Laksana Kepingan Surga Pendidikan

Publish

7 June 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
416
Sumber Foto Instagram @unisa_yogya

Sumber Foto Instagram @unisa_yogya

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Almamater SMA milik Siti Nurhalizah ternyata mirip dengan seragam kampusnya. Tidak seperti pada umumnya, hari itu ia di depan laptop, di atas tempat tidur. Mahasiswi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta tersebut menjalani sidang tugas akhir di ruang perawatan rumah sakit. Icha, panggilan akrabnya, terpaksa mengikuti sidang tugas akhir secara daring karena menjalani perawatan sebagai pasien yang terinfeksi Covid-19. “Tidak disangka akhirnya saya sampai pada tahap ini, sangat luar biasa,” tulisnya dalam unggahan di akun media sosial Instagram yang mendapat banyak dukungan warganet.

Awal kisahnya bermula ketika dirinya pulang ke Berau, Kalimantan Timur dari Yogyakarta pada 29 Maret 2020 lalu. Karena kampus melakukan lockdown, pembelajaran dialihkan secara daring. Setiba di Berau, Icha langsung isolasi mandiri dan mendaftar ke tim Covid-19. Empat hari berselang tiba-tiba muncul gejala seperti menderita Covid-19. “Di situ jujur habis perjalanan dari Jogja, dan memang ada nama-namanya, dan diputuskan langsung isolasi di rumah sakit,” imbuhnya.

Meskipun dalam kondisi seperti itu mahasiswi D3 Kebidanan ini tetap mengerjakan tugas akhir. Dirinya sempat mengalami masa depresi dan merasa mentalnya telah jatuh. “Wah kapan ya aku sidang, kayanya aku gak bisa nih, bagaimana caranya aku sidang di ruangan seperti ini?,” kebingungan melandanya. Tak ada wifi, sulit untuk berkomunikasi, jaringan sulit, hingga berkas-berkas juga ada di rumah. Tetapi ada satu titik yang membuatnya bangkit, yaitu ketika keluarga dan teman-temannya memberikan berbagai dukungan.

Dalam mengemban misi pendidikan Muhammadiyah – ‘Aisyiyah, Unisa Yogyakarta mencoba melakukan berbagai pendekatan. Baik secara akademik, non akademik, psikososial, ekonomi, termasuk pendekatan secara formal. “Kita tempuh semuanya, prinsip mahasiswa jangan stres, prinsip mahasiswa jangan merasa terpaksa mengerjakan tugas, prinsip mahasiswa happy di pendidikan, harapan kita happy tapi sukses,” ungkap Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Agama Islam, Kemuhammadiyahan dan Keaisyiyahan Prof. Dr. Mufdlilah, M.Sc kepada Suara Muhammadiyah pada 6 Juni 2024 yang bertepatan dengan Milad Unisa Yogyakarta ke-33.

Sebagai dosen, Mufdlilah pun paham apa yang menjadi lingkup pendekatan-pendekatan untuk keberhasilan mahasiswa. Seperti lulus tepat waktu, pencapaian unggul, mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang memuaskan dan khususnya untuk mahasiswa Fakultas Kesehatan harus diakhiri dengan uji kompetensi. Hal tersebut sangat mendasar sebagai standar untuk bisa praktik profesi. Kini, yang tidak profesi pun semua terstandarisasi dengan uji kompetensi di akhir.

Seiring perkembangan zaman, ada beberapa perubahan pendekatan kebijakan, misalkan skripsi tidak menjadi sebuah “Alkitab” yang harus tebal. Mahasiswa Unisa Yogyakarta pun bisa menerbitkan publikasi manuskrip sebagai hasil pemikiran dan analisisnya. Ada pula bentuk tugas akhir seperti talenta, misalnya mahasiswa punya sebuah kemampuan untuk membuat film, di mana film itu memiliki kriteria khusus sehingga bisa menjadi rekognisi tugas akhir. “Jadi tidak mesti sekarang dalam bentuk skripsi, tapi dalam bentuk film, dalam bentuk hasil karya, dalam keikutsertaan mereka dengan dosen misalkan dalam menyusun sebuah paten atau hasil-hasil produk inovasi,” tegas Guru Besar perempuan pertama di Indonesia dalam bidang ilmu kebidanan itu.

Sebagai kampus yang telah meraih capaian tertinggi Akreditasi Unggul, dalam segi akademik Unisa Yogyakarta menerapkan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya di kelas, ceramah sampai diskusi an sich. Unisa Yogyakarta sudah mengembangkan pembelajaran dengan tutorial, case base (studi kasus), laboratorium skill, laboratorium klinik, tutorial klinik, projek, hingga kunjungan. Variasi-variasi itu dalam rangka menerapkan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) serta kurikulumnya pun sudah mendekati Outcome Based Education (OBE). Termasuk Interprofessional Education (IPE) yaitu pembelajaran antar profesi agar mahasiswa tidak terkaget-kaget saat lulus dan masuk di tataran pekerjaan.

Patut berbangga, berdasarkan data sejak tahun 2000, Unisa Yogyakarta sudah punya 18.634 lulusan. Sementara itu mahasiswa aktif saat ini ada sekitar 7.600 mahasiswa yang memiliki keragaman suku, budaya, bahkan agama. Unisa Yogyakarta terbuka untuk siapapun, justru memiliki mahasiswa non muslim yang terus meningkat. Bahkan kampus yang dulunya Sekolah Bida 'Aisyiyah ini menginisiasi Baitul Arqam Multikultur. Diantaranya mengenalkan Muhammadiyah, Perempuan Islam Berkemajuan, hingga mengenalkan tentang kemanusiaan yang ada dalam kajian-kajian ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah. “Itu yang ingin kita capai sebagai sebuah nilai toleransi, nanti dia memahami dan bisa menjelaskan ke orang lain juga,” harap Mufdlilah.

Peran Keluarga

Keluarga memiliki nilai strategis dalam keberlangsungan pendidikan. Karena memang keluarga menjadi bagian dari trisula yaitu pendidikan baik di lembaga formal atau nonformal, keluarga dan masyarakat. Terlebih ‘Aisyiyah – Muhammadiyah memiliki prinsip keluarga sakinah dan ada dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanan (uswah hasanah) mempraktikkan kehidupan yang Islami yakni tertanamnya kebaikan (ihsan) saling menyayangi dan mengasihi, menghormati hak hidup anak, hingga memberikan pendidikan akhlak yang mulia secara paripurna.

Di kehidupan modern seperti saat ini sering sekali muncul permasalahan kelekatan (attachment) antara anak dengan orang tua. Seperti disampaikan Dr. Khoiruddin Bashori, Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), jika seseorang memiliki kelekatan yang tidak aman maka ia akan merasa bahwa kehadiran orang lain terasa tidak menyenangkan dan justru akan dianggap sebagai ancaman. “Bagi mereka yang memiliki kelekatan bersama keluarga, akan merasa aman, selalu diperhatikan, mendapat respons yang baik, orang tuanya betul-betul mengerti apa yang dibutuhkan oleh sang anak, dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Menurut Khoiruddin, hasil yang paling terlihat ketika anak mampu mengembangkan kelekatannya dengan orang tuanya adalah, pertama, sang anak dapat menunjukkan prestasi akademiknya. Kedua, menyangkut keterampilan sosial. Anak menjadi lebih percaya diri, berani keluar dan berinteraksi dengan orang lain. Kompetensi sosialnya cenderung menjadi lebih baik. Ketiga, anak yang memiliki kelekatan dan kehangatan dengan orang tua akan terhindar dari segala risiko psikopatologi, yaitu gangguan-gangguan perkembangan pada anak.

Kelekatan adalah perasaan yang terjadi antara anak dengan orang tua. Faktor-faktor yang membentuk kelekatan antara sang anak dengan orang tua adalah saling percaya, komunikasi yang intensif serta terbuka, dan kedekatan secara fisik yang tidak dapat digantikan dengan teknologi.

Sementara itu, tokoh Muhammadiyah yang peduli terhadap dakwah di lingkungan keluarga yaitu Dr. KH. Tafsir, M.Ag mengungkapkan, dalam mendampingi anak yang sedang belajar di rumah, orangtua diharapkan mampu mendampingi. Begitu juga terhadap pasangan suami dan istri. Yang tadinya di rumah tidak pernah memasak bersama, merapikan rumah, mencuci bersama dan semua ada pada kebersamaan. Karena hal tersebut sifatnya kultural. Sesuatu yang sifatnya kultural dapat dilakukan oleh siapa pun.

Setiap keluarga ditujukan untuk membentuk sakinah, mawaddah, dan warahmah yang intinya ada pada hati. Jadi dalam membentuk keluarga yang bahagia pada konteksnya ialah bagaimana kemampuannya menata hati. Paling tidak ada beberapa ukuran keluarga yang dapat diukur sebagai keluarga bahagia, yakni adanya harmoni dalam keluarga. Baik harmoni dengan istri dan suami, kepada anak-anak, keluarga lainnya maupun tetangga. Ini disebut sebagai family value, yaitu keluarga yang anggotanya punya rasa saling memiliki dan berkontribusi.

“Maka harmoni kepada Allah, harmoni kepada lingkungan, harmoni kepada sesama itu juga termasuk dari upaya kebahagiaan bersama dalam keluarga. Dengan saling memahami, mengerti satu sama lain, saling empati, saling membangun harmoni dapat membangun keluarga menjadi bahagia bersama,” ungkap Ketua PWM Jawa Tengah itu.

Berkumpul dengan hiasan-hiasan terasa menyenangkan, menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri. Sesuai dengan maksud Al-Qur’an bahwa anak-anak merupakan hiasan. “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan,” (QS. Al-Kahfi [18]: 46).

Makna baiti jannati, rumahku surgaku, bukan aspek material melainkan semua penghuninya memiliki kebersamaan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Semuanya dilalui dengan perjuangan, seperti Icha yang berhasil menyelesaikan Tugas Akhirnya dengan baik dan tak berselang lama telah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Seperti yang pernah BJ Habibie ucapkan kepada istri tercintanya, Ainun, “Kita ini ibarat gerbong yang masuk dalam sebuah terowongan, gelap dan panjang. Makanya kita tidak tahu mengarah kemana. Tapi setiap terowongan pasti memiliki ujungnya yang ada cahaya.” (rpd)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Universitas Muha....

Suara Muhammadiyah

10 October 2023

Berita

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Peristiwa konflik dan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Pales....

Suara Muhammadiyah

14 November 2023

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung menggelar wisuda kelima pr....

Suara Muhammadiyah

16 December 2023

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Kegurua....

Suara Muhammadiyah

22 September 2023

Berita

KULONPROGO, Suara Muhammadiyah—Edukasi pasar modal terhadap masyarakat menjadi aspek krusial d....

Suara Muhammadiyah

3 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah