kayaknya begitu penting data BPS versi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Banten atau BPS versi PDM setempat. Hal ini kudu dilaksanakan sekurang-kurangya untuk kepentingan persyarikatan sehingga jelas apa dan bagaimana yang harus dilakukan PWM Banten dikaitkan dengan perberdayaan masyarakat miskin Muhammadiyah dan pengembangan SDM anggotanya.

Dengan mengetahui data angka kemiskinan warga Muhammadiyah di Provinsi Banten secara keseluruhan maka sungguh tepat tema Musyawarah Wilayah ke-4  PWM Banten 24-26 Februari 2023 yang lalu “Memajukan Banten, Mencerahkan Indonesia”. Kata memajukan sinonim dengan menggerakkan dan membawa ke dalam keadaan yang jauh lebih baik kebnutuhan dsar (Basic Need Warga Muhammadiyah Banten). 

Dengan kata lain ada gerakan perkembangan (poleksosbud) masyarakat Banten ke arah kemajuan dalam arti luas. Sedangkan mencerahkan diartikan dengan menjadikan dan membuat  masyarakat Banten memiliki harga diri dan mampu menjawab kebutuhan basic neednya (lihat Basic Need menyangkut pangan, sandang, papan, dan keluarga dan aspek psikis-sosialnya). Dalam bahasa ekonomi dan financial adalah sebuah keharusan masyarakat Banten di mana pemasukan lebih besar ketimbang pengeluarannya.

Bagi penulis angka-angka yang ditunjukkan data BPS tahun 2021 di atas tentu sangat miris dan prihatin. Akan tetapi pada sisi lain tentu lah masalah itu merupakan sebuah tantangan (challenge) untuk dijawab. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna kata miris diartikan  dengan cemas atau risau melihat kondisi ummat dan lingkungan yang ada. Dan prihatin dimaknai dengan bersedih hati, bimbang dan waswas karena gagal menjawab tantangan sebagai khalifah di muka bumi (lihat 2: 201). Semoga saja tidak gagal menjawab kedua alam yang lain yaitu alam kubur  dan alam Akhirat.

Sedangkan dalam berbagai kesempatan diskusi dan pembacaan literatur, penulis menemukan sekurang-kurangnya ada 6 teori kemiskinan yang mampu menjelaskan mengapa terjadi proses pemiskinan masyarakat (dalam obrolan sehari-hari kemiskinan terkadang dibagi dua; miskin asset (liquid dan non-liquid) dan miskin iman yang di dalamnya termasuk miskin ilmu).

Pertama, faktor ketidakberdayaan. Indikasi ini dapat diketahui dari langkanya lapangan kerja, lalu sangat sedikit atau minim sekali sarana produksi dan masyakrakat yang tidak memiliki akses ke sumber keuangan.  Dengan ketidakberdayaan masalah di atas maka kuat diduga akan menimbulkan masalah ekenomi dan financial sebuah masyarakat.

Kedua, faktor kekurangan materi. Kekurangan materi juga bisa menyebabkan seseorang atau masyarakat menjadi miskin. Termasuk rendah kepemilikan materi ini antara lain kepemilikan  asset (baik liquid dan non-liquid, asset bergerak dan tidak bergerak), rumah, sawah, dll.

Ketiga, keterkucilan (bisa  berupa hambatan fisik dan non-fisik) mengakses sumber-sumber ekonomi. Dalam konteks ini indikasinya paling kuat adalah lokasi tempat tinggal yang terpencil, sangat buruk infrastruktur (jalan, listrik) dan sangat rendah aspek pendidikan serta ketrampilan Sumber Daya Manusia (SDM).  

Keempat, kelemahan fisik juga ikut membuat masyarakat atau seseorang menjadi miskin. Hal ini sangat terkait dengan persoalan budaya hidup sehat masyarakat, masalah kesehatan, aspek gizi, dan sanitasi (MCK)

Kelima, faktor kerentanan. Dalam konteks kerentanan ini yang menjadi momok yang menakutkan masyarakat adalah persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir, dan bencana alam lainnya), musibah (kebakaran, tabrak lari, pembunuhan, pembegalan, dll).

Keenam, faktor prilaku dan sikap. Dalam  masalah ini sangat terkait dengan gaya hidup seseorang  yang berpenyakit boros dan pelit, gaya hidup tekor asal kesohor, gaya hidup hedonis, suka berjudi, suka bermabuk-mabukan, malas, dll.

Penulis pikir Peta Dakwah sebuah masyarakat ini penting dikuasai ketika ingin mengadakan dakwah komunitas yang memang menjadi model Tabligh Muhamdiyah sekarang di tengah perubahan masyarakat NKRI yang cepat, lebih-lebih lagi jika ingin berdakwah di Masyarakat Banten yang bersifat patron klien dan agraris umumnya.

Solusinya Kumaha

Buya Anwar Abbas sepakat dengan pendapat Anies Baswedan, Ph. D bahwa umat Islam tidak harus mengecilkan yang besar. Akan tetapi yang kecil harus berusaha dibesarkan sehinga Piramida Ekonomi Nasional berubah menjadi model belah ketupat, yaitu di mana yang di atas 10 % dan yang menengah diubah menjadi 80% dan kelas bawah hanya sekitar 10 %. Hemat penulis pemikiran Buaya Anwar Abbas dan Anies Baswedan, Ph. D di atas menjadi challenge PP Muhammadiyah secara nasional dan PWM Banten dalam hal kasus di Banten. Pertanyaan adalah dari mana harus memulainya?

Sesuai amanat Muktamar Muhammadiyah di Makasar tahun 2015 bahwa selain Lembaga Pendidikan dan Kesehatan, pilar ketiga yang harus dibangun secara sistemik dan terukur adalah masalah ekonomi. Dan dalam sebuah tulisan penulis bersama Dr. Afrizon Syafri, M. Si, Ak, AC, kami mengusulkan bahwa membangunan kekuatan ekonomi dari dalam diri Muhammadiyah itu sendiri.

Penulis masih ingat ketika dalam sebuah kesempatan sosialisasi Ramadhan tahun 1443 H di PDM Tangsel, Ketua PWM Banten Dr. KH. M. Syamsuddin, M. Pd menyampaikan dengan nada berseloroh dalam sambutannya menyentil masalah ekonomi dan financial mengapa Muhammadiyah memberi uang dan mengelolanya kepada orang lain. Penulis terkaget juga dan lebih kaget lagi sampai sekarang (1446 H)  masalah ini belum dijawab PWM Banten secara serius dan terukur, kecuali yang di PP mulai menggeliat gerakan ekonomi dan financialnya.

Kata kunci bisnis itu adalah kekuatan pasar yang ajeg. Sedangkan Persyarikatan Muhammadiyah memiliki market pasar yang ajeg. Lihatlah AUM yang dimiliki, lihatkan 80 juta Anggota Persyarikatan (ini hanya klaim penulis saja dan sampai hari ini belum ada data yang pasti berapa jumlah sebenarnya kader militant Muhammadiyah di Databasenya) semua ini adalah potensi pasar yang dari asset kalau dikelola dengna prinsisp-prinsip bisnis akan berubah menjadi omzet.

Satu saja penulis mengambil contoh atas usul Buya Dr. Farid Hamzen, M. Si, Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta, supaya Muhammadiyah mendirikan satu saja pabrik obat anti biotik. Bukankah Muhammadiyah punya RS dan Klinik yang bertebaran di bumi nasional ini. Belum lagi Asuransi, aspek 9 bahan pokok semua menjadi kebutuhan dasar warga Muhammadiyah. Mengapa semua ini tidak diolah dan dipikirkan menjadi sebuah kegiatan dan pekerjaan yang serius, dunia hasanah dan akhirat hasanah.

Tetapi ya sudahlah ini urusan kebijakan milik Top Lima Belas  baik di PP maupun Wilayah  untuk menentukan atau tidak mengambil inisiatifnya. Sejauh ini PDM, PCM, dan Ranting bergelut dengan masyarakat akar rumput yang lebih memahami dengan bahasa “Perut dan Pekerjaan” ketimbang rumus-rumus pengajian yang bersifat langit.

Penutup

Pemikiran Buya Anwar Abbas dan Anies Baswedan, Ph. D di atas bagi penulis membuka pendulum bahwa Umat Islam cq Persyarikatan Muhammadiyah sudah waktunya mengopenin masalah ekonomi dan financial. Hal ini jelas sudah banyak memakan korban ketika anak bangsa minoritas non Muslim menguasai sumber daya material bangsa Indonesia.

Untuk mengejar ketertinggalan bidang ekonomi dan financial ini maka tidak boleh tidak Muhammadiyah harus mengembangkan jihad ekonomi dan financial secara sistemik dan terukur dengan memulai dari dalam diri sendiri.

Diharapkan (semoga wujud) dalam jangka waktu tertentu sudah dipredisksi secara sains dan teknologi bahwa Muhammadiyah memiliki APBM (Anggaran Pendapatan dan Belanja Muhammadiyah) di PP dan PWM sehingga dapat melakukan distribusi omzet dengan baik sebaik yang dilakukan model sistem sebuah negara atau seperti Nagara Vatikan yang luasnya hanya 42, 5 Km itu. 

Sudah waktunya Muhammadiyah  memiliki Database anggota terutama untuk kebutuhan membuat Program kerja Jangka Panjang, Menengah dan Pendek. 

Allah ‘Alam bi as-Shawab.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Apakah Islam mendorong manusia untuk berpikir, berinovasi, mengeksplorasi dan m....

Suara Muhammadiyah

3 November 2023

Wawasan

Meninjau Ulang Syarat Mencari Ilmu Menurut Imam Syafii Oleh: Al-Faiz MR Tarman, Dosen Universitas M....

Suara Muhammadiyah

1 April 2024

Wawasan

Cara Judi Runtuhkan Ekonomi Oleh: Ni’am Al Mumtaz, M.E., Mengajar Manajemen Keuangan Syariah ....

Suara Muhammadiyah

27 July 2024

Wawasan

Peningkatan HOTS Siswa Muhammadiyah Melalui AMM Oleh: Dr Raden Ridwan Hasan Saputra M.Si, Anggota M....

Suara Muhammadiyah

23 February 2024

Wawasan

Jelang Munas Satu Abad: Menyongsong Transformasi Kedua Majelis Tarjih (5) Oleh: Mu’arif Jika....

Suara Muhammadiyah

30 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah