JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan, peran Aisyiyah sangat strategis di dalam pemberdayaan kaum perempuan. Menag mengungkapkan bahwa pemberdayaan perempuan harus menjadi prioritas utama.
"Tidak akan ada ketahanan keluarga tanpa pemberdayaan perempuan. Tidak ada ketahanan nasional tanpa kekuatan perempuan. Generasi yang baik hanya bisa lahir dari perempuan yang diberdayakan," katanya saat Tanwir 1 Aisyiyah Periode 2022-2027 di Hotel Tavia Heritage, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (16/1).
Menag menyoroti bahwa ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan menjadi akar dari berbagai masalah sosial, termasuk kekerasan seksual. Ia menjelaskan bahwa ketimpangan ini sering kali dipelihara oleh budaya patriarki yang membatasi ruang gerak perempuan dan menempatkan mereka pada posisi subordinat dalam berbagai aspek kehidupan.
"Allah memberikan kekuatan kepada laki-laki dan perempuan secara seimbang, tetapi budaya patriarki mengalihkan kekuatan perempuan kepada laki-laki, sehingga terjadi ketimpangan yang memicu patologi sosial," tuturnya.
Dalam sosiologi, relasi kuasa merujuk pada dominasi kekuatan satu pihak terhadap pihak lain. Relasi kuasa yang timpang, disebabkan karena legitimasi penafsiran agama dan budaya masyarakat yang patriarki.
Relasi kuasa, imbuhnya, harus digugat dan diprotes. Hal tersebut bisa dilakukan dengan meninjau kembali penafsiran yang timpang.
“Saya ingin betul Aisyiyah ini melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar pengenalan, pendidikan, wawasan. Kita semua sudah tahu bahwa tidak ada relasi timpang dalam Al-Qur’an. Saya ingin Aisyiyah betul-betul melakukan gerakan-gerakan nyata (action) dalam masyarakat kita,” jelasnya.
Ia mengingatkan pentingnya menguatkan ketahanan keluarga dengan relasi yang adil. Pasalnya, problem perceraian rentan melahirkan orang miskin baru, terutama perempuan dan anak karena kebanyakan perempuan yang akhirnya menanggung nafkah keluarga.
Maka dari itu, Kementerian Agama telah meluncurkan berbagai program seperti perencanaan perkawinan, keluarga sehat, peningkatan ekonomi keluarga, dan generasi berkualitas bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kemendikdasmen, dan BKKBN.
Nasaruddin juga menyerukan penyesuaian regulasi agar kebijakan yang ada tidak merugikan Perempuan tetapi mendukung pemberdayaan perempuan. Ia mengajak perempuan Aisyiyah menjadi pelopor perubahan, tidak hanya melakukan edukasi, tetapi juga aktif melakukan berbagai inisiatif konkret yang membawa manfaat bagi masyarakat.
“Jadi Aisyiyah ini merintis banyak jalan, mungkin pemberdayaan, bukan saja perempuan, tetapi untuk bangsa Indonesia. Tokoh Aisyiyah dan tokoh-tokoh saat ini tidak hanya memperjuangkan kesetaraan gender, tetapi adalah memperjuangkan kekuatan bangsa Indonesia,” tandas Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta tersebut. (Cris)