Pengucapan “Allah” dan “Tuhan”

Publish

24 June 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1352
Doc. Istimewa

Doc. Istimewa

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Haruskah kita mengatakan Allah atau Tuhan? Dalam bahasa Arab sebenarnya ada dua kata untuk Tuhan yang perlu kita bedakan. Yang pertama adalah nama personal Tuhan, yaitu Allah. Artinya "Sang Tuhan", yang sebagian telah diringkas menjadi Allah, tetapi telah menjadi nama yang tepat untuk Tuhan dalam bahasa Arab.

Umat ​​Islam terbiasa dan nyaman menggunakannya. Ini memberi umat Islam kejelasan karena ketika kita mengatakan Allah, kita tahu bahwa kita mengacu pada pencipta langit dan bumi yang ghaib. Sedangkan jika kita mengatakan Tuhan, ada sedikit ketidakjelasan, karena begitu banyak hal yang disebut Tuhan. Begitu banyak konsepsi tentang dewa yang berbeda. Bahkan jika Anda menggunakan istilah Tuhan, terkadang tidak jelas apakah seseorang berarti Tuhan Yesus Kristus, atau yang mereka maksud adalah Tuhan Allah, ayah dari Yesus. Jadi, ada sedikit ketidakjelasan di sana.

Tetapi ketika seorang Muslim mengatakan Allah, bagi Muslim itu amat jelas. Lalu bisakah umat Islam menggunakan istilah Tuhan? Bisa, karena dalam bahasa Arab ada istilah lain untuk Tuhan, yaitu Ilâh. Dan Allah rupanya merupakan singkatan dari Al-Ilâh, yang berarti Sang Tuhan. Kata Ilâh yang berarti Tuhan muncul dalam kalimat syahadat kita, lâ ilâha illallâh, tidak ada Ilâh kecuali Allah. Jadi Ilâh di sini berarti Tuhan.

Tetapi kata itu juga digunakan dalam Al-Qur`an untuk Tuhan itu sendiri. Misalnya, Ilâhinnâs, Tuhan umat manusia. Kata untuk Tuhan di sini, Tuhan umat manusia, adalah Ilâh, Tuhan umat manusia. Al-Qur'an dalam surah 2:163 mengatakan wa ilâhukum ilâhun wâhid, (Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa). Kita tidak bisa menerjemahkannya di sana dengan mengatakan ‘Allahmu adalah Allah Yang Maha Esa.’ Karena bukan kata Allah yang muncul di sana. Ini adalah kata Ilâh yang berarti Tuhan, Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sebetulnya banyak ayat yang menggunakan istilah Ilâh sebagai rujukan kepada Tuhan dan terjemahannya adalah Tuhan.

Karenanya tidak ada salahnya bila ada kalangan umat Islam yang menyebut Tuhan sebagai Tuhan. Ini akan lebih tepat dalam konteks ketika kita mencoba menyampaikan pesan tentang Islam, baik kepada muallaf maupun non-Muslim. Meskipun kita menyatakan ada kejelasan saat menggunakan nama Allah untuk Tuhan, saat kita berdakwah kepada non-Muslim dan terlalu sering menggunakan istilah Allah, non-Muslim akan mendapatkan kesan bahwa kita sedang berbicara tentang ‘dewa’ asing. Kita tidak membicarakan tentang Tuhan yang mereka percayai. Dan itu bisa menjadi penghalang bagi mereka untuk memahami, merangkul, dan menerima atau bahkan menghargai Islam.

Di negara-negara Barat, sudah hal yang lazim bahwa Muslim menghargai Muslim lain yang mengatakan Tuhan alih-laih Allah. Bagi banyak non-Muslim, ini akan menjadi penghalang. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa Muslim mengatakan Allah? Siapa yang Muslim sembah? Tidak sedikit non-Muslim akan memiliki pandangan stereotip tentang hal ini.

Kita perlu memulai dari posisi di mana orang-orang tidak tahu apa-apa tentang Islam. Untuk itu, kita perlu memberi mereka pesan yang tepat. Pertama-tama kita perlu menginformasikan mereka bahwa Tuhan—ketika mereka mengonseptualisasikan Tuhan tanpa representasi apa pun—adalah Tuhan Muslim.

Al-Qur`an memerintahkan umat Islam untuk memberi tahu mereka hal ini. Dalam surat ke-29 ayat ke-46, Al-Qur`an mengatakan agar umat Islam memberitahukan para Ahlul Kitab وَإِلَـٰهُنَا وَإِلَـٰهُكُمْ وَٰحِدٌۭ (Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Satu). Mereka menggunakan istilah Ilâh untuk Tuhan dalam bahasa Arab, yang berarti Tuhan. Kita tidak bisa menerjemahkannya menjadi Allah dalam hal ini karena Allah adalah kata yang sangat berbeda. Dan itu bukan kata yang digunakan dalam ayat tersebut.

Jadi Al-Qur`an sendiri menyuruh kita untuk memberi tahu mereka bahwa Tuhan yang kamu percayai dan Tuhan yang kita percayai adalah satu Tuhan. Itulah istilah yang akan digunakan, Tuhan, bukan Allah, sebab konteks itu mencoba memerintahkan umat Islam menyampaikan pesan kepada mereka. 

Tetapi ada kalanya kita perlu menyampaikan pesan dan menjelaskan juga bahwa kita adalah umat yang kukuh dalam tauhid dan terlarang menyekutukan Tuhan dengan siapapun. Dalam konteks itu, kita menggunakan istilah Allah dan Al-Qur`an mengarahkan ini. Allah berfirman, “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (QS 3: 64). Kita tidak menyembah siapa pun kecuali Allah. Di sini, istilah untuk Tuhan adalah Allah.

Kita tidak menyembah siapa pun kecuali Allah. Karena kita ingin menegaskan bahwa kita tidak hanya membicarakan apa pun yang disebut orang sebagai Tuhan, tetapi kita sedang membicarakan tentang satu pencipta langit dan bumi yang ghaib yang oleh umat Islam disebut Allah. Kita juga menyerukan ini kepada mereka agar mereka percaya. Itulah sebenarnya inti dari agama mereka sendiri, di mana mereka telah menyimpang dari esensi aslinya. *


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Trilogi Bagian Kedua: Suami istri Saling Menutupi Ketidaksempurnaan Pasangannya Oleh: M. Rifqi Ros....

Suara Muhammadiyah

24 November 2023

Wawasan

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk Penulis Buku Cendekiawan Melintas Batas, 70 Tahun Perjalanan Syafiq. A. Mug....

Suara Muhammadiyah

18 September 2024

Wawasan

Anak Saleh (12) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

10 October 2024

Wawasan

Prestasi dalam Keluhuran Akhlaq Oleh: Yudha Kurniawan, Ketua Pimda 02 Tapak Suci Bantul   Bel....

Suara Muhammadiyah

14 July 2024

Wawasan

Partisipasi Perempuan Pada Pemilu 2024 Oleh: Amalia Irfani, LPPA PWA Kalbar  Riuh menyambut p....

Suara Muhammadiyah

31 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah