Menjaga Hak Anak atas ASI Bentuk Ikhtiar Indonesia Sejajarkan Diri dengan WHO
Indonesia adopsi Kode Internasional WHO untuk batasi promosi produk pengganti ASI, lindungi hak menyusui, dan dukung generasi sehat.
Oleh: Niti Emiliana, Alumni S-1 FKM UMJ Angkatan 2016, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Setiap bulan Agustus, dunia memperingati Pekan ASI Sedunia. Momen ini bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi pengingat bahwa setiap bayi memiliki hak yang tidak bisa ditawar karna hak mendapatkan ASI eksklusif. Sayangnya, di Indonesia angka cakupan ASI eksklusif masih jauh dari harapan.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, hanya 66,4% bayi usia 0–5 bulan yang mendapat ASI eksklusif dalam 24 jam terakhir. Angka ini masih di bawah target nasional sebesar 80%. Rendahnya capaian ini tentu mengkhawatirkan, mengingat ASI adalah fondasi utama tumbuh kembang anak dan investasi bagi masa depan bangsa.
Salah satu faktor yang turut menghambat adalah promosi produk pengganti ASI yang begitu agresif. Tidak jarang, iklan dan strategi pemasaran menyesatkan ibu menyusui, hingga akhirnya melemahkan kepercayaan diri mereka.
Regulasi Baru, Indonesia Ambil Sikap Tegas
Menjawab tantangan itu, pemerintah mengambil langkah strategis. Sejak Juli 2024, lahirlah PP Kesehatan No. 28 Tahun 2024 sebagai turunan dari UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
Regulasi ini menegaskan bahwa Indonesia kini menyelaraskan diri dengan standar global WHO dan UNICEF melalui International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes yang disahkan sejak 1981 oleh World Health Assembly (WHA).
Dalam aturan tersebut, produk yang termasuk kategori pengganti ASI antara lain susu formula lanjutan, susu formula pertumbuhan, produk susu lain seperti susu kedelai berfortifikasi, serta peralatan seperti botol, dot, dan empeng. Larangan utamanya bukan pada produk, melainkan pada praktik promosinya.
Namun, penting dipahami bahwa aturan ini tidak serta-merta melarang penggunaan susu formula. Dalam kondisi medis tertentu, susu formula tetap dapat digunakan. Bedanya, keputusan itu harus datang dari rekomendasi tenaga kesehatan, bukan karena dorongan iklan.
Perlindungan Ibu dan Bayi Menurut Perspektif Islam
Islam menempatkan praktik menyusui pada posisi yang mulia. Al-Qur’an menegaskan: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 233).
Ayat ini menunjukkan bahwa menyusui bukan hanya urusan kesehatan, tetapi juga bagian dari ibadah dan ikhtiar menjaga fitrah manusia. Maka, kebijakan negara yang membatasi promosi produk pengganti ASI sejatinya mendukung ajaran Islam karna melindungi kehidupan, memuliakan keturunan, dan menjaga hak anak untuk tumbuh sehat.
Namun, kita juga perlu jujur promosi susu formula telah menciptakan ketergantungan dan memengaruhi cara pandang masyarakat. Inilah tantangan besar yang tidak bisa hanya diselesaikan dengan regulasi, tetapi juga melalui edukasi, advokasi, dan dakwah sosial.
Aturan Tegas Dengan Niat Mulia
Sebagai wujud keseriusan, UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 bahkan memuat unsur pidana bagi pihak yang terbukti menghalangi program ASI eksklusif. Bagi sebagian orang, aturan ini mungkin terdengar keras. Namun, esensinya adalah melindungi hak anak sejak awal kehidupannya.
AIMI (Breaking the Code, 2022) juga menegaskan, masih banyak pelanggaran kode pemasaran di Indonesia, mulai dari sponsor produsen susu formula kepada tenaga kesehatan hingga promosi terselubung di fasilitas kesehatan. Artinya, tanpa aturan tegas, ibu dan bayi akan terus menjadi sasaran empuk promosi yang menguntungkan industri, tapi merugikan masyarakat.
Langkah ini membuat Indonesia sejajar dengan negara-negara lain seperti Thailand, Filipina, dan Afrika Selatan yang telah lebih dulu mengadopsi kode internasional. Namun, regulasi hanyalah langkah awal. Implementasi di lapangan, pengawasan yang konsisten, serta dukungan masyarakat tetap menjadi kunci keberhasilan.
Dalam konteks dakwah amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah dan organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting dengan mendidik umat tentang hak bayi memperoleh ASI, mendukung ibu menyusui di ruang publik, hingga mendorong fasilitas kesehatan agar benar-benar bebas dari intervensi komersial.
Karena sejatinya, perjuangan menjaga ASI adalah perjuangan menjaga generasi. Generasi sehat, cerdas, dan berdaya saing adalah modal utama Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan sekaligus menjalankan amanah agama: melindungi kehidupan dan memuliakan keturunan.