Menumbuhkan Keikhlasan dan Integritas Kader dalam Ber-Muhammadiyah

Publish

20 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
56
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Menumbuhkan Keikhlasan dan Integritas Kader dalam Ber-Muhammadiyah

Oleh: Mohammad Nur Rianto Al Arif , Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah/ Ketua PDM Jakarta Timur

Di tengah arus perubahan zaman yang begitu cepat, organisasi kemasyarakatan menghadapi tantangan besar yaitu bagaimana tetap relevan tanpa kehilangan jati diri. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di dunia, memiliki sejarah panjang dalam memberi kontribusi pada bangsa dan umat. Namun, keberlangsungan sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh visi besar dan amal usahanya, melainkan juga oleh kualitas manusia di dalamnya yaitu para kader.

Dua nilai yang sering dianggap sederhana, tetapi sejatinya sangat mendasar bagi gerak Muhammadiyah adalah keikhlasan dan integritas. Keduanya adalah fondasi moral yang membuat kader Muhammadiyah bukan hanya aktif secara organisatoris, melainkan juga memiliki kekuatan rohani yang menjiwai setiap gerakannya. Tanpa keikhlasan, amal saleh akan kehilangan ruh. Tanpa integritas, kepercayaan publik akan runtuh.

Tulisan ini mencoba mengurai bagaimana menumbuhkan keikhlasan dan integritas para kader Muhammadiyah. Kita akan menelusuri akar sejarah, makna spiritual, tantangan zaman, serta strategi konkret yang bisa dilakukan agar nilai-nilai luhur ini tetap hidup dan tumbuh subur di hati kader Muhammadiyah.

Sejarah Muhammadiyah dimulai pada tahun 1912, ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini di Yogyakarta. Pada masa itu, kondisi umat Islam di Indonesia masih terbelakang dalam pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. KH. Ahmad Dahlan dengan penuh keikhlasan mencurahkan tenaga, pikiran, bahkan harta untuk membangkitkan kesadaran umat.

Hal yang menarik ialah perjuangan itu tidak pernah didorong oleh ambisi pribadi. Ahmad Dahlan tidak mendirikan Muhammadiyah untuk mencari ketenaran, apalagi kekuasaan politik. Beliau mendirikan Muhammadiyah sebagai ikhtiar ikhlas untuk mendekatkan umat kepada nilai Islam yang murni. Inilah teladan pertama tentang keikhlasan.

Selain itu, para generasi awal Muhammadiyah membangun amal usaha pendidikan dan kesehatan dengan penuh pengorbanan. Mereka rela mengajar tanpa gaji, mendirikan sekolah dengan dana seadanya, dan melayani masyarakat tanpa pamrih. Sejarah ini memberi pesan kuat bahwa sejak awal Muhammadiyah tumbuh dari keikhlasan kadernya.

Keikhlasan dalam ber-Muhammadiyah berarti bekerja, berjuang, dan beramal tanpa mengharap imbalan selain ridha Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap amal hanya sah bila diniatkan untuk Allah. Karena itu, ikhlas adalah ruh dari perjuangan kader Muhammadiyah.

Dalam konteks organisasi, ikhlas bukan sekadar bekerja tanpa gaji, tetapi lebih luas. Pertama ialah Ikhlas dalam niat, para kader Muhammadiyah harus mengawali semua aktivitasnya dengan niat yang lurus, yakni beribadah kepada Allah.

Ikhlas yang kedua ialah dalam proses. Kader harus dapat bekerja dengan sepenuh hati, meski hasilnya belum tentu terlihat sekarang. Ikhlas yang ketiga ialah dalam menerima hasil. Kader tidak boleh kecewa bila jerih payahnya tidak diapresiasi, karena yang dicari adalah keridhaan Allah, bukan pujian manusia. 

Keikhlasan ini menjadikan kader Muhammadiyah berbeda dengan aktivis biasa. Mereka bukan sekadar pengurus organisasi, melainkan mujahid dakwah yang bergerak karena dorongan iman.

Jika keikhlasan adalah energi spiritual, maka integritas adalah penopang sosial. Integritas berarti keselarasan antara apa yang diyakini, dikatakan, dan dilakukan. Dalam organisasi sebesar Muhammadiyah, integritas kader menjadi syarat mutlak.

Integritas dalam Islam erat kaitannya dengan amanah. Seorang kader harus memegang teguh janji dan kepercayaan. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS An-Nisa: 58)

Integritas bukan hanya soal kejujuran pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial. Dengan integritas, kader Muhammadiyah menjaga amanah umat dan menjadikan dirinya teladan di tengah masyarakat.

Terdapat beberapa alasan mengapa integritas begitu penting. Alasan pertama ialah terkait kepercayaan publik. Muhammadiyah memiliki ribuan amal usaha mulai sekolah, universitas, rumah sakit, hingga lembaga keuangan. Semua itu berdiri karena masyarakat percaya. Jika kader kehilangan integritas, kepercayaan publik akan runtuh.

Alasan kedua ialah terkait dengan keteladanan. Sebagai gerakan dakwah, kader Muhammadiyah bukan hanya bicara, tapi harus memberi contoh. Integritas menjadikan kader sebagai teladan, bukan hanya pengkritik.

Alasan terakhir ialah konsistensi dalam gerakan dakwah. Integritas membuat Muhammadiyah tidak mudah goyah meski diterpa kepentingan politik atau godaan materi. Dengan integritas, kader Muhammadiyah akan tetap menjaga garis perjuangan yaitu menegakkan amar makruf nahi munkar tanpa kompromi pada nilai.

Menumbuhkan keikhlasan dan integritas bukan perkara mudah. Terdapat banyak tantangan yang justru berpotensi melemahkannya. Tantangan pertama ialah pragmatisme politik. Di era demokrasi, politik menjadi panggung besar. Tak jarang kader organisasi Islam tergoda untuk ikut dalam pusaran politik praktis. Jika tidak hati-hati, semangat dakwah bisa bergeser menjadi ambisi kekuasaan.

Zaman kini menuntut hidup yang serba cepat dan konsumtif. Godaan mencari keuntungan materi dengan mengorbankan nilai sangat besar menjadi tantangan kedua yang harus dihadapi. Amal usaha Muhammadiyah bisa tergelincir bila dikelola hanya sebagai “bisnis”, bukan amal dakwah.

Rasulullah SAW pernah memperingatkan:

“Akan datang suatu zaman, di mana orang tidak peduli dari mana ia mendapatkan harta, apakah dari yang halal atau haram.” (HR. Bukhari)

Hadis ini sangat relevan dengan tantangan modern yaitu materialisme, politik praktis, dan digitalisasi yang kadang menggoda kader untuk melupakan keikhlasan dan integritas.

Tantangan ketiga ialah era digital. Media sosial membuka ruang baru bagi kader untuk berinteraksi, tetapi sekaligus membuka peluang munculnya aktivisme semu. Banyak orang lebih sibuk menampilkan citra diri daripada berjuang nyata di lapangan.

Tantangan keempat ialah individualisme yang muncul sebagai akibat budaya modern yang sering menekankan kepentingan pribadi di atas kepentingan kolektif. Padahal, gerakan Muhammadiyah hanya bisa besar bila kadernya mau berkorban untuk kepentingan bersama. Semua tantangan ini menuntut strategi baru dalam menumbuhkan keikhlasan dan integritas kader.

Lalu apa strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut. Strategi pertama ialah pendidikan kader yang berkelanjutan. Muhammadiyah sudah memiliki program perkaderan formal seperti Darul Arqam, Baitul Arqam, hingga pengkaderan tingkat pimpinan. Namun, pendidikan kader harus lebih dari sekadar rutinitas. Harus ada penguatan dimensi spiritual agar kader memahami esensi berorganisasi sebagai ibadah.

Strategi kedua ialah keteladanan dari pimpinan. Kader akan sulit belajar keikhlasan bila para pemimpinnya justru sibuk mencari posisi. Pemimpin Muhammadiyah harus menjadi teladan nyata yaitu rendah hati dan ikhlas melayani.

Strategi berikutnya ialah Muhammadiyah perlu membangun budaya organisasi yang menghargai kerja ikhlas dan integritas. Penghargaan tidak harus berupa materi, bisa juga berupa apresiasi moral atau dukungan organisasi.

Selain itu, setiap kader harus selalu diberikan penguatan spiritual. Setiap aktivitas kader harus disertai pembinaan Rohani mulai dari kajian, tilawah, shalat berjamaah, hingga refleksi spiritual. Semua ini menjaga agar niat tetap lurus. Masjid harus menjadi pusat gerakan untuk memperkuat spiritual para kader.

Strategi terakhir ialah mengelola amal usaha dengan prinsip Amanah. Amal usaha Muhammadiyah adalah amanah umat. Pengelolaannya harus transparan, akuntabel, dan sesuai syariah. Dengan demikian, kader belajar menjaga integritas dalam mengelola harta umat.

Menumbuhkan keikhlasan dan integritas di kalangan kader Muhammadiyah bukan pekerjaan singkat. Kondisi ini membutuhkan proses panjang, konsistensi, dan pembiasaan. Namun, bila kedua nilai ini terjaga, Muhammadiyah akan tetap kokoh menghadapi zaman.

Keikhlasan membuat gerakan Muhammadiyah tetap bersih dari ambisi pribadi, sementara integritas membuatnya tetap dipercaya publik. Bila kader Muhammadiyah berhasil menjaga keduanya, maka gerakan ini akan selalu relevan yaitu menjadi rahmat bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan.

Karena itu, mari kita jadikan keikhlasan dan integritas bukan sekadar jargon, tetapi harus mampu menjadi nafas, denyut nadi, dan langkah gerak bagi setiap kader Muhammadiyah. Dengan begitu, insya Allah, Muhammadiyah akan tetap menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal Islam di bumi Indonesia.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Muhammad Akhyar Adnan, Dosen Prodi Akuntansi FEB Universitas Yarsi MABIMS (Menteri-Menteri Ag....

Suara Muhammadiyah

1 June 2025

Wawasan

Calon Presiden Keren Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekretaris LPCR PP Muhammadiyah Mencermati di....

Suara Muhammadiyah

29 December 2023

Wawasan

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk Mantan politisi, pernah merasakan menjadi anggota dewan, mantan Ketua IMM ....

Suara Muhammadiyah

14 February 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Kita sedang membahas pelajaran....

Suara Muhammadiyah

6 September 2024

Wawasan

Dinamika Geopolitik Global dan Tantangan Dunia Islam  Oleh: A. Junaedi Karso, Guru Besar FISIP....

Suara Muhammadiyah

21 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah