Membangun Keunggulan Umat Islam

Publish

31 August 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
729
Prof Haedar Nashir. Foto: PP Muhammadiyah

Prof Haedar Nashir. Foto: PP Muhammadiyah

Membangun Keunggulan Umat Islam

Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.

Umat Islam Indonesia di dalam negeri maupun di ranah global berada dalam pusaran dinamika kehidupan yang kompleks dan kompetitif, sehingga tidak cukup berada di zona aman dan nyaman. Dengan bersyukur atas potensi dan kemajuan yang dimiliki umat Islam di negeri ini, termasuk dalam hal masih utuhnya umat mayoritas ini tidak seperti di sejumlah negara di Timur Tengah yang bergejolak dan terlibat perang saudara. Selebihnya, umat terbesar ini masih harus terus berjuang karena masih memiliki kelemahan dan masalah yang memerlukan perhatian besar seluruh kekuatan umat Islam.

Dinamika internal umat Islam Indonesia sungguh tidak sederhana alias kompleks. Umat Islam harus berkompetisi atau berfastabiqul-khairat dengan kekuatan lain, termasuk dengan kelompok minoritas, yang dalam sejumlah aspek lebih maju. Demikian pula masalah internal di tubuh umat Islam sendiri seperti perbedaan pandangan, ananiyah hizbiyah atau fanatisme kelompok, dan masalah lainnya mesti dijadikan agenda serius untuk dicarikan jalan keluar. Intinya perlu reorientasi terhadap kondisi umat Islam agar bertumbuh menjadi umat yang berkeunggulan.

 Problem Umat Islam

Umat Islam Indonesia alhamdulillah bertumbuh menjadi mayoritas di negeri ini, dengan proporsi sekitar 87 atau 88 prosen dari total penduduk di negeri ini. Jumlah yang besar ini tentu merupakan anugerah Allah sebagai hasil perjuangan panjang dan melelahkan para penyebar atau mujahid dakwah yang bermacam-ragam dan tersebar luas dari Aceh hingga Papua di seluruh kepulauan Indonesia. Proses Islamisasinya pun bergerak kultural sehingga secara umum melahirkan umat yang moderat sebagai hasil dari adaptasi dan pergumulan yang panjang dan melibatkan seluruh unsur yang menyebar luas di negeri ini.

Umat Islam Indonesia tidak sepatutnya menunjukkan arogansi dan kebanggaan yang berlebihan. Umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya masih harus bekerja keras meningkatkan daya saing diri di hadapan umat dan bangsa lain. Bagaimana meningkatkan kemampuan berkompetisi dengan umat dan bangsa lain, termasuk di kawasan negeri-negeri jiran pada era Masyarakat Ekonomi Asean saat ini. Dalam sejumlah hal kita masih di belakang setelah Singapure, Malaysia, dan Thailand. Indonesia yang mayoritas Muslim lebih sering disejajarkan dengan Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Mayoritas umat Islam di akar rumput masih lebih berposisi sebagai objek ketimbang subjek. Kalau mau membangun masjid dan insfrastruktur masih harus meminta bantuan, belum banyak yang mandiri. Sehingga muncul pertanyaan, apa yang dapat disumbangkan ke dunia internasional khususnya dunia Islam manakala umat Islam Indonesia masih dhu'afa-mustadh'afin seperti itu? Ibarat suara kodok yang nyaring dan perut yang digelembungkan, tetapi tidak dapat berbuat banyak kecuali melompat-lompat di tempat.

Kalau bicara yang muluk-muluk tentu mudah, tetapi berpijak di dunia nyata untuk mendongkrak kemajuan umat sungguh tak gampang dan menuntut kerja keras yang optimal. Kalau di forum internasional atau seminar dan sebagainya dengan mudah kita mendeklarasikan diri sebagai yang umat terhebat. Demikian pula kalau membanggakan jumlah, semua dapat saling berebut menunjukkan angka tertinggi. Apalagi kalau dikaitkan dengan isu-isu kultural yang melankolis, sungguh banyak yang merasa unggul dan berada di depan. Namun sungguh sudah unggulkah dan berdayasaing tinggi-kah umat Islam Indonesia?

Umat Islam Indonesia di bidang ekonomi masih tergolong dhu’afa dibanding golongan lain yang minoritas di negeri ini. Pengusaha muslim apalagi kelas papan atas masih dapat dihitung dengan jari, jauh sekali dibanding pengusaha lain. Usaha bisnis lebih-lebih yang berskala besar masih minoritas di lingkungan umat Islam. Bila masih banyak yang miskin dan berpenghasilan kecil maupun pengangguran tentu mayoritas beragama Islam. Padahal bila ekonomi umat lemah maka tidak akan berdaya di bidang pendidikan, sosial, lebih-lebih politik. Masalah ekonomi ini sungguh menjadi pekerjaan rumah terbesar dan terberat umat Islam Indonesia.

Kelebihan kuantitas dan kemoderatan umat Islam Indonesia di mata dunia itu kini tidak jarang menjadi kebanggaan yang berlebihan, seakan muslim di negeri ini serbahebat dan telah menjadi penentu peradaban dunia. Tidak jarang bahkan menjadi bahan komoditi yang beraroma ananiyah hizbiyah (fanatik golongan), seolah golongan sendiri serbabaik dan yang lain serbaburuk. Hanya dengan berwacana, umat muslim Indonesia seakan telah menjelma menjadi umat terbaik di muka bumi, tidak jarang sambil beraroma cenderung merendahkan bangsa Muslim di kawasan Timur Tengah atau negeri lain. Dengan hanya melalui pidato dan seminar nasional maupun internasional tidak jarang muncul kebanggaan yang berlebihan dan cenderung retorika, seakan umat Islam Indonesia benar-benar serbaunggul. Padahal pada saat yang sama umat Islam Indonesia masih rentan secara ekonomi dan politik, sehingga sering menjadi objek pihak lain.

Membangun Keunggulan

Umat Islam Indonesia wajib hukumnya bangkit menjadi umat yang unggul atau khaira ummah di dunia nyata. Bila ingin meraih kemajuan di dunia politik maka umat Islam harus naik kelas secara ekonomi. Lebih-lebih umat Islam secara politik terfragmentasi alias tidak bersatu, sehingga mudah sekali diperlemah dan menjadi objek politisasi dan mobilisasi pihak lain yang sering merugikan umat Islam sendiri. Masing-masing kelompok Islam tinggi ananiyah hizbiyahnya atau fanatisme golongannya, sehingga sulit bersatu atau menemukan konsensus politik yang objektif dan rasional.

Karenanya umat Islam Indonesia harus melakukan perubahan yang signifikan membangun keunggulan dirinya. Dimulai dari membangun keunggulan ekonomi dan pendidikan, kemudian membangun kekuatan politik. Seraya menyelesaikan masalah-masalah perbedaan paham keagamaan atau masalah khilafiyah agar tidak menggangu ukhuwah dan kekuatan umat Islam. Jauhi pula umat yang merasa paling besar dan dominan karena akan menimbulkan kesenjangan dan ketegangan di tubuh umat Islam. Umat Islam harus berubah jika ingin menjadi khaira ummah.

Sabda Nabi, Ibda bi-nafsika, mulailah dari dirimu sendiri. Para pemimpin dan organisasi Islam perlu jujur melihat diri sendiri. Umat Islam Indonesia masih harus berjuang keras membangun kualitas, termasuk kemampuan daya saing dirinya di bidang ekonomi dan kemajuan iptek. Lihatlah umat di bawah, yang masih banyak mengalami kesulitan hidup, ekonomi pas-pasan, pendidikan formal belum tinggi, dan tertinggal dalam banyak aspek kehidupan. Jika ingin berperan sebagai rahmatan lil-'alamin dan menjadi contoh bagi dunia Islam mancanegara, maka jadikan diri kuat dan mandiri sehingga layak sendiri sebagai uswah hasanah. Mana mungkin kita bisa mengurus orang lain kalau rumah sendiri belum terurus dengan baik.

Umat yang mayoritas di negeri ini harus mengedepankan langkah-langkah nyata membangun kemandirian dan daya saing melalui berbagai program pemberdayaan. Tingkatkan kualitas sumberdaya umat melalui pendidikan yang unggul dan berdaya saing tinggi. Kembangkan usaha-usaha ekonomi mikro, kecil, dan menengah yang tangguh dan bersifat alternatif. Bangun berbagai sarana dan prasarana yang mempermudah umat meraih akses dan kegiatan produktif. Jika sudah bermodal yang cukup kuat di segala bidang dan berdaya saing tinggi, tentu akan mampu tampil sebagai kekuatan yang besar dan raksasa.

Umat Islam Indonesia harus membuktikan diri unggul dalam segala aspek kehidupan. Kalaupun memiliki keunggulan tertentu, tidak layak menunjukkan arogansi disertai sikap yang terkesan merendahkan Muslim Arab dan Timur Tengah atau lainnya. Semua negeri dan bangsa Muslim memiliki kelebihan dan masalahnya sendiri, sehingga yang harus dikedepankan ialah sikap ukhuwah dan saling meringankan beban. Kelebihan yang kita miliki pun tidak lantas menjadikan diri arogan dan percaya diri berlebihan.

Pada saat yang sama, bahkan perlu bermuhasabah diri, benarkah umat Islam Indonesia atau Islam Nusantara telah menjadi umat yang unggul? Bagaimana sebenarnya kondisi internal umat Islam di negeri ini. Jangan sampai merasa diri hebat dan berambisi mengekspor Islam ke mancanegara, tetapi keadaan sendiri masih jauh panggang dari api. Kata pepatah Arab, faqid asy-syai la yu'thi: jika kita tidak punya apa-apa mana mungkin mampu memberi apa-apa. Apalagi untuk bertumbuh menjadi umat berkeunggulan sungguh jauh panggang dari api! 

Sumber: Majalah SM Edisi 17 Tahun 2022


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Editorial

Cerdas-Seksama Menjaga Muhammadiyah Indonesia sedang menggelar kontestasi politik untuk Pemilu tang....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Editorial

Agenda Strategis Muhammadiyah Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si. Era digital dan media sosial saa....

Suara Muhammadiyah

27 February 2024

Editorial

MUBALIGH, PEMILU, DAN LATO-LATO Pilpres, Pemilu legislatif, maupun Pilkada, Pilihan kepala desa, ju....

Suara Muhammadiyah

27 October 2023

Editorial

HIJRAH Perputaran waktu begitu cepat berlalu. Hari demi hari telah dilewati dengan sederet dinamika....

Suara Muhammadiyah

18 October 2023

Editorial

Elite Politik Menjaga Situasi Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 terus bergerak maju sampai tiba 14 Fe....

Suara Muhammadiyah

6 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah