Pelajaran bagi Generasi Z dari Kisah Ashabul Kahfi

Publish

27 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
50
Sumber Foto: Pixabay

Sumber Foto: Pixabay

Pelajaran bagi Generasi Z dari Kisah Ashabul Kahfi

Oleh: Mohammad Fakhrudin

Suka atau tidak pergantian generasi pasti terjadi. Masalah besar timbul manakala terjadi kesenjangan antara das sein dan das sollen. Generasi tua yang semestinya menjadi teladan, tetapi dalam kenyataan tidak demikian halnya. Hal itu dengan mudah dapat kita ketahui. Sangat banyak orang tua yang terjerat kasus korupsi dan tindakan kriminal yang lain. Bahkan, sikap buruk seperti arogan, antikritik, melakukan kebohongan publik, merasa paling benar dan paling pintar pun dimilikinya. 

Keadaan yang demikian harus diakhiri. Jalan yang paling tepat untuk memperbaiki keadaan tersebut adalah pendidikan. 

Di dalam pidato Peringatan Hardiknas 2025, Mendikdasmen menyatakan, antara lain, bahwa pada hakikatnya pendidikan adalah proses membangun kepribadian yang utama, akhlak mulia, dan peradaban bangsa. Secara individual, pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan fitrah manusia sebagai makhluk pendidikan (homo educandum) yang dengannya manusia menguasai ilmu pengetahuan, memiliki keterampilan, dan berbagai kecerdasan yang memungkinkan mereka meraih kesejahteraan dan kebahagiaan material dan spiritual. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan adalah sarana mobilitas sosial politik yang secara vertikal mengangkat harkat dan martabat bangsa. 

Sangat jelas bahwa pendidikan hakikatnya adalah proses membangun kepribadian yang utama, akhlak mulia, dan peradaban bangsa. Dari hakikat pendidikan tersebut kita ketahui bahwa ketataan pada peraturan dan kejujuran harus diwujudkan sebab hal itu menjadi bagian dari indikator kepribadian yang utama dan akhlak mulia..

Pentingnya Kolaborasi dalam Pendidikan

Menurut Mendikasmen, usaha untuk mewujudkan tujuan dan fungsi pendidikan tersebut, tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Pendapat tersebut wajib kita dukung.

Bagi pemerhati pendidikan, orang tua siswa merupakan salah satu elemen masyarakat, bahkan, yang utama. Namun, dunia pendidikan di Indonesia pada akhir-akhir ini kembali membuat para pemerhati pendidikan geram. Siswa (Ind) yang ditampar oleh kepala sekolah karena diketahui merokok di lingkungan sekolah, mengadu kepada orang tuanya. Setelah menerima aduan itu, orang tuanya tanpa klarifikasi melaporkan kepala sekolah itu kepada polisi. 

Menurut penjelasan kepala sekolah tersebut, penamparan itu dilakukan karena Ind berbohong juga. Sudah diketahi merokok, tetapi mengatakan tidak, padahal ada saksi yang melihat bahwa Ind merokok. Berdasarkan aduan orang tua Ind itu, kepala sekolah tersebut dinonaktifkan oleh gubernur dan didukung sepenuhnya oleh wakilnya. 

Reaksi atas kasus itu membanjiri media sosial. Umumnya mendukung tindakan kepala sekolah karena tindakan itu dilakukan dalam usaha pendisiplinan siswa dan penanaman watak jujur. Di samping itu, ada reaksi yang berisi pernyataan bahwa Ind salah, tetapi tidak layak ditampar. 

Kategori Pelanggaran

Sekurang-kurangnya ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh Ind, yakni (1) merokok di lingkungan sekolah dan (2) berbohong kepada kepala sekolah. Bagi pemerhati pendidikan, kedua pelanggaran itu merupakan penyimpangan yang tidak boleh dibiarkan. 

Bagi muslim mukmin yang mengikuti pendapat ulama bahwa merokok itu haram, pasti pelanggaran itu dikategorikan sebagai pelanggaran berat karena melanggar peraturan agama dan peraturan sekolah. Bagi muslim mukmin yang mengikuti pendapat ulama bahwa merokok itu makruh, setidak-tidaknya mereka berpendapat bahwa siswa merokok di lingkungan sekolah tetap merupakan pelanggaran peraturan sekolah. Namun, dalam hal perilaku berbohong, semua pihak pasti berpendapat sama, yakni merupakan pelanggaran berat.

Berbohong Jalan ke Neraka

Bagi pemerhati pendidikan yang berakhlak mulia, berbohong merupakan pelanggaran berat. Dikatakan berat karena kebohongan merupakan penyebab bencana akhlak yang pengaruh buruknya sangat luas. Kebohongan menggiring kepada keburukan dan keburukan menggiring ke neraka. Hal itu dijelaskan di dalam hadis, sebagaimana dikutip berikut ini. 

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ أَخْبَرَنَا الْأَعْمَشُ ح و حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا وَعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah mengabarkan kepada kami al-A'masy. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Dawud berkata, telah menceritakan kepada kami al-A'masy dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Jauhilah kebohongan sebab kebohongan menggiring kepada keburukan dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur sebab jujur menggiring kepada kebaikan dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.”

(Sumber: Hadits.id https://www.hadits.id › Sunan Abu Dawud)

Sungguh berat sekali hukuman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang yang berbohong. Pertanyaan mendasar yang harus kita jawab secara jujur adalah: Di mana nurani kita jika membela anak yang berbohong kepada guru? Di mana iman kita jika dengan berbagai cara membela pejabat publik yang jelas-jelas telah melakukan kebohongan publik?  

Pelajaran Penting dari Ashabul Kahfi

Di dalam surat al-Kahfi (18):7, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَ رْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَ يُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا

"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya."
Ayat tersebut difafsirkan secara sangat menarik oleh Hamka dalam kitabnya Tafsir Al Azhar. Dijelaskannya bahwa manusia ditakdirkan hidup di bumi. Mereka berlomba-lomba mengambil, menggali, atau mencari yang tersembunyi dari perhiasan-perhiasan di muka bumi untuk kepentingan hidupnya. Mereka berlomba mencari harta kekayaan, pangkat dan kedudukan, rumah yang mewah, kebun yang subur, kendaraan yang megah, emas dan perak. Semua itu adalah perhiasan di bumi dan tinggal di bumi. Manusia berlomba menghasilkannya, tetapi mereka diuji, siapa yang berlaku curang. 

Ayat ke-7 dilanjutkan dengan ayat ke-8, yakni

وَاِ نَّا لَجٰعِلُوْنَ مَا عَلَيْهَا صَعِيْدًا جُرُزًا 

"Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering."

Ayat tersebut ditafsirkan oleh Hamka bahwa tidaklah ada yang kekal di atas permukaan bumi. Mulanya bumi tampak berhias dengan berbagai warna, tetapi akhirnya hilang. Bumi akan rata dan tanahnya akan tandus. Suatu bangsa bermegah naik, tetapi kemudian jatuh. 

Satu pemerintahan mulanya kuat kuasa, akhirnya roboh. Lalu, digantikan oleh yang lain. Manusia sehabis bersusah payah berlomba-lomba, hilang dari permukaan bumi dan tidak kembali lagi. Yang tinggal hanyalah sebutan atau kenang-kenangan kalau ada yang akan dikenang orang. Kalau tidak ada yang akan dikenang dari mereka, yang tinggal adalah tumpukan dan kuburan lama yang tidak ada lagi perbedaan di antara tulang-tulang yang tertimbun di dalamnya, entahlah dia menang ketika berlomba hidup atau kalah!

Dalam keadaan seperti itu, ada beberapa pemuda beriman yang lebih memilih tinggal di gua dan memutuskan hubungan dengan manusia banyak. Mereka mengasingkan diri dengan penuh keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka mohon rahmat dan petunjuk-Nya sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat al-Kahfi (18):10,

اِذْ اَوَى الْفِتْيَةُ اِلَى الْـكَهْفِ فَقَا لُوْا رَبَّنَاۤ اٰتِنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً وَّهَيِّئْ لَـنَا مِنْ اَمْرِنَا رَشَدًا

"(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan Kami, 
berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami."

Mereka adalah para pemuda beriman dan mereka pun dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari bermacam-macam bahaya dan diberi petunjuk sebagaimana dijelaskan di dalam surat al-Kahfi (18):13,

نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِٱلْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَٰهُمْ هُدًى

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya, mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”

Tafsir Hamka tersebut sangat realistis. Kita dapat mempelajari sejarah bangsa-bangsa di dunia sejak zaman dulu hingga sekarang! Perubahan atau pergantian itu dapat terjadi secara mendadak, tanpa diketahui sebelumnya. Ada juga yang terjadi secara pelan, tetapi pasti. 

Raja yang sangat berkuasa dan zalim seperti Fir’aun pun akhirnya mati. Dia dikenang sampai sekarang, tetapi dikenang karena kesombongan dan kezalimannya. Qarun orang yang sangat kaya mati juga. Namanya dikenang, tetapi karena ketamakannya! Kejadian yang menimpa pada Fir’aun dan Qarun dapat saja terjadi pada masa sekarang dan masa yang akan datang. 

Memberikan kekuasaan kepada siapa pun dan mencabut kekuasaan dari siapa pun kapan pun merupakan hak prerogatif. Ada yang diberi kekuasaan dengan rida-Nya. Ada pula yang diberi kekuasaan sebagai istidraj, yakni pemberian yang luar biasa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang kafir yang dimaksudkan sebagai ujian sehingga mereka takabur dan lupa diri kepada-Nya seperti Fir’aun dan Qarun. 

Sementara itu, cara Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut kekuasaan dari siapa pun sesuai dengan hak prerogatif itu. Ada yang melalui proses sesuai dengan jalan pikiran manusia, tetapi ada pula yang dirahasiakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ada yang atas rida-Nya, tetapi ada pula yang atas murka-Nya. 

Pelajaran penting yang harus kita petik adalah bahwa kekuasaan sewaktu-waktu dapat dicabut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya di dalam surat Ali ‘Imran (3): 26

قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ ۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Ashabul Kahfi dikenang karena kesalehannya. Inilah yang harus dijadikan pelajaran berharga bagi generasi Z.

Sungguh sangat paradoks jika generasi Z justru dengan cara apa pun (termasuk berbohong) mendekati penguasa agar memperoleh kekuasaan dan dengan kekuasaan itu mereka memperoleh kekayaan. Lebih-lebih lagi, jika mereka ikut berdusta untuk membela penguasa yang jelas-jelas telah berdusa tanpa merasa berdosa. Jika demikian yang dilakukannya, orang mengenangnya sebagai generasi Z pendusta.

Sangat ironis jika orang tua membiarkan atau malahan membela anaknya yang berdusta! Jika demikian yang dilakukan oleh orang tua, orang mengenang karena kesalahannya. Na’uzubillah!(hanan)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pendidikan dan "Gelombang Olok-Olok" di Media Sosial Oleh: Prof. Dr. Abdul Rahman A.Ghani  Ba....

Suara Muhammadiyah

11 October 2023

Wawasan

Sidik Jari: Bukti Kekuasaan Ilahi yang Tercetak pada Ujung Jemari Kita Oleh: Wakhidah Noor Agustina....

Suara Muhammadiyah

10 September 2025

Wawasan

Darah Biru Mimi dan Mintuno Oleh: Khafid Sirotudin, Ketua LPUMKM PWM Jateng, Kabid Diaspora Ka....

Suara Muhammadiyah

8 January 2025

Wawasan

Melestarikan Alam untuk Kemakmuran Bersama Oleh: Suko Wahyudi Tingginya tingkat kerusakan lingkun....

Suara Muhammadiyah

27 September 2023

Wawasan

Oleh: Iman Permadi Tujuan diberikannya mata kuliah kemuhammadiyahan di Perguruan Tinggi Muhammadiy....

Suara Muhammadiyah

31 May 2025