Pancasila dan Agama, Dua Akar Bangsa yang Tak Terpisahkan

Publish

30 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
76
Prof Dr Haedar Nashir, MSi

Prof Dr Haedar Nashir, MSi

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Bahwa cita-cita menjadi bangsa yang maju sebagai keniscayaan, namun tidak sekali jadi. Sedikit dan bertahap, butuh proses perjalanan yang amat panjang. Maka di sinilah perlu menguatkan akar penunjangnya yang kemudian dikerucutkan oleh Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah berupa akar nilai berupa Pancasila.

Diiketengahkan Haedar, Pancasila lahir dari proses dialektika dari kelompok agama, nasionalis, dan sosialis. “Yang melahirkan lima dasar sila,” tuturnya, menekankan bangunan Pancasila sebagai dasar negara yang sangat fundamental.

“Tidak perlu lagi dipersoalkan prosesnya. Pancasila milik kita bersama dan hadir dalam proses kebersamaan,” tegasnya. Ini menunjukkan relevannya Pancasila. Dan segenap warga bangsa harus taat, tunduk, dan menerima kesepakatan konsensus tersebut.

“Kalau ada saja satu yang keluar dari kesepakatan itu, ya harus ditertibkan,” tegasnya sekali lagi. Lebih dari itu, Pancasila mesti dihidupkan nilainya di dalam sukma warga bangsa.

“Termasuk oleh pemerintah di seluruh institusi,” sambungnya saat Rapat Terbuka Senat Laporan Tahunan Rektor dalam rangka Milad ke-60 Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Senin (29/12) di Aula A.K. Anshori Lt. 3, Kampus 1 Ahmad Dahlan UMP.

Di sinilah keberfungsian kelima nilai dasar sila yang kaya itu mesti diejawantahkan secara keseluruhan. “Harus menjadi tanggung jawab seluruh aparatur negara di mana pun dan komponen apa pun,” ujarnya.

Mencontohkan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Menukil pandangan Soekarno, “Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan. Dengan demikian setiap warga negara dapat menyembah Tuhannya dengan cara leluasa.”

“Indonesia tidak boleh menjadi negara sekuler. Sekuler itu menjauhkan agama dari negara. Jadi agama harus menjadi nilai objektif yang masuk dalam negara, bukan paham yang masuk,” jelasnya seraya mengingatkan jangan sampai menjadi negara sekuler. “Meskipun Ketuhanan Yang Maha Esa, jangan juga jadikan Indonesia menjadi negara agama,” pesannya.

Kemudian, sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Pokok pentingnya di sini, demokrasi mestinya berbasis musywarah (mufakat). Tapi, realitanya setelah reformasi, mewujud menjadi demokrasi liberal.

“Inilah yang terjadi. Politik uang, transaksi, rakyat pun dilatih menjadi pragmatis,” tuturnya, menegaskan demokrasi tanpa topangan nilai (value). “Karena orientasinya hanya kemenangan semata-mata. Dan setelah menang, di eksekutif, legislatif, yudikatif, tidak mau mendengar aspirasi rakyat,” ulasnya.

Dan, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Ini yang berat,” beber Haedar. Dalam konteks ini, Keadilan masih tampak jauh panggang dari api dengan sila kelima tersebut. “Negara harus hadir mengangkat untuk hidup lebih sejahtera, lebih maju, berdiri di atas kaki sendiri,” urainya.

Selain Pancasila, variabel berikutnya yang menjadi value adalah agama. Agama merupakan ajaran yang mendasar dalam kehidupan manusia. Yang mengajarkan arti penting hal-ihwal keyakinan kepada Tuhan. “Dari situlah muncul sikap hidup yang metafisik (sakral), yang tidak dimiliki oleh nilai lain,” jelasnya. Karena itu, Haedar meminta jangan sisihkan agama dari garis orbit kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Jangan sepelekan agama dan jangan beri label-label agama sebagai sesuatu yang buruk; pusat ekstrimisme, pusat radikalisme, pusat terorisme,” tandasnya, mengemukakan agama bersifat sakral dan fundamental. “Kesakralan itu, kalau kita tidak sertai dengan pemahaman keagamaan yang mendalam dan luas dan kearifan dalam beragama, itu juga bisa membuat sesuatu yang kita melampaui batas atas nama agama,” tandasnya. (Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka menyiapkan pengusaha Muhammadiyah masuk 100 orang t....

Suara Muhammadiyah

24 January 2025

Berita

Program ini ibarat menanam bibit pohon di tanah yang subur dan terjaga. Al-Qur'an adalah bibitnya, s....

Suara Muhammadiyah

24 December 2025

Berita

TELUK BINTUNI, Suara Muhammadiyah - Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XIV P....

Suara Muhammadiyah

10 June 2025

Berita

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah – Sebanyak 388 Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) me....

Suara Muhammadiyah

19 April 2025

Berita

MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Bulan Ramadan menjadi momentum berbagi yang dilakukan Pimpinan Wilaya....

Suara Muhammadiyah

29 March 2024