Memelihara Kehormatan dan Nama Baik Tetangga
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Butir ke-6 dari 11 butir perilaku hidup bertetangga yang terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.456) adalah memelihara dan menjaga kehormatan serta nama baik tetangga. Berkenaan dengan itu, ada beberapa hal penting yang perlu kita pahami dan kita amalkan.lebih baik lagi dalam kehidupan nyata.
Kehormatan dan nama baik bagi setiap orang sangat penting. Kedua hal itulah yang sangat menentukan setiap orang memperoleh perlakuan baik atau sebaliknya. Oleh karena itu, setiap muslim mukmin wajib memelihara kedua-duanya dengan sebaik-baiknya.
Di dalam Islam setiap muslim mukmin wajib mencintai saudara dan tetangganya seperti mencintai diri sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam HR al-Bukhari dan Muslim,
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ ” رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”
Sementara itu, di dalam hadis yang lain dijelaskan,
وَعَنْ أَنَسٍ – رضي الله عنه – عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ – أَوْ لِأَخِيهِ- مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas radiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba dikatakan beriman (dengan iman yang sempurna) hingga ia mencintai tetangganya atau saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih)
Berdasarkan kedua hadis tersebut setiap muslim mukmin wajib memelihara kehormatan dan nama baik saudara dan tetangganya seperti memelihara kehormatan dan nama baik dirinya sendiri.
Makhluk Paling Mulia
Ada dua hidayah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya kepada manusia yang menyebabkan manusia menjadi makhluk paling sempurna, yaitu hidayah akal dan agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah (2):219,
يَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَا لْمَيْسِرِ ۗ قُلْ فِيْهِمَاۤ اِثْمٌ کَبِيْرٌ وَّمَنَا فِعُ لِلنَّا سِ ۖ وَاِ ثْمُهُمَاۤ اَکْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْــئَلُوْنَكَ مَا ذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمُ الْاٰ يٰتِ لَعَلَّکُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, "Kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir,"
Dari ayat tersebut kita ketahui bahwa kita diperintah agar berpikir. Kiranya dengan mudah kita mengerti juga bahwa perintah kepada kita itu pasti disesuaikan dengan peranti yang disediakan bagi kita, yakni akal (pikiran). Tidak mungkin kita diperintah agar berpikir jika kita tidak diberi akal.
Firman Allah Subhanahau wa Ta’ala di dalam surat al-An'am (6):50
قُلْ لَّاۤ اَقُوْلُ لَـكُمْ عِنْدِيْ خَزَآئِنُ اللّٰهِ وَلَاۤ اَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَاۤ اَقُوْلُ لَـكُمْ اِنِّيْ مَلَكٌ ۚ اِنْ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا يُوْحٰۤى اِلَيَّ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الْاَ عْمٰى وَا لْبَصِيْرُ ۗ اَفَلَا تَتَفَكَّرُوْنَ
"Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku." Katakanlah, "Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?""
Di dalam ayat twrsebut dinyatakan dengan kalimat interogatif “Apakah kamu tidak memikirkannya?” Di dalam kajian pragmatik, terdapat tindak tutur langsung (direct speech) dan tindak tutur tidak langsung (indirect speech). Tindak tutur imperatif dapat dinyatakan secara langsung dan dapat pula secara tidak langsung. Tindak tutur imperatif tidak langsung dapat dinyatakan dengan tuturan interogatif.
Jadi, tuturan “Apakah kamu tidak memikirkannya?” di dalam ayat tersebut hakikatnya merupakan tindak tutur imperatif, yakni memerintah, agar kita berpikir. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintah kita agar berpikir karena Dia telah menyediakan akal bagi kita.
Di samping diberi hidayah akal, manusia diberi juga hidayah agama. Hal itu dapat kita ketahui msalnya pada surat asy-Syuura (42):13
مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ
“Dia (Allah) telah mensyariatkan bagi kamu agama yang Dia wasiatkan (juga) kepada Nuh, yang telah Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), dan yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, Tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki pada (agama)-Nya dan memberi petunjuk pada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).”
Di dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa diberi petunjuk atau agama. Hidayah agama diberikan juga kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal tu dapat kita ketahui pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat al-Maidah (5):3
ۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Siapa pun yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dengan dua hidayah tersebut manusia mempunyai kehormatan dan nama baik (harga diri). Hal itulah kiranya yang seharusnya menyadarkan setiap manusia bahwa dirinya merupakan makhluk termulia sebagaimana dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di Al-Qur’an surat al-Isra (17):70,
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًاࣖ
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Tolok Ukur Kehormatan dan Nama Baik
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13, manusia yang paling mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertakwa.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa ketakwaan manusia dapat diukur melalui ketaatannya melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, memelihara kehormatan dan nama baik setiap muslim mukmin hakikatnya memelihara ketakwaan kepada-Nya.
Cara Memelihara Kehormatan dan Nama Baik Tetangga
Sebagai manusia biasa, kita mempunyai sifat lupa dan lemah. Oleh karena itu, kita diperintah agar saling mengingatkan dengan beramar makruf nahi munkar sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an misalnya surat Ali ‘Imran (3):110.
كُنۡتُمۡ خَيۡرَ اُمَّةٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ وَتُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِؕ وَلَوۡ اٰمَنَ اَهۡلُ الۡكِتٰبِ لَڪَانَ خَيۡرًا لَّهُمۡؕ مِنۡهُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَاَكۡثَرُهُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
Bismillah! Kita pelihara kehormatan dan nama baik tetangga dengan beramar makruf nahi mungkar.