Mempertimbangkan Perlunya Kampanye di Kampus

Publish

22 September 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
780
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Mempertimbangkan Perlunya Kampanye di Kampus

Oleh: Dr Immawan Wahyudi

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 65/PUU-XXI/2023, yakni putusan tentang kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan  menimbulkan pro kontra.

Secara ringkas kami uraikan sekadar memahami duduk perkaranya, latar belakang masalahnya, dan norma-norma yang menjadi substansi pengaturannya. Namun perlu juga kita fahami konteks historisnya dalam kaitan dengan kehidupan kemahasiswaan di PTN/PTS sekadar untuk membandingkan dari beberapa situasi untuk mendasari kita  dalam mengambil kebijakan yang paling mungkin tentang Kampanye Pemilu bagi kehidupan Kampus-kampus PTMA. 

Amar Putusan Mahkamah Konstitusi

Mengadili:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

2. Menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) sepanjang frasa ”Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “mengecualikan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”, sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi, “menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”.

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Latar Belakang Historis

Secara historis, norma serupa sebelumnya telah diatur juga dalam Pasal 86 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 8/2012) yang menyatakan, “Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang: h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.

Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud dengan “tempat Pendidikan” adalah gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi.

Bahwa berdasarkan Lampiran II UU RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan  Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai ”Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan”, pada angka 176: Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.

177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.

178. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bahwa menurut para Pemohon, berdasarkan original intent pembentukan UU 7/2017, mayoritas fraksi (F-PDIP, F-PG, F-PPP dan F-PAN) pada dasarnya tetap menghendaki kampanye dengan menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan adalah dilarang. Namun, masih diperbolehkan menghadiri undangan-undangan di tempat ibadah atau tempat pendidikan sepanjang mendapatkan undangan dan bukan dalam rangka/agenda kampanye. Akan tetapi, Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 a quo justru berbeda dan bertentangan dengan materi pokok dalam batang tubuh, in casu Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017;

Bahwa secara doktriner, pemilu merupakan salah satu mekanisme sentral dalam sistem demokrasi modern yang memungkinkan warga negara berpartisipasi secara aktif dalam proses politik dengan memilih wakil mereka untuk menjalankan pemerintahan. Sebab, pemilu mencerminkan prinsip fundamental perihal kekuasaan politik berasal dari rakyat dan digunakan untuk merepresentasikan kehendak rakyat.

Dengan peran sentral dalam menjalankan demokrasi dalam mengimplementasikan kedaulatan rakyat, pengaturan terkait dengan pemilu perlu dituangkan dalam norma konstitusi. Pengaturan di tingkat konstitusi bertujuan untuk memastikan proses politik dan suksesi kepemimpinan dilakukan sesuai dengan nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat sebagai landasan kehidupan bernegara.

....kampanye pada hakikatnya adalah salah satu bentuk komunikasi politik yang esensinya merupakan strategi kontrol sosial dalam rangka mengarahkan psikologi dan perilaku pemilih untuk menyesuaikan dan mengikuti program dari suatu partai politik. Oleh karena itu, kampanye memiliki peran penting untuk memajukan kehidupan politik dalam berdemokrasi dengan cara memberikan informasi kepada pemilih, mendorong partisipasi aktif dalam proses pemilu, serta membentuk opini publik terkait dengan berbagai isu politik. Namun, kampanye juga harus dijalankan secara bertanggung jawab agar dapat memastikan proses pemilihan berlangsung secara adil dan transparan..

Beberapa Pandangan Tentang Kampanye di Kampus

“Saya kira 100 persen dari mereka (mahasiswa) sudah memiliki hak pilih. Selama kampus dapat menjaga kondusivitasnya, saya kira itu memungkinkan,” ujar Muhadjir saat menjadi narasumber pada segmen “Apa Kabar Indonesia Malam” dengan topik “Ketika Kampus dan Sekolah Jadi Ajang Kampanye” yang disiarkan secara langsung melalui kanal televisi TV One, pada Minggu (27/8).

Anwar Abbas menjelaskan mengapa pihaknya menolak kampanye pemilu 2024 di lembaga pendidikan. Menurut Anwar Abbas, kampanye di lembaga pendidikan berpotensi mencemari sekolah dan kampus dengan politik uang serta tindakan yang tidak terpuji.

"Timbul pertanyaan pada diri saya ya, kalau seandainya praktek-praktek tidak terpuji dan money politik itu juga masuk ke kampus dan lembaga pendidikan maka berarti apa yang kita sudah paradoks dengan tujuan yang kita gariskan, kita ingin membantu anak yang berakhlak moral budipekerti tapi kita mengajarkan mereka dengan hal-hal yang tercela dan itu menjadi masalah," (METRO TV NEWS.COM )

Sekretaris umum PP Muhammadiyah Abdul Mukti juga mengatakan, akan sangat berhati-hati dalam melanjuti putusna Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan kampanye di lingkungan pendidikan. Mukti menjelaskan, keputusan MK tersebut dinilai bisa berdampak buruk terhadap dinamika politik dan kegiatan akademik.

Penyelenggara pemilu juga diminta untuk memperhitungkan dampak negatif kemungkinan konflik kepentingan antara pemimpin di lingkungan pendidikan yang digunakan untuk lokasi kampanye. Jika diterapkan tanpa aturan detail, praktek kampanye di lingkungan pendidikan dinilai dapat memicu praktek politik praktis di lingkungan pendidikan yang berdampak buruk bagi civitas akademika. (METRO TV NEWS.COM )

DALAM DIALOG secara on line dengan Aktivis BEM PTMA yang diselenggarakan oleh BEM FH UAD, memang muncul kehawatiran sebagaimana yang dinyatakan oleh Prof. Abdul Mukti dan Dr. Anwar Abbas. Secara lebih detail apa yang dihawatirkan oleh mahasiswa adalah sikap politik partisan dari penyelenggara, kemungkinan terjadinya diskriminasi terhadap calon yang satu dengan calon yang lain, dan juga kemungkinan terjadinya money politics. Namun secara substantif sebenarnya mahasiswa juga memahami perlunya kehidupan kampus yang responsif terhadap realitas sosial politik yang ada.

Suaramahasiswa.info – Mahasiswa dengan pergerakan tidak bisa dipisahkan. Sehari-harinya, mahasiwa ikut menjadi elemen pengawas pemerintah. Menjadi garda depan dan mewakili masyarakat. Tiap gerakan dan sorakannya pun tidak lain untuk menyuarakan kebenaran. Rasanya, sudah menjadi kewajiban, mahasiswa ikut masuk kedalamnya. Mahasiswa dan Pergerakannya dalam Sejarah  (Suara Mahasiswa  Desember 18, 2019) 

Dilihat dari sisi Guardian of Value, Mahasiswa telah masuk dalam pelajar tingkat tinggi, sehingga memiliki peran untuk menjaga nilai di masyarakat dengan kebenaran yang mutlak, dilandasi kejujuran, keadilan, gotong royong, integritas dan empati dalam kehidupan bermasyarakat.

Tidak hanya itu, mahasiswa pun turut serta dalam Agent Of Change. Mahasiswa tidak hanya bergerak dalam lingkungan akademiknya saja, tapi juga bertindak sebagai penggerak seluruh masyarakat kearah lebih baik. Tentu saja, dengan segala ilmu dan pengetahuan yang telah dikuasai untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan bersama. (Suara Mahasiswa  Desember 18, 2019) 

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.” (UU nomor 12 Tahun 20112 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 1 ayat (1)

Pendidikan Tinggi berfungsi:

a. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;

b. mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan

c. mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora. (UU nomor 12 Tahun 20112 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 4)

Pendidikan Tinggi bertujuan:

a. berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;

d. terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. (UU nomor 12 Tahun 20112 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 5 huruf a dan d.)

DISKURSUS tentang peran sosial mahasiswa, sepertinya, tidak akan ada habisnya. Dalam lintasan sejarah pernah pergerakan mahasiswa cenderung ke arah campus rebellion sebagaimana terjadi di beberapa negara seperti Korsel dan China. Namun juga pernah mengalami pasang surut yakni ketika diberlakukannya BKK/NKK yang dianggap mengekang dan mengarahkan mahasiswa untuk lebih realistis dalam menyelesaikan tugas perkuliahannya dan mengurangi atensinya terhadap kehidupan politik parkits. Belum terdengar suatu penelitian yang valid tentang bagaimana kualitas dan komitmen mahasisw produk dari model campus rebellion dan model BKK/NKK. Mungkin hanya dapat kita duga tentang karakter leadership zaman campus rebellion dan zaman BKK/NKK.

PERLU kiranya dibahas beberapa alternatif kebijakan tentang Kampanye di Kampus.

Pertama, jika kita ikuti pandangan Prof. Muhajir Effendi, maka kampanye di kampus tidak atau bukan merupakan masalah. Namun menurut hemat saya agar tidak terlalu vulgar, maka istilah yang digunakan adalah pendidikan politik di kampus. Bukan saja secara kebahasaan lebih  filosofis, namun juga akan memberikan kriteria dan cara-cara pelaksanaan yang lebih bermakna dan sejalan dengan makna pendidikan tinggi. Disamping itu, pendidikan politik di kampus merupakan momentum yang baik memberikan kesempatan timbal balik bagi mereka yang bergerak dan tentu juga berfikir di dunia politik dapat berinteraksi timbal balik dan proporional dengan dunia kampus. Secara pragmatis, tentu ada manfaatnya bagi Kampus-kampus PTMA besar (teruatama) untuk menunjukkan kepedulian terhadap persoalan yang berkaitan dengan rekrutmen pemimpin bangsa ataupun daerah. 

KEDUA, jika kita mempertimbangkan pandangan Dr. Anwar Abbas dan Prof. Abdul Mukti maka ada dua alternatif. Alternatif pertama adalah PTMA tidak menyediakan waktu dan tempat sebagai ajang kampanye Pemilu. Tapi jangan dengan diksi menolak. Alternatif kedua, PTMA dapat menyediakan waktu dan tempat untuk dijadikan ajang pendidikan politik dalam kaitannya dengan Pemilu denga  persyaratan-persyaratan yang ketat dan rinci.

Pada alternatif kedua ini, sebenarnya sudah termuat dalam Putusan MK tentang Kampanye di tempat / fasilitas pendidikan.

1. Debat kandidat yang diserahkan kepada masing-masing PTMA dengan tema yang berbeda-beda.

2. PTMA mengambil peran untuk melakukan survey, ini orisinal dan lebih kredibel.

3. Berdirinya Forum Rektor Muhammadiyah Dalam Konteks Untuk Merespon Situasi Dan Kondisi Kehiudpan Bangsa Dan Negara. Prof. Abd. Mukti tidak menutup pintu tetapi harus ada keterbukaan untuk semua Capres.

4. Bagaimana menyelenggarakan kampanye atau debat kandidat yang relevan dengan keperluan rekrutmen mahasiswa.

5. Perguruan Tinggi benteng terakhir dalam menunjukkan tanggung jawab sosial politik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menekeankan pada nilai-nilai.

Menyiapkan Generasi Dalam Faham Islam Berkemajuan

STAKE HOLDERS utama dan pertama adalah mahasiswa. Mencermati dinamika sosial terkait dengan integritas kepribadian dan  pembinaan kemahasiswaan untuk jangka panjang, perlu dirumuskan suatu model  pembinaan Mahasiswa PTM. Pilihan tentang hal ini adalah apakah kita tidak akan membiarkan laju apatisme di kalangan mahasiswa. Kita perlu memasukkan nutirisi aktivisme yang proporsional. Termasuk Alumni PTM yang berpengaruh.

Oleh sebab itu pilihan tentang kampanye di kampus , (jika kita ubah konspenya menjadi pendidikan politik di kampus)  perlu mempertimbangkan paradigma yang sejalan dengan tujuan pendidikan tinggi  dan kebutuhan kualitas SDM masa depan.

SEKADAR memberikan petimbangan kepada Majelis Pendidikan Tinggi, saya ingin menganalogikan pilihan menerima atau menolak PTMA sebagai ajang kampanye Pemilu atau pendidikan politik, dengan merujuk kepada  teori Imam al-Ghazali. Dalam persoalan yang terkait dengan dinamika masyarakat , Imam al-Ghazali mengajukan dua pilihan yakni: Mukhalathah atau ‘Uzlah. Keduanya memiliki manfaat  dan konsekuensi masing -masing. Namun Imam Al-Ghazali cenderung menggunakan teori Mukhalathah dari pada ‘Uzlah, karena Mukhalathah lebih banyak manfaatnya dalam konteks berkontribusi dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat.  Wallahu a’lamu bi ash-shawwab.

Dr Immawan Wahyudi, Dosen FH UAD, Anggota Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dalam perjalanan memahami kehidupan Nabi Muhammad SAW, kita telah menjelajahi l....

Suara Muhammadiyah

18 September 2024

Wawasan

Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim  Gugatan heroik Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Interna....

Suara Muhammadiyah

27 January 2024

Wawasan

Praktik Moderasi Muhammadiyah melalui Media Online Oleh: Said Romadlan, Dosen Ilmu Komunikasi Uhamk....

Suara Muhammadiyah

5 September 2024

Wawasan

Oleh: Izza RohmanKetua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Baitul Arqam Camp Syd....

Suara Muhammadiyah

6 January 2024

Wawasan

Anak Saleh (2) Oleh: Mohammad Fakhrudin Telah diuraikan di dalam “Anak Saleh” (AS) 1, ....

Suara Muhammadiyah

1 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah