Membongkar Kedok ISIS: Tinjauan Kritis Buku Refuting ISIS
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Kelompok ISIS berusaha membenarkan aksi kejahatan mereka yang mengerikan dengan berlindung di balik ajaran Islam. Banyak tokoh masyarakat di Amerika Utara mengecam tindakan ISIS, namun bagaimana pandangan masyarakat di luar dunia Barat? Muhammad Al-Yaqoubi, seorang cendekiawan asal Damaskus, menulis sebuah buku berjudul Refuting ISIS (2015) untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Buku ini menarik karena ukurannya yang kecil. Penulis sengaja mendesainnya agar mudah dibaca oleh kaum muda yang mungkin terpapar ideologi ISIS. Ia ingin menyajikan bantahan terhadap klaim ISIS secara ringkas agar mereka tidak terjerumus untuk bergabung. Bagi yang telah terlanjur bergabung, buku ini diharapkan dapat mendorong mereka untuk keluar dari ISIS.
Keunikan buku ini terletak pada latar belakang penulisnya yang berasal dari Timur Tengah dan memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu keislaman tradisional. Penulis mampu menyajikan argumen yang kuat berdasarkan Al-Qur'an, hadis, sejarah Islam, dan fikih, sehingga mudah dipahami oleh kalangan yang terpengaruh ISIS.
Buku ini bukanlah yang pertama membantah ISIS. Sekitar 120 cendekiawan telah menulis surat terbuka kepada pemimpin ISIS, Al-Baghdadi. Namun, Refuting ISIS memiliki keunikan karena argumennya dibangun sepenuhnya berdasarkan sumber-sumber Islam klasik. ISIS mengklaim bahwa tindakan mereka sesuai dengan ajaran Islam, tetapi penulis buku ini membuktikan bahwa mereka telah salah menafsirkan Al-Qur'an, hadis, dan pandangan ulama.
Penulis menggunakan sumber yang sama dengan yang digunakan ISIS untuk menunjukkan kesalahan mereka. Argumen seperti ini lebih efektif daripada menggunakan pendekatan modern atau sekadar mengecam kekerasan, karena ISIS tidak akan peduli dengan hal tersebut.
Dalam bukunya, Al-Yaqoubi memaparkan berbagai kekejaman yang dilakukan ISIS. Untuk memudahkan pembaca, ia mengelompokkan 20 jenis kekejaman tersebut ke dalam beberapa subjudul. Salah satunya adalah pembunuhan membabi buta dan kebrutalan, yang sudah menjadi rahasia umum.
Subjudul lainnya adalah pelecehan terhadap hukum suci. Hal ini mungkin mengejutkan karena ISIS selalu mengklaim bahwa mereka menerapkan hukum Syariah. Namun, Al-Yaqoubi menunjukkan bahwa pemimpin dan hakim-hakim yang diangkat ISIS tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang hukum Islam, sehingga mereka seringkali mengeluarkan fatwa yang tidak masuk akal.
Kekejaman ketiga yang disoroti adalah penghancuran situs-situs bersejarah. Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa menghancurkan tempat ibadah agama lain diperbolehkan dalam Islam, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim ketika menghancurkan berhala. Akan tetapi, Al-Yaqoubi menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan. Keilmuan Islam justru mengajarkan untuk melindungi tempat-tempat suci semua agama, dan Al-Qur'an sendiri memerintahkan umat Islam untuk menjaga gereja, biara, dan sinagoga.
Al-Qur'an, khususnya Surah 22 ayat 39 dan 40, dengan tegas menyatakan bahwa umat Islam wajib melindungi tempat-tempat ibadah agama lain. Namun, ISIS justru menghancurkan berbagai situs bersejarah, termasuk makam para khalifah dan nabi di Suriah.
Al-Yaqoubi kemudian mengisahkan Khalifah Umar bin Khattab yang menolak untuk shalat di dalam gereja ketika mengunjungi Yerusalem. Umar khawatir, jika ia shalat di sana, umat Islam di kemudian hari akan mengklaim gereja tersebut dan menjadikannya sebagai tempat ibadah mereka. Sikap Umar ini menunjukkan betapa pentingnya menghormati tempat suci agama lain.
Selain itu, Al-Yaqoubi juga mengkritik tindakan ISIS yang gemar mengkafirkan orang lain (takfir). Dalam Islam, mengkafirkan seseorang harus didasari alasan yang kuat dan melalui proses yang hati-hati. Namun, ISIS justru mengkafirkan kelompok Muslim lain secara massal hanya karena tidak sepaham dengan mereka.
ISIS tidak hanya mengkafirkan individu yang melakukan kesalahan besar, tetapi juga mengkafirkan seluruh kelompok Muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Padahal, dalam hadis disebutkan bahwa jika seseorang menuduh saudaranya sebagai non-muslim tanpa alasan yang benar, maka tuduhan itu bisa berbalik kepadanya.
Selanjutnya, Al-Yaqoubi juga mengecam praktik perbudakan yang dilakukan ISIS. Umat Islam telah menyepakati perjanjian internasional untuk menghormati hak asasi manusia dan menghapuskan perbudakan. Tindakan ISIS menghidupkan kembali perbudakan jelas bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan Islam yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Terakhir, Al-Yaqoubi menyoroti dampak negatif ISIS terhadap citra Islam. Alih-alih membawa kebaikan, tindakan mereka justru merusak dan mencoreng nama Islam. Berdasarkan berbagai argumentasi yang telah dipaparkan, Al-Yaqoubi menyimpulkan bahwa ISIS telah keluar dari ajaran Islam Sunni dan hampir keluar dari Islam secara keseluruhan.Al-Yaqoubi tidak secara eksplisit menyatakan bahwa ISIS adalah non-muslim, namun ia menggolongkan mereka sebagai "khawarij". Istilah ini merujuk pada kelompok ekstremis yang telah keluar dari komunitas Muslim mainstream. Meskipun secara historis, "khawarij" masih dianggap Muslim, Al-Yaqoubi mengutip pendapat beberapa ulama terkemuka yang menyatakan bahwa mereka sebenarnya telah kafir.
Hadis Nabi Muhammad saw. memang menyebutkan bahwa akan selalu ada kelompok seperti "khawarij" yang muncul di tengah umat Islam. Sebagian besar ulama sepakat bahwa mereka berada di luar komunitas Muslim, tetapi masih dalam lingkup Islam. Namun, Al-Yaqoubi menyajikan pandangan berbeda dengan mengutip pendapat ulama yang mengkafirkan "khawarij". Oleh karena itu, pembaca dapat menyimpulkan sendiri dari buku ini bahwa ISIS, sebagai "khawarij", adalah non-muslim. Meskipun demikian, Al-Yaqoubi sendiri hanya menyatakan bahwa ISIS telah keluar dari Islam Sunni dan hampir keluar dari Islam secara keseluruhan.
Di samping analisisnya, Al-Yaqoubi menyerukan umat Islam untuk melawan ISIS. Ia menegaskan bahwa melawan ISIS adalah kewajiban (fardhu) bagi seluruh komunitas Muslim. Namun, perlawanan tersebut harus dilakukan secara terorganisir dan dipimpin oleh otoritas yang sah, bukan oleh individu-individu yang bertindak sendiri.
Al-Yaqoubi optimis bahwa ISIS tidak memiliki masa depan. Ia yakin bahwa ISIS hanyalah sebuah fase yang akan segera berakhir dan pada akhirnya akan musnah. Buku Refuting ISIS: A Rebuttal of Its Religious and Ideological Foundations karya Syekh Muhammad Al-Yaqoubi ini sangat menarik untuk dibaca. Ukurannya yang ringkas menjadikannya mudah untuk dipahami.