Melihat dari Dekat Negeri Tiongkok Melalui Provinsi Xinjiang dan Guangdong (1)
Oleh: Ahmad Dahlan, Ketua PWM Jawa Barat
Tiongkok – Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama rombongan tim pelaksana manajemen Muhammadiyah menghadiri undangan pemerintah Tiongkok dari 05-12 Juli 2024 lalu untuk melihat dari dekat Provinsi Xinjiang (Kota Urumqi dan Kota Kashgar) dan Provinsi Guangdong (Kota Shenzhen dan Kota Guanzhou).
Ada beberapa institusi dan tema yang diperlihatkan serta diinformasikan oleh pemerintah Tiongkok kepada Muhammadiyah selama kunjungan tersebut. Di antaranya pabrik GAC Motor Xinjiang; Institut Mahasiswa Islam Xinjiang; pameran wilayah anti terorisme dan deredikalisasi; pertemuan dengan pemerintah otonomi Uyghur Xinjiang; Masjid KAH; konservasi kota tua Kashgar dan pengelolaan komprehensif; Kota kuno Kashgar; Kashgar Tecnical Institute dan Kashgar Comprehensive Bon Zona; dan Desa Instrum music Etnic Kashea.
Kemudian pabrik Mobil BYD; Museum Reformasi Shenzhen dan pembukaan hall pameran; Universitas Bahasa Asing (Pusat Studi Bahasa Indonesia) Guandong; Museum Pengobatan Tradisional China Guanzhou Shennong Caotang; GTY Kuno Guanzhou; pusat pameran perencanaan Kota Guanzhou; pabrik Wondfo Biotech; Masjid Xinjiang berusia seribu tahun; dan Desa Zodhong Kota Cina Kabupaten Huadu Kota Guanzhou.
Penulis turut mendampingi Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Mr. Li Kang dari Kedutaan Tiongkok. Selain itu, rombongan juga ditemani oleh rekan-rekan dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan (UPP) tingkat Pimpinan Pusat, serta unsur Pelaksana Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dari Majelis Dikti PP Muhammadiyah.
Keterlibatan seluruh unsur Muhammadiyah dalam kunjungan ke Tiongkok menunjukkan kualifikasi sistem kerja Muhammadiyah yang solid dan berorientasi pada timbal balik yang positif dari kunjungan tersebut. Hal ini diharapkan dapat memenuhi proporsionalitas implementasi program. Jika ada aspek positif yang bisa diadopsi ke dalam aktivitas persyarikatan di masing-masing institusi, hal tersebut akan menjadi penguatan bagi eksistensi dan realisasi visi Muhammadiyah abad ke-2, yakni “Islam Berkemajuan.”
Unsur-unsur Muhammadiyah yang menghadiri undangan pemerintah Tiongkok pada Juli tersebut ialah Syamsul Anwar (PPM), Agus Taufiqurrahman (PPM), Muhammad Sayuti (PPM), Izzul Muslimin (PPM), Azaky (UPP PPM), Arif Nur Kholis (Kepala Kantor PPM), Ahmad Dahlan (penulis dan PWM Jabar), Nurhadi (PWM DKI), Saidin (PWM Sultra), Mutholib (PWM Sulut), dan Irwin (Rektor UM Maumere).
Undangan dari pemerintah Tiongkok kepada Muhammadiyah tentu dilatarbelakangi oleh suatu isu. Setelah mengamati berbagai institusi dan tempat yang dikunjungi, yang merepresentasikan bidang keagamaan, pendidikan, ekonomi, budaya, dan politik, terlihat bahwa pemerintah Tiongkok menyadari adanya informasi yang tidak utuh tentang mereka di kalangan masyarakat Indonesia. Masalah yang diidentifikasi adalah ketidakjelasan informasi mengenai Tiongkok.
Menghadiri undangan pemerintah Tiongkok yang bertujuan untuk menginformasikan berbagai keadaan di Tiongkok kepada Muhammadiyah juga didorong oleh misi untuk mengetahui secara langsung seperti apa Tiongkok sesuai dengan harapan pemerintah Tiongkok.
Selain itu, penulis juga memiliki misi pribadi yang terkait dengan karakteristik warga Muhammadiyah, yaitu kerangka orientasi berpikir yang menempatkan pola hidup seorang Muslim pada prinsip: "Menjadikan Islam sebagai sumber nilai dan konsep, hidup mengajak kepada kebaikan, dan menempatkan pemahaman agama secara tepat berdasarkan ruang dan waktu demi tercapainya tujuan utama Islam (modernisasi)."
Oleh karena itu, muncul sejumlah pertanyaan mengenai apa yang diperlihatkan oleh pemerintah Tiongkok kepada Muhammadiyah. Misalnya, bagaimana keadaan masyarakat Provinsi Xinjiang (Kota Urumqi dan Kashgar) dan masyarakat Guangdong (Kota Shenzhen dan Guanzhou)? Bagaimana pembangunan atau modernisasi di Provinsi Xinjiang (Kota Urumqi dan Kashgar) dan Guangdong (Kota Shenzhen dan Guanzhou)? Bagaimana umat Islam di Provinsi Xinjiang (Kota Umruwi dan Kashgar) dan Guangdong (Kota Shenzhen dan Guanzhou) menempatkan agama dalam kehidupan, dijadikannya agama sebagai sumber nilai dan sumber konsep, serta umat Islam menginformasikan tidakkah subtansi ajaran agama kepada sesama muslim?
Keadaan masyarakat Provinsi Xinjiang
Xinjiang memiliki 14 wilayah setingkat prefektur, 9 di Xinjiang Utara dan 5 di Xinjiang Selatan. Pada masa lalu, terdapat kesenjangan populasi yang sangat besar antara wilayah utara dan selatan. Populasi Xinjiang Selatan pernah mencapai dua per tiga dari total populasi wilayah tersebut.
Kesenjangan ini telah berangsur-angsur teratasi berkat pembangunan ekonomi dan sosial. Pada 2020, populasi Xinjiang Utara mencapai 13,31 juta jiwa atau 51,48 persen dari total populasi, naik 2,08 juta jiwa dari 10,46 juta jiwa pada 2010.
Perubahan demografi pada populasi suku Uyghur terbentuk sejak 1949 dan Xinjiang telah menikmati kedamaian dan pembangun yang dimulai pada tahun tersebut. Setelah daerah Otonomi Uyghur Xinjiang didirikan pada 1955, PKT dan pemerintah pusat menerapkan otonomi daerah untuk memastikan status yang setara bagi semua kelompok etnis dan mengadopsi serangkaian kebijakan preferensial untuk membantu dan mendukung pembangunan daerah. Kelompok etnis minoritas di Xinjiang, termasuk Suku Uyghur, memasuki periode pembangunan yang optimal.
Populasi Uyghur di Xinjiang terus bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa sejak berdirinya Republik Rakyat Cina (RRC), populasi Uyghur telah mempertahankan laju pertumbuhan yang relatif tinggi, sebuah tren yang yang sama dengan pertumbungan populasi total di wilayah tersebut.
Prospek populasi di Xinjiang diuntungkan oleh stabilitas sosial yang konsisten. Populasi Xinjiang khususnya kelompok etnis minoritas, akan terus mempertahankan pertumbuhan yang stabil dalam waktu dekat, meningkatkan kualitas populasi dan mendorong mobilitas sosial dan geografis yang lebih besar.
Kelompok etnis minoritas di Xinjiang memiliki potensi yang besar untuk berkembang karena mereka memiliki populasi yang relatif muda dan jumlah wanita usia subur yang besar. Penerapan kebijakan kelahiran baru oleh pemerintah Tiongkok yang memungkinkan pasangan rumah tangga hingga memiliki tiga anak dan langkah-langkah dukungan untuk meningkatkan angka kelahiran juga akan mendorong dukungan populasi yang stabil di Xinjiang.
Reformasi awal pada pembangunan ekonomi dan sosial yang stabil di Xinjiang serta reformasi lanjutannya, akan berdampak pada kualitas sistem seperti pada pendidikan. Oleh karena itu, untuk pencapaian kualitas pendidikan di Xinjiang, pemerintah menerapkan beberapa langkah.
Pertama, memastikan akses universal pendidikan pra sekolah yang difokuskan pada taman kanak-kanak negeri dan nirlaba. Kedua, menyeimbangkan pengembangan pendidikan wajib. Ketiga, menawarkan pengembangan sekolah menengah universal. Keempat, memperluas dan meningkatkan pendidikan kejuruan. Kelima, memperkuat pendidikan tinggi.
Demikian pula sistem perawatan kesehatan di Xinjiang ditingkatkan dan diperluas, baik di kota maupun di perdesaan. Selain itu, dalam pembangunan hukum, Xinjiang memperkuat undang-undang dan kebijakan yang melindungi hak-hak dan kewajiban, terutama perempuan.
Kemudian mereka juga memastikan bahwa perundangan dan kebijakan tersebut dihormati dan dilaksanakan demi mendukung dan melaksanakan program dan atau pembangunan nasional. Misalnya, menciptakan lingkungan yang memberdayakan dan mendorong kesetaraan antara jenis kelamin sehingga menciptakan kualitas manusia seperti potensi perempuan secara menyeluruh.