Orasi dari Timur: Lawatan Politik Buya Hamka ke Bima, 1955

Publish

17 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
226
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Orasi dari Timur: Lawatan Politik Buya Hamka ke Bima, 1955

Oleh: Imam Ahnafudin, Aktivis IMM Ciputat

Setelah berakhirnya Republik Indonesia Serikat dan kembalinya Indonesia menjadi NKRI pada 17 Agustus 1950. Di bawah komando kabinet yang dipimpin oleh Muhammad Natsir (Kabinet Natsir), wacana mengenai penyelenggaraan pemilihan umum pertama hidup kembali, setelah beberapa tahun sebelumnya bangsa Indonesia menghadapi ketidakstabilan politik dalam negeri,  yang membuat pemilihan umum tidak dapat dilaksanakan. Dan pada tahun 1955 ,Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilihan umum untuk pertama kalinya di bawah kepemimpinan kabinet Burhanudin Harahap.

Pemilu tahun 1955, sering kali dianggap sebagai pemilu paling demokratis, karena melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat dari spektrum yang berbeda beda pada kontestasi pemilu. Salah satu kelompok atau partai politik yang memiliki kekuatan besar saat itu adalah Masyumi, yang dianggap sebagai perwakilan kekuatan politik umat Islam Indonesia. Di dalamnya, partai Masyumi diisi oleh banyak tokoh Islam karismatik, salah satunya Buya Hamka, seorang ulama besar dengan segudang karya yang telah diukir. Hadirnya Hamka di dalam partai Masyumi menjadi modal besar untuk meraup dukungan dari masyarakat.

Berbagai lawatan politik ke daerah guna untuk mendapatkan dukungan politik dari masyarakat dilakukan oleh Hamka. Menjelang pemilu pertama tahun 1955, Buya Hamka berkunjung ke Bima untuk berkampanye di bawah naungan panji besar partai Masyumi. Sore hari tahun 1955 di Pelabuhan Teluk Bima, kedatangan Hamka dan rombongan partai Masyumi dari Jakarta, disambut langsung oleh Haji Thayib Abdullah yang merupakan aktivis kawakan Muhammadiyah Indonesia Timur, sekaligus sebagai pemimpin partai Masyumi di Bima. Perjumpaan Hamka dan Thayib Abdullah bukanlah perjumpaan pertama diantara mereka, sewaktu Hamka mengembara di Yogyakarta juga pernah bertemu dengan Thayib Abdullah yang sedang menimba ilmu di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah.

Selang satu hari setelah Hamka menginjakkan kaki di tanah Bima, ribuan masyarakat Bima berkumpul, dan memadati lapangan Serasuba untuk menyaksikan orasi politik seorang ulama besar dari tanah Minang itu. Hamka berdiri diatas podium kampanye beserta rombongan dari Jakarta, dan dikawal langsung oleh Thayib Abdullah. Kalimat takbir membuka orasi politik Hamka, menggema memecah kesunyian. Hamka menyampaikan dengan lantang  Islam sebagai penopang hidup, jiwa akan mati jika Islam tidak ada dalam diri, Hamka juga menyeru betapa pentingnya persatuan umat Islam. Orasi dari Hamka disambut dengan deru tepuk tangan meriah dari masyarakat yang hadir, adzan politik Hamka membakar dan mengobarkan semangat politik Islam  masyarakat Bima. Hamka dan Masyumi cukup mendapat tempat di hati masyarakat Bima, hampir tidak ada kompetitor lain yang mampu menyaingi partai Masyumi, kemenangan besar didapat oleh partai Masyumi di Bima pada perhelatan pemilu tahun 1955, yang mengantarkan Thayib Abdullah menjadi delegasi Pulau Sumbawa di kursi parlemen nasional.

Pribadi Hamka bagi masyarakat Bima saat itu, bukan hanya tentang perjumpaan politik belaka. Lebih jauh dari itu, ada kedekatan emosional yang begitu kuat, sebab Hamka adalah seorang ulama dari tanah Minang. Sejarah panjang ulama-ulama Minang telah tertancap ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Bima. Jauh sebelum kedatangan Hamka , telah lebih dulu  dua ulama  bersaudara Datuk ri Tiro dan Datuk ri Bandang, datang membawa kemuliaan Islam di tanah Bima.

Di sela kunjungan politiknya di Bima, Hamka bertemu dan berkenalan dengan H.Abubakar Husein, seorang qori internasional ternama era itu. Dari perjumpaan ini, Buya Hamka setiap tahun, selalu mengirim novel atau kitab bahasa arabnya untuk diterjemahkan oleh H.Abubakar Husein, karena Hamka menganggap H.Abubakar Husein bahasa arabnya fasih dan bagus (Biografi H.Abubakar Husein 2005).

Teruntuk Thayib Abdullah, baginya lawatan politik singkat Hamka, menjadi peristiwa sakral dan bersejarah untuk dirinya dan masyarakat Bima, sebab Hamka telah meninggalkan pondasi yang begitu kokoh, bagi semangat perjuangan Islam. Sebagai ucapan rasa  terimakasih dirinya, dan masyarakat Bima kepada Buya Hamka, sekaligus untuk mengenang peristiwa itu. Thayib Abdullah mengusulkan kepada Pemerintah Daerah Bima, agar salah satu nama jalan di Bima diambil dari nama Buya Hamka, dan usulan tersebut langsung  diterima oleh Pemerintah Daerah (Biografi H.M.Thayib Abdullah 2002). Sehingga salah satu lorong jalan di Bima, dinamai menggunakan nama ulama karismatik dan penyabar itu.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Umar Melarang Anaknya Dicalonkan Jadi Khalifah Oleh: Abdul Hafiz, Wakil Ketua PWM Bengkulu “....

Suara Muhammadiyah

13 February 2024

Wawasan

Anak Saleh (28) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

30 January 2025

Wawasan

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Surah An-Nisa ayat 48 dan 116 menjela....

Suara Muhammadiyah

14 June 2024

Wawasan

Oleh: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I Dalam khazanah agama islam dosa sering disebutkan ketika melakuk....

Suara Muhammadiyah

18 September 2023

Wawasan

Memegang Mushaf Al-Qur'an saat Shalat Tarawih Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unive....

Suara Muhammadiyah

29 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah