Orang-orang Di Pintu Surga, Cerpen Erwito Wibowo

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
194
Cerpen SM

Cerpen SM

Orang-orang Di Pintu Surga 

Cerpen Erwito Wibowo

Sesungguhnya saya mendatangi rumah seorang ustadz untuk menyampaikan jadwal dia mengisi majelis taklim di masjid saya. Karena kebetulan saya diberi tugas oleh takmir untuk menyusun jadwal pengisi majelis taklim dalam satu tahun secara tematik berkelanjutan. Maksudnya agar para jamaah memperoleh ilmu pengetahuan tidak secara sepotong-sepotong, tetapi disusun secara runtut dan saling melengkapi dan menyempurnakan secara teratur. 

Di ruang tamu rumah ustadz itu, saya diperkenankan masuk. Ruangannya harum wangi baunya. Tidak banyak hiasan dinding di ruang tamunya. Setelah menyampaikan salam dan berjabat tangan, saya langsung mengutarakan maksud kedatangan saya sambil menyampaikan kertas agenda jadwal pengisi majelis taklim, ustadz dengan mudah sudah memahami. Tanpa perlu menanggapi lembaran jadwal itu, ustadz menyampaikan sesuatu kerisauan selama ini pada saya. 

“Begini. Ini sudah lama menjadi kerisauan saya,” ujarnya. 

Saya diam. Tidak berusaha menebak apa kalimat berikutnya. Saya siap mencoba mendengarkan. 

“Kenapa saya risau? Saya mengamati sejak lama. Dan itu di segala tempat,” ucap ustadz selanjutnya. 

Saya masih diam. Saya semakin tidak mengerti apa yang akan disampaikan selanjutnya. 

“Saya tahu. Dan saya yakin kamu juga pasti mengamati situasi itu,” ungkap ustadz itu. 

Saya semakin diam. Dan semakin tolol menunggu inti kalimat yang ingin dikemukakan. 

“Lihatlah. Terutama di setiap penyelenggaraan shalat ‘Ied. Banyak orang entah panitia atau bukan, dengan sangat menyolok mondar-mandir antara mimbar khatib dan tempat operator sound system. Karena ruang itu berada di depan shaf terdepan, menjadi pemandangan seluruh para jamaah yang sudah duduk rapi dalam barisan shaf sambil melantunkan takbir menunggu shalat ‘Ied berdiri.” jelas ustadz itu. 

“Ooooo....itu. Saya mengerti,” ucap saya berusaha menanggapi.  

“Sebentar,” potongnya. “Saya belum lengkap menjelaskan kerisauan saya. Kalau yang mondar-mandir itu panitia, tentu tidak sebanyak itu. Paling panitia yang mendampingi khatib serta imam. Atau yang mengarahkan petugas takbir. Awak sound system juga tidak sebanyak itu. Panitia yang menyampaikan pengumuman koordinasi hasil zakat fitrah dan mal, ya cuma satu, pendampingnya apa sebanyak itu. Banyak orang-orang berkalung sajadah yang tidak jelas tugasnya mondar-mandir sibuk dengan menampilkan dirinya sendiri di ruangan yang berupa bingkai pandangan seluruh jamaah shalat ‘Ied memandang. Belum lagi banyaknya orang mengoperasikan kamera hp memotret khatib dari segala arah sepanjang khutbah disampaikan. Itu menjadi pemandangan seluruh jamaah shalat ‘Ied. Jamaah gagal fokus. 

“Menurut saya,” ujar ustadz. “Semoga kelak orang-orang itu jangan sampai menjadi orang-orang di pintu surga saja,” ungkapnya melengkapi kalimatnya. 

“Maksudnya?” tanya saya. 

“Ya, ibaratnya bagaikan orang-orang yang berada di pintu surga. Mereka senang di depan pintu. Tapi tidak pernah masuk. Hanya berada di depan pintu.” 

“Lho kok begitu tadz?” tanya saya heran. 

“Ya mereka tiap tahun begitu sikap dan tindakannya. Dan orangnya tidak pernah berganti. Kalau sebuah kepanitiaan mestinya setiap periode berganti. Terjadi regenerasi estafeta. Nah ini, satu dekade itu sepuluh tahun. Sekian kali dekade tidak pernah berganti orang-orang yang senantiasa mondar-mandir itu,” demikian panjang lebar penjelasannya. 

“Saya mencoba memahami dengan senyum tipis. Saya menunggu apakah dia sudah selesai rasa risaunya. Ternyata dia membuka kalimat berikutnya. 

“Fakta dan peristiwa seperti itu, tidak hanya terjadi di situ. Di suatu majelis-majelis pengajian lain yang diselenggarakan secara rutin, fenomena orang-orang yang tidak jelas senantiasa ada. Mereka tidak berada di ruang utama masjid, melainkan di ruang paling luar setelah beranda masjid. Mereka mendengarkan majelis taklim yang terjadi di ruang dalam masjid, menyimak dan mendengarkan sambil bergerombol di luar dekat konsumsi disusun disiapkan, kadang berbicara membuat majelis sendiri tentang peristiwa faktual yang tidak relevan dengan materi di ruang dalam masjid,” jelasnya panjang dan dia nampak lega menyampaikan hal itu pada saya. 

Dari uraian kalimat panjang ustadz itu, ada yang menyentuh aktivitas saya. Lalu saya mencoba merenungkan sejenak. Lho, saya termasuk bagian orang-orang yang tidak jelas itu. Mondar-mandir mengurus ini dan itu. Menyampaikan jadwal susulan setelah dikoreksi kesalahannya. Ketika majelis pengajian berlangsung, merasa tugas penyiapan selesai, sering duduk satu rombangan di luar ruang utama masjid. Berarti saya termasuk golongan orang-orang di pintu surga.Tidak benar-benar masuk pintu surga. Aduh. Kenapa saya termasuk golongan orang-orang di pintu surga? Saya berusaha bertanya pada ustadz. 

“Terus bagaimana solusinya ustadz, agar tidak ada golongan yang berada di pintu surga?” tanya saya. 

“Dibangun kesadaran. Dilakukan pendekatan untuk membangun kesadaran. Boleh dalam penyiapan nampak sibuk dengan tugas-tugas. Tapi, ketika pelaksaan majelis taklim berlangsung, semua berada duduk di ruang utama masjid. Itu cara menghormati majelis. Itu cara menghormati ustadz yang menyampaikan materi. Kalau kamu berada di serambi jauh dari ruang utama majelis, itu artinya kamu membelakangi majelis sekaligus membelakangi ustadz.” ungkap ustadz panjang lebar dan semakin saya memahami. 

Saya terus pamit dan mengucapkan salam dari rumah ustadz. Mulai dari pintu rumah ustadz di sepanjang perjalanan pulang saya seperti menelan pil pahit. Apa saya bisa mengubah sikap dan tindakan saya yang suka sibuk mondar-mandir dalam proses penyiapan, dan kemudian membelakangi majelis beserta ustadznya ketika majelis taklim berlangsung. Lho. Saya kok seperti bagian dari kelompok orang-orang di pintu surga.• 

 

Kotagede, 11 Mei 2023


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Oleh: Mustofa W Hasyim Mas Abdul Hadi atau Bang Abdul Hadi sebenarnya sudah sampai pada maqom filos....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Humaniora

Suasana pagi Jumat, pada penghujung bulan Dzulqa’dah tertanggal 7 Juni 2024, terlihat sebanyak....

Suara Muhammadiyah

7 June 2024

Humaniora

Anak Kampung: Belajar Bersama Prof Romo KH Abdul Mu’ti  Oleh: Saidun Derani, Dosen ....

Suara Muhammadiyah

21 October 2024

Humaniora

Sedekah Sumber Berkah  Oleh: Sringatin  Sedekah merupakan kata yang tidak asing lagi di ....

Suara Muhammadiyah

4 May 2024

Humaniora

Cerpen Sucipto Jumantara Pohon-pohon di belakang rumah selalu membawa anganku terbang jauh ke suasa....

Suara Muhammadiyah

2 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah