Meneladani Ghirah Perjuangan Menghidupkan PCIM-PCIA Malaysia dari Nita Nasyithah
Oleh: Windu WulandariMalan, LBSO PDA Kabupaten Malang dan Choirul Amin (MPI Divisi Humas dan Publikasi PDM Kabupaten Malang)
Sejuta kisah tentang perjuangan menghidupkan Muhammadiyah dan 'Aisyiyah disampaikan delegasi Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Malaysia, Nita Nasyithah M.Ed, saat berada di My Dormy Hotel Universitas Muhammadiyah Malang, pada Senin (20/5/2024) lalu.
Kedatangan perempuan yang merupakan Wakil Ketua PCIA Malaysia 2023-2025 di UMM ini, bersilaturahim dengan PD 'Aisyiyah dan PD Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Malang.
Bincang-bincang mengawali dialog dengan Nita Nasyithah, yang berbagi cerita tentang program dan kegiatan. Diselingi berbagi ilmu, bertukar pikiran, pengalaman untuk saling melengkapi amal usaha 'Aisyiyah di PCIA Malaysia.
Cukup menarik dalam dialog bersama aktivis PCIA Malaysia ini, ketika Nita menceritakan pengalaman menghadapi tantangan bersama 'Aisyiyah yang ada di Malaysia.
Diawali dari bahasa, menurutnya dengan beragam suku bangsa di Malaysia, sehingga di negara tersebut tidak ada bahasa persatuan. Bahasa komunikasi yang digunakan adalah Melayu, dan bahasa kedua bahasa Inggris.
Kerajaan Malaysia punya keinginan adanya bahasa penyatuan. Di setiap Iklan di media sosial ada 3 bahasa, yaitu Melayu, Cina dan India, untuk menghindari gap antarsuku bangsa.
"Bahasa Melayu harus lebih dikuasai dalam berkomunikasi. Di Malaysia bila bertemu dengan sesama orang Muhammadiyah, maka bahasa komunikasinya dari kampung halaman, Bangladea alias Bangsa Lamongan desa (sebuah daerah di wilayah Jawa Timur bagian utara)," ungkap Nita.
Di negeri Jiran ini, lanjutnya, jika bertemu dengan sesama perantau tidak membedakan asal daerahnya, namun sangat menjunjung tinggi dengan kebersamaan.
"PCIA Malaysia masih menjadi satu, amal usahanya bidang Ekonomi dengan membuka Soto Lamongan. Dikdasmen membuka bimbingan kursus nonformal berupa Sanggar Belajar. Ini karena tidak punya dokumen yang cukup, untuk bisa sekolah formal, untuk anak- anak pekerja migran Indonesia," lanjut Nita.
Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Malaysia, pada tahun 2021 mulai membuka Sanggar Belajar nonformal tersebut, sebagai wadah pendidikan yang diharapkan dapat juha berkontribusi ke Kerajaan Malaysia. Dalam hal ini, KBRI di Malaysia ikut mendukung keberadaan Sanggar Bimbingan, dengan proses dan perjalanan yang tidak mudah, namun harus diperjuangkan.
Bahkan, sempat diselenggarakan Kuliah Kerja Nyata pertama dari mahasiswa Muhammadiyah, berada di Malaysia. Dengan beberapa kendala yang dialami, program ini sangat berdampak positif untuk semua pihak.
"Di Malaysia, kegiatan Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Malaysia tidak terlalu banyak. Jadi, saat ada kesulitan di salah satu bidang, maka kami saling support membantu, serta bersandar kepada Allah SWT," ungkap Nita.
Menurutnya, mitra dalam kegiatan Aisyiyah adalah Muhammadiyah di Malaysia, dengan program pengajian Taman untuk keluarga. Jumlah warga 'Aisyiyah di Malaysia ada 300 orang, dan kepengurusan PCA gabungan dari pimpinan ranting,
Tantangan bagi Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah Malaysia, lanjutnya, adalah masih mengalami ketidakpastian dalam suksesi pengurusan, sehingga hal ini harus disiasati dengan menyiapkan kader penerus.
"Pergantian kepungurusan cepat, karena masa tinggal di Malaysia terbatas. Pengkaderan jadi salah satu solusi dalam melakukan pergantian kepengurusan yang tak menentu," terangnya.
Masih kata Nita, program kegiatan tetap terlaksana, meski jarak antar ranting berjauhan, disiasati dengan pengkondisian. Seperti, ditempatkan di kota yang mudah di jangkau semua anggota ranting maupun cabang 'Malaysia.
Dengan bantuan KBRI, persoalan PMI yang kebetulan aktif ikut PCIA Malaysia, juga menjadi perhatian. Seperti, dengan memfasilitasi nikah masal, dan program pemutihan untuk memberikan ijin formal bagi TKI ilegal.
Bagi yang kebetulan bermasalah, PCIA Malaysia mengajak mereka terlibat dan mewadahi aktualisasi diri, sebagai ladang amal. Seharian bekerja, namun pengurus PCIA masih punya ghiroh untuk ikhlas mengajari anak-anak.
PCIA Malaysia punya program untuk memberikan wadah bagi TKI bermasalah, mendampingi psikologi. Harapan pada pihak Kerajaan Malaysia dalam program Sanggar Belajar yang penting didukung.
"Memang ada kekhawatiran dirazia, pengerebekan ke Sanggar Belajar yang ada orang-orang PMI ilegal pada saat polisi datang saat berlangsung," sambung Nita.
Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) Malaysia harus menjalin hubungan baik pihak Kerajaan Malaysia agar Sanggar Belajar tetap berlangsung dan tidak sampai dibubarkan. Tetap harus mengikuti aturan yang berlaku di Malaysia. Namun, KBRI tidak lepas tangan, tetap membantu memperjuangkan. (*)