Oleh: M. Husnaini
Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
Kitab Masalah Lima, dikutip Asjmuni Abdurrahman dalam buku Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi, mendefinisikan ibadah sebagai bertakarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan menaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah.
Dari segi bentuk dan sifat, ibadah dapat berupa ucapan (membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir), perbuatan (menolong orang), menahan diri (puasa dan sabar), menggugurkan (membayar utang atau memaafkan kesalahan orang lain). Menuntut ilmu, dari segi hukum pelaksanaannya, termasuk ibadah muamalah. Spiritnya berasal dari Allah, namun teknisnya diserahkan kepada manusia. Dengan kata lain, perintah menuntut ilmu dapat diwujudkan secara kreatif oleh manusia melalui sekolah, pesantren, universitas, atau bahkan autodidak.
Nabi Muhammad bahkan menegaskan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan.
Nabi Muhammad tidak pernah diperintahkan untuk meminta tambahan sesuatu, kecuali tambahan ilmu. “Dan katakanlah (Muhammad): Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Thaha/20:114).
Beliau lantas mengajarkan kepada kita doa yang berbunyi:
اَللَّهُمَّ انْفَعْنِيْ مَا عَلَّمْتَنِيْ وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِيْ وَزِدْنِيْ عِلْماً
“Ya Allah, berilah manfaat atas apa yang Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku hal-hal yang bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah kepadaku ilmu.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Nabi Muhammad juga menyatakan, siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah lempangkan jalan menuju surga. Para ulama menjelaskan bahwa menuntut ilmu adalah jalan paling mudah menuju surga. Sebab, ilmu adalah pembuka cakrawala untuk mengetahui kebaikan dan keburukan. Dengan ilmu pula kita memahami tata laksana dan skala prioritas dalam menjalankan aneka ibadah tersebut.
Dalam kisah Al-Qur’an, kita tahu bahwa Nabi Adam dimuliakan di atas para malaikat dan iblis juga karena ilmu.
Derajat orang beriman yang berilmu ditinggikan beberapa derajat (QS Al-Mujadalah/l58: 11). Maksudnya, menurut para ulama, orang beriman itu derajatnya diangkat Allah. Tetapi, orang beriman yang berilmu derajatnya lebih tinggi dibanding orang yang hanya beriman saja. Syekh Muhammad Shalih Al-Utsaimin bahkan mengatakan, menuntut ilmu bagian dari jihad di jalan Allah karena agama ini terjaga dengan dua hal, yaitu dengan ilmu dan berperang mengangkat senjata.
Jadi, ulama/ilmuwan punya kedudukan tinggi dalam Islam. “Katakanlah (Muhammad): Apakah sama orang-orang yang berilmu dan yang tidak berilmu?” (QS Az-Zumar/39: 9). Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Antara orang berilmu dan orang bodoh tentu berbeda dalam segala hal, misalnya dalam kualitas kata, akhlak, ibadah, pahala yang diraih, dan seterusnya. *
Sumber: SM Edisi 05 Tahun 2023