Mengapa Rush pada BSI Harus Dilakukan Muhammadiyah?

Publish

15 June 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
822
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Mengapa Rush pada BSI Harus Dilakukan Muhammadiyah?

Oleh: Amidi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UM Palembang dan Bendahara BPH IkesT Muhammadiyah Palembang

Melalui  Memo Pimpinan Pusat Muhammadiyah  (PP Muhammadiyah) Nomor 320/2.0/A/2024 tentang  Konsolidasi Dana yang dikeluarkan  pada 30 Mei 2024, resmi Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)  menarik dananya dari Bank Syariah Indonesia (BSI).

Penarikan dana oleh Muhammadiyah (rush versi Muhammadiyah) tersebut, diikuti pula oleh pimpinan/pengurus Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM  di tingkat Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting. Singkat kata, semua komponen Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM ramai-ramai menarik dananya di BSI tersebut.

Mengapa Rush?

Sebenarnya, Muhammadiyah sudah komitmen dan konsisten dengan kehadiran bank syariah di negeri ini. Tidak lama hadirnya bank syariah dan siiring dengan bertambahnya bank syariah di negeri ini, Muhammadiyah sudah mengambil sikap dengan menerapkan cash management.

Hadirnya cash management,  didasari oleh dorongan supaya adanya  sistem pengelolaan keuangan terpadu dan efisien, yaitu arus  dan saldo kas jangka pendek (liquid) milik Muhammadiyah.

Dana yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM tidak kecil.  Mukhaer Pakkanna dalam Pedoman Karya, 23 Mei 2016 mensinyalir  yang dikutipnya dari Sudibyo bahwa pada saat itu secara akumulaitif jumlah dana liquid (jangka pendek) yang tersimpan pada rekening yang dimiliki Persyarrikatan Muhammadiyah dan AUM diperkirakan Rp. 15 Triliun. Dari jumlah itu, baru dimanfaatkan  sekitar 10 persen, lantas kemana 90 persennya ?

Jika tidak dikelola secara baik, jika tidak dimanfaatkan secara maksimal, maka akan timbul opportunity cost dari dana yang dimiliki tersebut. Untuk memanfaatkan dan menciptakan nilai tambah (value added) dari dana tersebut serta agar memberi kemaslahatan bagi umat dan atau orang banyak terlebih kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maka perlu adanya cash management.

Dalam menyikapi keberadaan Bank syariah di negeri ini, jauh-jauh hari Muhammadiyah dalam kebijakan mengamankan,  mengoptimalkan dananya dan memberi kemaslahatan kepada umat terlebih UMKM, Muhammadiyah  sudah memutuskan untuk bermitra yang ditandai dengan  nota kesepahaman dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah Jakarta, pada 15 Desember 2011, dengan tujuh (7) bank syariah, yakni Bank Muamalat, Bank Syariah Bukopin, Bank Danamoin Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah dan BTN Syariah. (Kompas.com, 27 Desember 2011)

Kemitraan tersebut mengindikasikan bahwa  Muhammadiyah komitmen dengan bank syariah. Lantas, dalam perjalanannya, bulan  ini  organisasi keagamaan terbesar  di Indonesia ini   memutuskan menarik dananya  secara besar-besaran  atau “bombastis” dari BSI, dengan kata lain, dapat dikatakan, semua dana yang ada pada BSI ditarik oleh Muhammadiyah melalui pimpinan/pengurus Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM.

Adanya langkah yang mengejutkan tersebut, timbul berbagai pertanyaan, dan berbagai pendapat, ada yang  “menduga-duga” penyebab Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM  melakukan penarikan dananya di BSI tersebut, karena akan ada unsur politis yang akan mewarnai BSI, ada ketidak konsistenan BSI dalam menyalurkan dana yang dimiliki Muhammadiyah dan AUM tersebut,  ada yang menyatakan Muhammaidyah takut uangnya hilang begitu saja dan berbagai pendapat lainnya

Untuk menengahi kekisruan dikalangan masyarakat, akhirnya Anwar Abbas salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhamamdiyah “angkat bicara” dengan menjelaskan bahwa penarikan dana tersebut karena dana Muhammadiyah terlalu banyak berada  di BSI, sehingga secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk), sementara pada bank syariah lain masih sedikit, sehingga bank syariah lain tidak berkompetisi dengan margin yang ditawarkan  oleh BSI baik dalam penempatan dana maupun  pembiayaan.  Untuk itu Muhammadiyah memutuskan  untuk mengalihkan dana di BSI ke sejumlah bank syariah lain. (CnnIndonesia.com, 5 Juni 2024)

Syariah Harus Menonjol

Bila ditilik dari keberadaan bank syariah sampai saat ini saja, masih perlu adanya perjuangan dipihak pengelola untuk membuktikan eksistensi atau ke-syariah-an bank syariah di negeri ini. Ini penting, agar bank syariah bisa menjadi pilihan utama  bagi masyarakat untuk “memarkirkan” dananya dibank.

Idealnya, hadirnya semua bank syariah di negeri ini digandrungi masyarakat. Namun tidak demikian, dilapangan tidak sedikit  masyarakat yang belum gandrung dengan bank syariah, dilapangan masih terdapat beberapa  keluhan dari nasabah bank syariah.

Keluhan dalam hal penetapan bagi hasil,  ada yang “menggerutu”  bagi hasil yang dilakukan bank syariah sudah ditetepkan dimuka,  apa bedanya dengan  bank konvensional. Keluhan  dalam hal “potongan ini dan potongan itu”  atas jasa simpanan pada bank syaraiah, yang tak ubahnya dengan bank konvensional. Keluhan  ATM bank syariah kebanyakan  masih bergabung dengan bank konvensional. Keluhan keuntungan (bagi hasil) yang diperoleh pada bank syariah lebih kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Keluhan tentang hasil akhir produk pelayanan bank syariah yang lebih mahal dari bank konvensional.

Hal ini diperkuat oleh pendapat para ulama. Pendapat pertama  yang menyatakan bahwa  pada praktiknya bank syariah tidak bedanya dengan bank konvensional. Dalam arti, sama-sama mengandung unsur riba. Salah satu contoh kesamaan itu adalah adanya keuntungan bersama yang sudah ditentukan sebelumnya yang tidak ada bedanya dengan bunga bank konvensional. Padahal bagi hasil yang sesuai syariah itu tidak boleh ditentukan sebelumnya. Pendapat kedua yang menyatakan sudah sesuai Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, berdasarkan fatwa-fatwa DSN MUI. (Kurnia Zuni dalam kompasiana. 12 Juni 2019)

Muhammadiyah Bisa Mandiri

Pengurus  Muhammadiyah sebenarnya bisa saja mengelola dana sendiri melalui lembaga keuangan yang dimilikinya dan atau dalam rangka membesarkan lembaga keuangan yang dimilikinya dan atau membentuk/mendirikan lembaga keuangan (bank) baru lagi.  Namun,  Muhammadiyah  dalam hal ini mempunyai pertimbangan tersendiri, tidak akan memonopoli atau  praktik monopoli.

Begitu juga dengan langkah mengembangkan AUM melalui dana yang dimiliki Muhammadiyah sendiri, atau dana yang dimiliki oleh AUM yang besar dipinjamkan kepada AUM yang masih membutuhkan bantuan dana, sehingga dana yang dimiliki Muhmamdiyah hanya sebagian kecil saja diparkirkan ke bank.

Namun, Muhammadiyah pun ingin berkontribusi tidak hanya pada bidang pendidikan dan kesehatan dan bidang amal usaha bidang ekonomi yang dimiliki saja, tetapi ingin berkontribusi juga pada pelaku usaha diluar Muhammadiyah terutama dalam membesarkan UMKM.

Harapan Muhammadiyah, dengan menempatkan dana pada bank syariah yang sudah  menjadi mitra tersebut, agar mereka dapat menyalurkan dana Muhammadiyah pada pelaku UMKM, agar UMKM bisa maju, berkembang dan naik kelas.

Jika penyaluran dana oleh BSI, lebih dominan kepada pelaku  bisnis besar dan atau kelas kakap, maka jelas  Muhammadiyah akan berpikir ulang tentang dananya yang sudah dilepasnya pada BSI tersebut. Jika ini yang terjadi, wajar jika Muhammadiyah akan melakukan rush atas dananya tersebut.

Kemudian Muhamadiyah memilih bermitra dengan bank syariah tersebut, karena Muhamamdiyah beruapaya  agar terhindar dari unsur “riba”. Sehingga, tidak salah jika ada transaksi dengan relasi yang mewajibkan pembayarannya harus melalui  bank konvensional, setelah dana tersebut di terima,  di pindahkan pada bank syariah.

Selanjutnya  yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa Muhammadiyah mempercayakan dana-nya “parkir” pada bank syariah yang menjadi mitra tersebut, agar dana tersebut memang dikelola secara syariah, dan menjunjung tinggi kejujuran serta senantiasa   amanah.

Dengan demikian, artinya jika dari berbagai pertimbangan tersebut, Muhamamdiyah merasa “terusik”,  wajar jika Muhammadiyah  memindahkan dananya. Apalagi, seandainya akan ada sinyal  bank syariah tersebut  mau memformat manajemennya dengan unsur politis dan akan melenyapkan unsur amanah-nya, bisa saja mendorong Muhamamdiyah “gusar” dan bertindak skeptis. Sebaliknya,  seandainya Muhammadiyah merasakan bank syariah lain yang masih bisa memenuhi harapannya, bisa saja Muhamamdiyah beralih kepada bank syariah mitranya yang lain.

Lagi pula, Muhammadiyah juga  memperhatikan  perkembangan yang terjadi. Beberapa tahun ini tidak sedikit lembaga keuangan bermasalah, asuransi  gagal bayar, pembobolan dana nasabah bank, dana nasabah bank dikorupsi, dan adanya tindakan moral hazard yang bercokol dalam lembaga keuangan tersebut.

Ini bisa saja menjadi pertimbangan Muhammadiyah untuk memindahkan/mengamankan dananya. Untung saja, pemindahan itu masih pada bank syariah mitra dan atau bank dalam negeri, jika pemindahan itu dilakuakn Muhamamdiyah pada bank syariah luar negeri  karena Muhammadiyah ada di sana, maka yang rugi kita semua.

Untuk itu, mulai saat ini bank syariah, terutama bank syariah yang sudah menjadi mitra Muhammadiyah, harus benar-benar dapat memahami apa mau-nya Muhammadiyah,  dan dapat menggiring bank syariah yang mereka kelola merupakan bank syariah yang memang benar-benar menajalankan syariat Islam. Selamat Berjuang!


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Berpolitik yang BermuhammadiyahOleh: Tri Aji Purbani, A.Md, BI, Majelis Ekonomi Bisnis, Pariwisata d....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Wawasan

Jurgen Klopp  Membahas berita tantang berhentinya Jurgen Klopp sebagai Manajer Liverpool rasan....

Suara Muhammadiyah

22 May 2024

Wawasan

Puasa Bukan Hukuman, Tapi Jalan Kebahagiaan Menuju Tuhan Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu B....

Suara Muhammadiyah

11 March 2024

Wawasan

Oleh: Mahli Zainuddin Tago Kampleks  BBGP, Jalan Kaliurang-Jogja, Jumat 9 Febr 2024. Suasana s....

Suara Muhammadiyah

16 February 2024

Wawasan

Ber-'Aisyiyah Sepanjang Usia Dr Amalia Irfani, Dosen IAIN Pontianak, LPPA PWA Kalbar  Berkese....

Suara Muhammadiyah

20 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah