Jalan Politik Kekuasaan

Publish

1 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1443
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Jalan Politik Kekuasaan

Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si

Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan tidak akan kuat pengaruhnya jika tidak melalui jalur kekuasaan politik. Dakwah Muhammadiyah juga tidak akan efektif bila tidak melalui jalan tersebut. Cita-cita mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya pun akan lambat manakala tidak lewat jalan tol politik tersebut. Karenanya tempuhlah jalur politik kekuasaan dengan antara lain merebut posisi Presiden dan Wakil Presiden,  kursi di legislatif, dan posisi-posisi strategis tersebut. 

Demikian mencuat pendapat seperti itu di lingkungan Persyarikatan. Pendapat tersebut  beriringan dengan makin hangatnya suasana Pemilu 2024, terutama  berkaitan semangat dukung-mendukung calon Presiden dan Wakil Presiden (capres-cawapres). Ujung-ujungnya, Muhammadiyah melalui Pimpinan Pusat dituntut untuk bersikap terbuka dan jelas menjatuhkan pilihan dan mengarahkan warganya pada pasangan capres-cawapres tertentu.

Pendapat sepihak tersebut bahkan disertai tuntutan agar meninjau ulang atau mereorientasi pandangan tentang Khittah Muhammadiyah agar Gerakan Islam ini terbuka pada jalan politik kekuasaan alias politik praktis. Seraya menunjuk organisasi lain yang dengan mudah memberikan dukungan politik tertentu sehingga memperoleh posisi-posisi dalam kekuasaan pemerintahan. Konon kekuatan-kekuatan politik di negeri ini semakin memperhitungkan pengaruh organisasi lain tersebut, bahkan saling berebut memperoleh “restu politik”.

Pesona Politik 

Setiap lima tahunan jelang dan ketika Pemilu khususnya Pilpres berlangsung selalu muncul pandangan-pandangan dan tuntutan politik yang berorientasi pada politik praktis semacam itu. Opini dan aspirasi dalam konteks situasional boleh jadi wajar adanya. Lebih dari itu dalam orientasi strategis tidaklah salah bila kekuasaan politik di pemerintahan secara keseluruhan sangatlah besar pengaruhnya dalam kehidupan. 

Perjuangan politik kekuasaan (power struggle) memang penting. Lagi pula, siapa yang membantah dan tidak ingin menempati posisi-posisi strategis dalam pemerintahan, termasuk posisi Presiden dan Wakil Presiden. Demikian pula bila ada orang Muhammadiyah menempati berbagai posisi strategis tersebut dari pusat sampai daerah. Sungguh tidak normal manakala menegasikan pentingnya perjuangan dengan hasil politik kekuasaan.

Namun masalah utamanya, apakah tepat jika perjuangan politik kekuasaan (politik praktis)  dilakukan oleh Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan yang berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas)? Apalagi Muhammadiyah sejak awal sampai saat ini antara lain melalui Khittahnya telah memastikan posisi dan perannya maupun langkah perjuangannya secara resmi organisatoris dengan tegas tidak memilih jalan perjuangan politik kekuasaan  (politik praktis, real politics, low politics) dan telah memilih jalur politik kenegaraan atau politik kebangsaan (high politics, politik nilai). 

Lebih-lebih perjuangan politik kekuasaan dalam sistem politik modern sejatinya dan secara sah merupakan porsi utama partai politik. Partai politiklah yang berposisi dan berfungsi menjalankan perjuangan politik praktis, bukan ormas. Apalagi kini ormas yang selama ini sering berkecimpung atau “cawe-cawe” secara tegas menyatakan dirinya tidak berpolitik praktis, termasuk dalam menghadapi Pemilu 2024. Justru menjadi aneh dan ironi malah Muhammadiyah didorong untuk mengambil jalur politik kekuasaan. Bukankah itu sama dengan mempertaruhkan Muhammadiyah demi meraih posisi-posisi politik kekuasaan, yang belum tentu juga berhasil memenangkannya.

Pertanyaan berikutnya, sesederhana itukah urusan politik praktis kekuasaan? Bahwa meraih posisi kekuasaan politik itu seolah mudah, apalagi yang melakukannya ormas. Padahal partai politik saja tidaklah mudah, baik parpol besar apalagi kecil. Parpol tidak banyak yang dapat meraih kekuasaan, sehingga mereka ada yang mengambil jalan oposisi. Pasangan capres cawapres pun ada yang berkali-kali gagal dalam meraih kemenangan. Bahkan dalam Pemilu beberapa periode lalu capres cawapres yang di belakangnya ada partai terbesar pemenang pemilu dan ormas keagamaan terbesar justru gagal dan tidak keluar menjadi pemenang, padahal mestinya dengan gampang memenangkannya. 

Kekuasaan itu memang memesona dan godaanya tinggi layaknya hiasan dunia (al-mata al-ghurur) karena menyangkut jabatan, pengaruh, uang, dan sumberdaya penting. Namun jangan melihat kekuasaan dengan hitam-putih dan hanya senangnya saja,  selain itu  perjuangan meraihnya juga tidaklah gampang. Perjuangan politik kekuasaan itu banyak faktor yang mempengaruhinya serta seringkali rumit, pragmatis, dan oportunistik. Apalagi jika ormas keagamaan hendak menceburkan diri dalam kontestasi yang sarat saling silang kepentingan pragmatis dan oportunistik di dunia politik praktis seperti itu. Kekuasaan bisa menjadi anugerah,  bisa pula menjadi fitnah. Karenanya jangan melihat kekuasaan dari satu sudut pandang secara absolut. Kekuasaan itu penting, tetapi bukan lahannya ormas seperti Muhammadiyah.

Bagaimana dengan usaha mewujudkan tujuan Muhammadiyah? Mewujudkan tujuan sebagai cita-cita gerakan Islam itu memang lama, mungkin tidak akan terwujud seutuhnya, tetapi setidaknya mendekati. Muhammadiyah terus berusaha keras untuk mewujudkan masyarakat Islam dan menyebarkan misi rahmatan lil-‘alamin. Memang belum sampai ke puncak peradaban Islam, tetapi terus mewujudkan kehidupan yang Islami dalam berbagai aspek. Kalau tentang terwujudnya cita-cita Islam secara paripurna sebagaimana dilakukan ormas, bahkan negara di manapun masih banyak yang belum mampu mewujudkan tujuan dan cita-citanya. Demikianlah kompleksitas kehidupan, tidak sesederhana yang dibayangkan. Kewajiban dan tugas para pelakunya ialah berikhtiar maksimal sesuai dengan jalur perjuangan yang dipilih sebagai jalan ijtihad dan jihad perjuangan Islam!

Politik Kebangsaan

Muhammadiyah sejak berdiri 1912 sampai saat ini bergerak dalam politik kebangsaan, yakni membangun bangsa dan negara serta terlibat aktif dalam dinamikanya sesuai posisinya sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Bersamaan dengan itu melalui Khittah yang ditentukan Muktamar dan Tanwir dari periode ke periode dengan tegas Muhammadiyah tidak mengambil jalan politik praktis atau politik yang berorientasi pada perebutan kursi kekuasaan sebagaimana dilakukan oleh partai atau kekuatan politik formal. Muhammadiyah berijtihad memilih gerakan politik kebangsaan-kenegaraan yang bersifat umum dalam usaha membangun masyarakat dan bangsa.

Muhammadiyah memang pernah menjadi Anggota Istimewa Masyumi tahun 1945-1962, tetapi tidak otomatis menjadi partai politik meski saat itu terlibat dalam politik praktis. Sejak Masyumi bubar Muhammadiyah menarik diri dari keterlibatan partai politik dan kegiatan politik praktis. Kesibukan terlibat dalam politik kepartaian menyebabkan dakwah dan amal usaha Muhammadiyah terbengkalai. Muhammadiyah pun dikelola dengan rasa dan cara partai politik. Karena itu,  lahirlah sejumlah Khittah yang menjadi garis perjuangan dalam politik yakni Khittah Ponorogo 1969, Khittah Ujung Pandang 1971, Khittah Surabaya 1978, dan kompilasi terakhir  Khittah Denpasar 2002 yang disebut “Khittah Berbangsa dan Bernegara”. 

Muhammadiyah kenyang dengan pengalaman menghadapi dunia politik dengan segala dinamikanya. Dari pengalaman panjang itu lahirlah Kepribadian dan Khittah Muhammadiyah yang harus dipedomani oleh organisasi maupun seluruh anggotanya. Silakan kaji secara seksama dan hayati Kepribadian dan Khittah tersebut secara mendalam disertai pemahaman atas konteks dan perjalanan Muhammadiyah sejak berdiri hingga saat ini. Jangan dangkal dalam memahaminya, apalagi sekadar pemikiran sesaat secara perseorangan. Jika warga ingin memberikan dukungan politik pada capres-cawapres tertentu hal itu merupakan hak asasi, namun jangan selalu menuntut sikap organisasi sambil menyalahkan Khittah. 

Muhammadiyah itu organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang bergerak dalam pembinaan masyarakat dan pembangunan bangsa, serta tidak bergerak dan menjalankan fungsi organisasi politik. Itulah jalan yang dipilih Muhammadiyah dari periode ke periode sebagai wujud ijtihad politik. Ijtihad politik Muhammadiyah itu memiliki landasan yang kokoh. Pertama, dalam Islam tidak ada sistem dan bentuk perjuangan politik yang tunggal serta absolut, semuanya merupakan pilihan ijtihad sejak era Kekhalifahan Utama sampai selanjutnya dan saat ini. Kedua, dunia Islam sampai saat ini memiliki ragam sistem politik yang berbeda, meski dasar dan pemikirannya bersumbu pada Islam. Ketiga, Muhammadiyah  sejak awal menetapkan jalan non-politik praktis, juga merasakan dampak negatif dari pelibatan diri dalam kancah politik praktis yang membuat dakwah dan amal usahanya terbengkalai. 

Apakah Muhammadiyah anti kekuasaan politik? Muhammadiyah melalui Khittah sejatinya tidak anti politik praktis. Muhammadiyah mendorong para anggota dan kadernya untuk aktif di partai politik selain di lembaga pemerintahan serta lembaga strategis lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir bahkan para kader sering didorong dan didukung untuk berkiprah di eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga strategis lainnya dengan modal kemampuan, integritas, dan visi kemuhammadiyahan yang baik. Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga sering berkomunikasi dengan para elite dan pihak partai politik. Namun Khittah tetap menjadi pedoman dan rujukan Muhammadiyah dalam menghadapi dinamika politik praktis dan kontestasi Pemilu.

Jalan melalui partai politik pun dapat ditempuh. Pasca reformasi Muhammadiyah melakukan ijtihad politik mendorong para kadernya mendirikan  partai politik, sehingga lahirlah Partai Amanat Nasional. Jika saja partai ini sejak awal sampai saat ini dipimpin dan dikelola secara baik, profesional, maju, inklusif, disertai perjuangan yang sungguh-sungguh maka dapat menjadi salah satu jalur memperjuangkan misi dan kepentingan Muhammadiyah di dunia politik praktis tanpa harus terlibat langsung dalam perjuangan politik kekuasaan. Para kader Muhammadiyah juga dengan kegigihan dan profesionalitas yang sama dapat menggerakkan dan memimpin partai tersebut sebagai jalur berpolitik melalui parpol meski tidak memiliki hubungan organisatoris dan afiliatif, di samping dapat melalui partai politik lainnya. Masalah ini penting menjadi perhatian para kader Muhammadiyah yang ingin memilih jalur perjuangan politik kekuasaan.

Namun harus diingat, kendati dunia politik praktis itu penting, pada saat yang sama urusan dan usahanya tidaklah sederhana seperti membalik telapak tangan. Politik tidaklah linier dan serba mudah. Selalu banyak dinamika dalam dunia politik. Jika ingin berkiprah di parpol dan jalan politik kekuasaan maka harus total memasukinya, jangan setengah hati, disertai ketangguhan segala aspek dengan membawa idealisme. Jangan gampang patah arang, kemudian bila gagal kembali lagi ke Muhammadiyah disertai mentalitas dan trauma kegagalan. Posisi kekuasaan itu penting dan strategis, tapi jangan melihat hasilnya yang menyenangkan tanpa usaha serta segala pengorbanan dan dinamika perjuangannya. Maksimalkan peran aktor dan bukan memaksa institusi.

Selain itu, berpolitik memerlukan koridor. Muhammadiyah telah menggariskan koridor Khittah untuk tidak mengambil jalan politik praktis ke arena perebutan kekuasaan di pemerintahan. Melalui Khittah dan kebijakan organisasi ada garis-garis, mekanisme, dan sistem yang jelas sebagai patokan utama dalam membawa Muhammadiyah dalam kehidupan kebangsaan secara umum maupun dalam menghadapi situasi politik praktis seperti Pemilu 2024.

Ikutilah ketentuan-ketentuan organisasi tersebut agar Muhammadiyah tidak terbawa arus situasi.  Selanjutnya, jangan membawa kehendak sendiri-sendiri dalam bermuhammadiyah, termasuk dalam menghadapi situasi politik lima tahunan. Kalau tidak paham posisi organisasi dan situasi secara komprehensif, sebaiknya kader Muhammadiyah belajar seksama agar tidak gagal paham. Bila berdasar kemauan dan persepsi pribadi, apalagi bersifat parsial dan tendensius, hilanglah eksistensi organisasi yang besar ini. Jangan tergiur pesona kekuasaan dengan instan dan mempertaruhkan Muhammadiyah yang sangat besar!

Sumber: Majalah SM Edisi 22 Tahun 2023


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Editorial

PALESTINA DAN UJIAN KEMANUSIAAN Palestina dapat dikatakan sebagai wilayah yang mempunyai sejarah te....

Suara Muhammadiyah

5 December 2023

Editorial

Muhammadiyah Sebagai Sistem Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si. Muhammadiyah dikenal sebagai orga....

Suara Muhammadiyah

4 April 2024

Editorial

Kebijakan Pimpinan Pusat dan Pelaksanaan Program Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si. Muktamar ke-4....

Suara Muhammadiyah

17 April 2024

Editorial

KEKUATAN DAKWAH ORTOM MUHAMMADIYAH Dalam konteks perjalanan panjang dan dinamika Muhammadiyah, orga....

Suara Muhammadiyah

26 August 2024

Editorial

DAKWAH, SENI, DAN GELANGGANG BERSAMA Kalau kita membuka album foto Muhammadiyah masa lalu, kita pas....

Suara Muhammadiyah

24 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah