KPI Digital Microfinance Muhammadiyah
Oleh : Putro Prihatmanto, S.H
Dalam mengelola Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) tak bisa dipisahkan dengan istilah resiko. Berbicara resiko di lembaga keuangan bukan hanya resiko keuangan saja, seperti rendahnya kecukupan modal, tingginya kemacetan pembiayaan serta minimnya keuntungan pendapatan yang diperoleh. Namun dalam manajemen lembaga keuangan banyak juga variabel tentang resiko yang perlu diperhatikan antara lain adalah resiko operasional, resiko pelayanan, resiko investasi, resiko sistem pengendali informasi (SPI), resiko sumber daya manusia, resiko teknologi IT dll.
Semua LKMS termasuk tanpa kecuali Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) dihadapkan dengan berbagai masalah resiko tersebut. Apabila semua resiko itu tidak dikelola dengan baik, akan menjadi masalah besar dalam kelangsungan kegiatan LKMS itu sendiri. Untuk dapat mengendalikan risiko pengelolaan LKMS, selama ini BTM Amman Magelang yang merupakan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten – Magelang Jawa Tengah telah mengimplementasikan digitalisasi manajemen kinerja berbasis KPI (Key Performance Indicators).
Istilah KPI dalam manajemen bisnis selama ini bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak organisasi dan perusahaan menggunakan KPI untuk mengukur seberapa baik capaian kinerjanya. Dan dengan digitalisasi pengelolaan manajemen kinerja, maka proses perencanaan, monitoring dan evaluasi kinerja dilakukan tidak lagi manual namun sudah berbasis web sehingga dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu.
Digitalisasi pengelolaan kinerja berbasis KPI ini dilakukan oleh BTM Amman Magelang bertujuan untuk pertama, mempercepat proses pengambilan keputusan strategis dalam melakukan perbaikan berkelanjutan. Selama ini kendala utama yang sering kami hadapi lemahnya proses monitoring kinerja akibat masih dilakukan offline dan manual. Karena kesibukan masing-masing, tidak mudah untuk menyiapkan waktu khusus untuk bertemu bersama-sama guna mereview kinerja dan membahas langkah-langkah perbaikan. Dengan digitalisasi manajemen kinerja, jadual monitoring dan evaluasi kinerja bisa dilakukan tepat waktu karena bisa dilakukan anywhere.
Kedua, dengan menerapkan KPI baik untuk level organisasi maupun pegawai, seluruh komponen organisasi menjadi lebih fokus karena tujuan dan target yang akan dicapainya menjadi semakin jelas. Setiap individu, baik manager maupun pelaksana memiliki tujuan dan target kerja yang jelas dan terukur sehingga memudahkan bagi manajemen untuk melakukan penilaian secara obyektif. Selama ini kendala utama dalam pengelolaan SDM yang dihadapi adalah bagaimana menetapkan ukuran yang obyektif dalam mengukur kinerja SDM karena tanpa indikator keberhasilan yang terukur, penilaian cenderung bersifat subyektif yang pada akhirnya akan memunculkan ketidakpuasan pegawai karena dianggap tidak adil. Namun dengan adanya KPI, setiap individu pegawai memiliki target kinerja yang terukur sehingga mereka memiliki kejelasan dan bersepakat terhadap hasil yang harus diraih, proses kerja yang harus dilakukan serta kegiatan yang harus dikerjakan agar proses kerja bisa berjalan dengan baik dan hasilnya yang ditargetkan bisa tercapai.
Dengan demikian, digitalisasi manajemen kinerja berbasis KPI, ada beberapa manfaat yang bisa diraih, pertama dari sisi manajemen, ada arah dan tujuan yang jelas sehingga bisa menjadi panduan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya organisasi. Yang kedua, lewat proses digital, monitoring dan evaluasi capaian kinerja tidak lagi kendala karena bisa terlaksana tepat waktu sehingga berbagai permasalahan bisa segera diidentifikasi untuk kemudian dicarikan solusinya segera. Dengan proses digital ini, keputusan-keputusan strategis organisasi bisa segera dibuat sehingga tidak lagi perlu menunggu seluruh pimpinan hadir secara offline.
Bagi karyawan BTM, keberadaan digitalisasi manajemen kinerja berbasis KPI mendorong mereka untuk berkinerja tinggi karena tersedia performance tools yang dapat memberikan kejelasan tujuan dan target pekerjaan yang harus mereka raih. Sebelumnya, seringkali pegawai terdistraksi dan kurang fokus bekerja karena tidak ada tujuan dan target kerja (KPI) yang dapat menjadi kompas dalam melakukan kegiatannnya. Saat ini, seluruh pegawai di BTM Amman Magelang, memiliki tujuan kerja yang jelas dan terukur, sehingga saat mereka hadir di kantor sudah tahu apa kegiatan yang harus dilakukannya agar target-terget kinerja yang ditetapkan dapat tercapai.
Selain itu, implementasi digitalisasi sistem manajemen kinerja berbasis KPI yang dikembangkan oleh BTM Amman selama ini, telah menimbulkan pergeseran perubahan paradigma atau mindset dalam mengelola manajemen BTM. Dimana keberhasilan pengelolaan BTM bukan ditentukan oleh satu aspek atau perspektif saja yaitu aspek kinerja keuangan (jumlah aset, modal, tingkat penurunan kredit macet dan keuntungan saja). Tapi juga meliputi aspek lainnya yaitu aspek pelanggan, aspek proses kerja dan aspek pembelajaran. Hal ini mengacu pada konsep Balanced Scorecard (BSC) yang digagas oleh Robert Kaplan dan David Norton dari Harvard Business School (1990). Dengan adanya alat ukur yang seimbang ini (balanced scorecards), tingkat kesehatan BTM Amman Magelang tidak semata-mata ditentukan dari capaian kinerja aspek keuangannya saja, namun juga ditentukan oleh capaian kinerja aspek pelanggannya, aspek proses bisnisnya dan aspek pengembangan SDM-nya.
Konsep BSC memberikan panduan, agar organisasi dapat memiliki kesuksesan yang berkelanjutan maka perlu menyeimbangkan ukuran keberhasilan jangka pendek dengan jangka panjang, menyeimbangkan ukuran keberhasilan hasil dan proses kerja, serta menyeimbangkan ukuran keberhasilan aspek keuangan dengan aspek non keuangan. Terdapat 4 (empat) aspek atau perspektif untuk mengukur keberhasilan dalam konsep BSC, antara lain aspek/perspektif keuangan, yaitu dimana semakin baik dan sehat keuangan organisasi, maka semakin baik juga para investor/donatur/pemilik memandang organisasi tersebut. Kedua, aspek/perspektif konsumen, dimana semakin baik kemampuan organisasi dalam mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan semakin besar peluang bisnis akan bertahan dan berkembang. Ketiga, aspek/perspekti proses bisnis internal, yang menjelaskan proses kerja kunci yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mempertahankan pelanggannya dan memuaskan para para pemangku kepentingan (stakeholders) organisasi. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa melakukan perluasan pasar, peningkatan brand, diversifikasi/inovasi produk, peningkatan kecepatan pelayanan, peningkatan ketepatan pelayanan, peningkatan sarana prasarana dan peningkatan tata kelola organisasi. Keempat, aspek/perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yang memberikan panduan tentang infrastruktur apa yang harus dimiliki agar proses bisnis yang harus dilakukan dapat berjalan dengan baik dan mampu menghasilkan pertumbuhan jangka panjang terhadap perusahaan. Infrasturktur yang harus dimiliki antara lain adalah peningkatan kompetensi dan kesejahteraan SDM, peningkatan budaya kerja serta sistem dan teknologi informasi yang handal.
Keempat perspektif tersebut yang dikemas di KPI digital melahirkan manajemen BTM yang saling kait mengait dan bersifat circle (lingkaran). Dengan fenomena tersebut di BTM Amman memunculkan sebuah kajian dimana untuk mengembangkan BTM dengan kinerja keuangan yang bagus maka harus ada proses yang berkelanjutan yang ditopang oleh loyalitas anggota BTM atau konsumen. Dengan disertai kualitas pelayanan BTM yang prima dan kualitas SDM yang berkompeten yang memiliki kepastian peningkatan kesejahteraan serta budaya kerja dengan lingkungan yang kondusif.
Semoga dengan pemaparan tulisan ini memberikan inspirasi dan motivasi bagi BTM serta AUM – AUM di lingkungan Persyarikatan untuk mengembangkan KPI digital dalam manajemen kinerjanya. Sehingga dengan adanya KPI digital akan mendorong transformasi AUM Persyarikatan yang lebih transparan, akuntabilitas dan memiliki integritas. Dengan demikian KPI digital adalah bagian dari proses ikhtiar dalam mengembangkan Risalah Islam Berkemajuan Muhammadiyah yang selalu ditekankan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si, dimana Ketum menyampaikan, Risalah Islam Berkemajuan Muhammadiyah ini bertujuan agar pandangan Islam dapat kita laksanakan, dan menjadi alam pikiran seluruh warga dan pimpinan Muhammadiyah. Sekaligus juga dapat menjadi fungsi yang terbaik Muhammadiyah bagi masyarakat luas, di mana Islam Berkemajuan bukan hanya buah pikiran tetapi menjadi orientasi berpikir.
KPI digitalisasi microfinance Muhammadiyah adalah salah satu orientasi berfikir agar BTM sebagai pusat keuangan dan pilar ketiga (bidang ekonomi) Muhammadiyah terus dinamis, maju dan berkembang sesuai dinamika zaman. Amin.