Muhammadiyah Itu Luwes dan Luas
Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Judul itu kutipan dari pernyataan Prof Abdul Malik Fadjar yang sering disampaikan dalam banyak forum dan kesempatan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. “Muhammadiyah itu luwes, dan luas”, ujarnya. Luwes artinya fleksibel, tidak kaku, dan serba apa-apa ruwet. Luas melintas batas, tidak seperti berjalan di lorong sempit.
Pak Malik Fadjar, demikian sapaan akrabnya, memang juga sosok yang mencerminkan keluwesan dan keluasan dalam dirinya. Beberapa kali jadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), bahkan sempat merangkap Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), yang berhasil. Menjadi Dirjen Binmas Islam, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menko Kesra, dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Menjadi anggota PP Muhammadiyah tiga periode.
Lengkap karir dan pengalamannya di dalam dan luar Muhammadiyah. Karenanya menjadi sosok tokoh Muhammadiyah yang kuat dalam prinsip dan konsisten, sekaligus luwes dan luas. Ada yang kuat memegang prinsip, tapi tidak konsisten. Ada pula yang atasnama prinsip bersikap kaku, keras, dogmatis, demagogis, tidak jarang gemar menghakimi dan cari-cari kesalahan pihak lain dengan sikap “semuci”, serta jauh dari luwes apalagi luas. Hal prinsip pun tidak betul-betul prinsip, hanya konstruksi subjektif tentang prinsip.
Kepribadian Muhammadiyah
Muhammadiyah dengam Sepuluh Sifat Kepribadian dengan prinsip yang dikandung di dalamnya, tampak sekali pandangannya yang luwes dan luas. Ada prinsip yang dikandung dalam Kepribadian yakni tentang dasar gerakan yang bertumpu pada Ajaran Islam dan misi dakwah. Hal prinsip disebutkan, “Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat . Dakwah dan Amar Ma’ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.”
Ditegaskan lebih lanjut, “Adapun da’wah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata. Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah “Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.”.
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenarbenarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu: (1) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah; (2) Hidup manusia bermasyarakat; (3) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat; (4) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan; (5) Ittiba’ kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.; (6) Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
Ditegaskan pula, bahwa “Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah”.”.
Prinsip gerakan Muhamamdiyah tersebut sebagai patokan dasar, yang aktualisasinya terwujud dalam 10 Sifat Kepribadian Muhammadiyah yaitu: (1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan; (2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah; (3) Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam; (4) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan; (5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah; (6) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik; (7) Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam; (8) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya; (9) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.; (10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.
Individu Menyesuaikan
Sebenarnya jika merujuk pada Kepribadian Muhammadiyah lebih dari cukup sebagai patoka bersikap, berpandangan, dan bertindak dalam bermuhammadiyah yang memenuhi syarat “memegang prinsip dengan wasathiyyah”, artinya memegang prinsip sebagai dasar tetapi bersikap luwes dan luas dalam praktik membawa Muhammadiyah dalam kehidupan internal, keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan global atau universal.
Cobalah setiap anggota lebih-lebih kader dan pimpinan di seluruh tingkatan dan lingkungan mencermati dengan seksama dan menghayati dengan mendalam bagaimana kesepuluh sifat Muhammadiyah tersebut. Jadikan sepuluh sifat itu menjadi sifat seluruh anggota, kader, dan pimpinan dalam bermuhammadiyah ke dalam dan keluar. Sebutlah bagi yang selalu mengusung “amar makruf mahi munkar”, bacalah sifat keenam “Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik”, di situ dikaitkan dengan pentingnya “teladan yang baik”, bukan amar makruf nahi munkar yang sembarangan. Amar makruf nahi munkar itu dua aspek saling terkait, jangan dirediksi dan menjelma hanya menjadi “nahyu munkar” semata.
Bagi mereka yang suka mengeritik keadaan di luar dengan garang dan tidak jarang vulgar, simaklah sifat kesepuluh, “Bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.”. Kritik bagus, tapi pekerjaan hanya mengeritik tanpa imbangan positif, sama dengan nahyu munkar tanpa amar makruf, bisa juga sebaliknya. Mestinya balance, yakni seimbang dan proporsional. Ada tiga sifat yang harus diperhatikan dari Kepribadian yaitu adil dan korektif disertai bijaksana. Adil itu proporsional, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kritik jangan karena tidak suka, apalagi terus menerus mencari celah dan kesalahan pihak lain. Bersikaplah adil hatta terhadap orang atau pihak yang tidak disukai, itulah ajaran Al-Quran.
Mengkoreksi atau mengeritik keadaan juga mesti disertai sikap bijaksana. Bijaksana itu secara sederhana selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya); arif; tajam pikiran; pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dan sebagainya) termasuk apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Pilihlah kata atau bahasa yang paling baik dalam mengeritik disertai argumentasi yang adil dan objektif, wa jadilhum billaty hiya ahsan (QS An-Nahl: 125). Kalimat atau kata yang tajam itu tidak mesti gegabah disertai diksi-diksi yang vulgar dan dapat menyakiti pihak yang dikritik. Kritik tidak identik dengan menyerang, mendiskreditkan, dan memvonis pihak yang dikritik sebagai objek penderita. Takaran kearifan atau kebijaksanaan itu ada pada keluhuran pilihan kata atau bahasa, sikap, dan tindakan yang membawa nilai kebaikan, keutamaan, dan kemaslahatan disertai kedalaman perasaan dan hati yang bersih tanpa amarah dan kegeraman terhadap pihak lain. Kepada pihak yang tidak disukai pun hendaknya berbuat adil, itulah perintah Allah dalam Al-Quran.
Muhammadiyah itu organisasi besar yang harus dijaga marwah dan keberadaannya secara seksama dan arif bijaksana. Menjaga marwah Muhammadiyah jangan menggunakan ukuran personal yang seringkali subjektif, tetapi pakailah nilai dan koridor organisasi yang telah berlaku dan dipedomani bersama secara tersistem. Posisikan, perankan, dan bawa Muhammadiyah sebagai organisasi besar sebagaimana mestinya dengan pandangan moderat antara lain bersikap luwes dan luas.
Muhammadiyah itu organisasi keagamaan dan kemasyarakatan sebagai Ormas, maka jangan ditampilkan laksana partai politik. Jangan pula dijadikan kekuatan sipil ala LSM di negeri-negeri Barat yang paradigmanya kontra-negara. Pendekatan gerakannya “lil-muwajahah” (konstruktif-positif) dan bukan “lil-mua’aradlah” (konfrontatif-negatif) dalam misi besar dakwah dan tajdid yang mencerahkan. Muhammadiyah sebagai Ormas Islam yang besar niscaya dijaga keberadaan dan fungsinya dalam lintasan gerak yang luas, dinamis, dan terlembaga untuk memajukan kehidupan dan membangun peradaban utama yang rahmatan lil-'alamin.
Sumber: Majalah SM Edisi 03 Tahun 2023