Oleh Amalia Irfani
Tulisan ini adalah hasil dari pertemuan penulis dengan beberapa perempuan hebat Kalimantan Barat yang mengikhlaskan dirinya berjibaku mengurus umat dalam wadah bernama organisasi. Tidak soal organisasi "genre" apapun itu, yang pasti gerakan para perempuan ini, telah memberikan banyak kebaikan bagi perempuan lain yang membutuhkan bimbingan dan motivasi dalam mengisi dan melewati hidup. Kepedulian adalah kunci motivasi, dan motivasi akan terus membara sebab dikelilingi oleh individu atau kelompok orang yang berpikir maju dan ikhlas mengkaderisasi.
Sebagai perkumpulan multi persepsi walau memiliki persamaan visi misi, memasuki organisasi haruslah karena keinginan diri, bukan karena ikut-ikutan atau "nebeng" dengan alasan tertentu. Harus ada komitmen, keinginan memberi dan menerima serta keikhlasan yang tidak dapat diukur dengan apapun. Beberapa perempuan yang penulis temui mengatakan hal senada, karena saat memasuki organisasi maka akan banyak dinamika kehidupan yang tidak terduga. Siapapun perempuan memilih aktif di suatu organisasi harus siap agar tidak tersisih, cerdas beradaptasi, dan terus berusaha memberikan kontribusi agar dapat menjadi bagian perubahan positif didalam/luar organisasi.
Perubahan dan Tantangan
Tidak dapat dinafikan bahwa ada kelas atau strata dalam suatu organisasi, lebih tepatnya disebut senior dan yunior. Walau sebagai hal yang lumrah, tetapi dibanyak kasus, gap ini jika terlalu lebar maka akan membuat yunior tidak betah, dan senior akan kehilangan generasi yang akan melanjutkan estafet perjuangan. Ita Nurcholifah dosen IAIN Pontianak yang juga tokoh perempuan di Fatayat NU saat penulis wawancarai via WhatsApp, menjabarkan aktifitasnya di organisasi karena motivasi untuk berbagi ilmu, pengalaman serta pengabdian kepada masyarakat, selain untuk menambah teman dengan visi positif. Sebagai organisasi perempuan, Fatayat NU adalah gambaran perempuan Islam cerdas, berpikir maju dan harus dapat menyesuaikan gerakan dengan perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat. Semuanya akan terukur dari sikap dan perilaku kadernya.
Ita Nurcholifah menyadari betul tanggung jawab untuk melakukan perubahan adalah tantangan yang tidak bisa hanya karena ingin saja. Maka penting menurutnya perempuan berilmu dan terus belajar agar dapat memberi energi positif kepada sesama.
Hal ini menurut Dian Maulidiah sekretaris Dikdasmen Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Kalbar yang kesehariannya berprofesi sebagai guru TK di Bustanul Athfal 3 Pontianak, dan pernah menjabat sebagai kepala sekolah di tempatnya mengabdi saat penulis temui disela-sela aktifitas mengajar menyebutkan, membawa perubahan baik dalam organisasi adalah tantangan, karena memerlukan waktu yang cukup lama. Perlu banyak interaksi, perlu aktifitas yang dikerjakan secara berulang-ulang dengan penuh kesabaran. Tentu saja harus ada goal jelas saat gerakan demi gerakan dilakukan. Tujuan akan tampak dalam wujud berbagai kegiatan di lapangan (masyarakat), dan akan menjadi pembeda organisasi satu dengan lainnya saat proses atau dinamika tersebut dinilai oleh masyarakat.
Fakta di atas adalah sedikit tantangan yang akan dihadapi oleh banyak perempuan dalam organisasi. 'Aisyiyah dan Fatayat NU misalnya masih harus berjibaku tanpa henti agar terus dapat memberikan manfaat berkemajuan dan berkhidmat bagi agama, bangsa dan negara. Peran ini perlu mendapat dukungan semua pihak, khususnya lingkungan pertama perempuan, yakni keluarga. Banyak perempuan yang memilih hanya mengurus domestik rumah tangga karena tidak mendapatkan support dan vitamin motivasi dari keluarga. Padahal aktifnya perempuan di organisasi merupakan teladan kebaikan bagi keturunannya. Anak yang terbiasa melihat ibunya sibuk di organisasi, cerdas membagi waktu (multitasking), maka juga akan terpola yang sama saat ia tumbuh dewasa.
Urgensi Kaderisasi
Di banyak diskusi yang peneliti lakukan tantangan perubahan lebih dominan pada kecepatan dan ketepatan dalam melakukan mobilisasi sumber daya melalui pengkaderan yang dilakukan optimal.
Faktanya, kaderisasi bukanlah permasalahan sepele. Kaderisasi adalah pokok dari keberlangsungan organisasi agar dapat terus hidup dan berkembang. Kaderisasi penting dilakukan untuk mempersiapkan embrio atau regenerasi yang siap dan mampu melanjutkan perjuangan. Dalam proses mengkader, perlu dipahami beberapa hal, antara lain pewarisan nilai-nilai organisasi yang baik, penjamin keberlangsungan organisasi, dan sarana belajar bagi anggota baru agar betah bertahan. Tugas ini memang terasa berat diawal tetapi akan ringan saat segala proses dilakukan terencana dan terukur.
Maka unit atau lembaga yang bertugas melakukan kaderisasi harus diisi oleh orang-orang yang terbukti militan, pandai berkomunikasi, cerdas bersosialisasi dan tidak menggurui. Bagi organisasi perempuan maka ruang ini harus diisi oleh perempuan berpikir maju yang menjunjung tinggi moral dengan tidak mempersoalkan warna. Perempuan-perempuan ini memiliki target kerja yang tertata rapi dan konsisten pada hasil akhir.
Amalia Irfani, Kandidat Doktor Sosiologi UMM, LPPA PWA Kalbar dan Sekretaris LPP PWM Kalbar