Mewujudkan Pendidikan Bermutu lewat Literasi Sosial dan Ekologis

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
78
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Mewujudkan Pendidikan Bermutu lewat Literasi Sosial dan Ekologis

Oleh Gunawan Trihantoro, Sekretaris Kreator Era AI Jawa Tengah dan AMM Blora

Hari Pendidikan Nasional 2025 hadir dengan semangat besar, mengajak seluruh semesta berpartisipasi mewujudkan pendidikan yang bermutu untuk semua.
Di tengah arus perubahan global yang cepat, tema ini menantang kita untuk berpikir melampaui dinding kelas dan papan tulis.

Partisipasi semesta berarti mengakui bahwa pendidikan bukan hanya urusan guru dan siswa.
Ia adalah pertemuan nilai-nilai keluarga, media, lingkungan, teknologi, dan masyarakat luas dalam membentuk manusia yang utuh.

Namun, pendidikan yang bermutu tak cukup hanya bicara angka partisipasi sekolah atau akreditasi institusi.
Ia harus juga menyentuh kesadaran sosial dan ekologis generasi muda, terutama Gen Z, yang akan menjadi pemegang estafet masa depan.

Literasi sosial adalah kemampuan memahami realitas masyarakat tentang keadilan, keberagaman, dan tanggung jawab antar sesama.
Sementara literasi ekologis adalah kesadaran akan keterhubungan manusia dengan alam serta sikap menjaga keberlanjutan bumi.

Keduanya bukan tambahan pelajaran, tapi esensi pendidikan masa depan.
Dalam dunia yang diwarnai krisis sosial dan iklim, kemampuan berpikir kritis dan empati menjadi lebih penting daripada sekadar nilai ujian.

Gen Z tumbuh di tengah dua dunia, yakni satu nyata, satu digital.
Mereka hidup di antara informasi yang melimpah, tetapi sering miskin makna dan keterlibatan.

Untuk itulah pendidikan harus hadir sebagai penyaring dan pemberi arah.
Bukan membentuk anak-anak menjadi penghafal, tapi menjadi pelaku perubahan sosial yang berwawasan ekologis.

Bayangkan ruang kelas yang mengajak murid berdialog tentang konflik sosial di sekitar mereka.
Atau diskusi terbuka soal krisis air, sampah plastik, dan perubahan iklim yang mereka rasakan langsung di kampung halaman.

Pendidikan seperti ini tidak hanya mencerdaskan logika, tapi juga membentuk kepekaan nurani.
Anak-anak tidak lagi hanya menghafal definisi "bencana alam", tapi belajar bagaimana meresponsnya dengan solidaritas.

Dalam semangat partisipasi semesta, sekolah bisa menggandeng petani, aktivis lingkungan, tokoh adat, hingga relawan kemanusiaan.
Mereka menjadi guru kehidupan yang menanamkan hikmah dari pengalaman nyata.

Kolaborasi ini akan menjembatani kesenjangan antara teori dan realitas sosial.
Dan di sanalah pendidikan menemukan bentuknya yang paling jujur dan bermakna.

Kurikulum pun perlu dirancang adaptif, memberi ruang untuk proyek sosial, penanaman pohon, kampanye literasi digital, atau praktik wirausaha beretika.
Ini bukan sekadar aktivitas tambahan, melainkan sarana pembentukan karakter dan kesadaran kolektif.

Kita tidak sedang mendidik generasi pengikut, tetapi pemimpin perubahan.
Pemuda yang berani bersuara, namun juga tahu kapan mendengar dan berempati.

Pendidikan semacam ini akan memutus rantai alienasi antara siswa dan masyarakatnya.
Mereka tak lagi merasa asing terhadap persoalan desa, kota, bahkan dunia.

Lebih jauh, literasi sosial dan ekologis akan membentuk pola pikir holistik.
Bahwa setiap tindakan manusia punya dampak sosial dan lingkungan, dan bahwa solusi harus dilandasi kolaborasi.

Di sinilah letak urgensi membangun pendidikan yang berpihak pada semesta: alam, sesama, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Karena masa depan bukan hanya milik manusia, tapi juga hutan, sungai, dan udara yang hari ini sedang menjerit.

Tentu, tantangan ke depan tidak mudah.
Tapi jika seluruh elemen bangsa bergerak bersama -dunia pendidikan, keluarga, pemerintah, dan sektor swasta- kita bisa menyalakan harapan itu.

Hari Pendidikan Nasional 2025 adalah momen refleksi sekaligus komitmen.
Bahwa pendidikan bukan hanya tentang seberapa banyak yang diajarkan, tapi seberapa dalam nilai itu mengubah hidup.

Maka, mari kita sambut Hardiknas dengan semangat kolaborasi dan visi jangka panjang.
Mewujudkan pendidikan bermutu bukan sekadar mimpi, tapi ikhtiar nyata yang dimulai hari ini.

Dan literasi sosial serta ekologis adalah bekal paling berharga yang bisa kita wariskan pada Gen Z.
Agar mereka tumbuh tak hanya cerdas, tapi juga arif dalam mencintai bumi dan sesamanya. (*)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

 Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (18) Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra ....

Suara Muhammadiyah

4 January 2024

Wawasan

Oleh: Mu’arif Jika pada masa pembentukan Muhammadiyah belum terakomodir unsur pembantu pimpin....

Suara Muhammadiyah

23 January 2024

Wawasan

Kuasai Sumber Hajat Rakyat Oleh: Saidun Derani Telah terjadi Silaturahmi atau semacam pertemuan se....

Suara Muhammadiyah

11 November 2023

Wawasan

Pengembangan Bisnis Muhammadiyah Oleh: Saidun Derani Berbisnis itu adalah kegiatan di mana seseora....

Suara Muhammadiyah

28 May 2024

Wawasan

Gerakan Filantropi Muhammadiyah melalui Mentari Club Foot Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Penderi....

Suara Muhammadiyah

20 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah