Prangko Amal Muhammadiyah: Wakaf Literasi Zaman Kolonial

Publish

7 March 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
227
Dok Pusdalit SM

Dok Pusdalit SM

Prangko Amal Muhammadiyah: Wakaf Literasi Zaman Kolonial

Oleh: Khafid Sirotudin

Ada satu tayangan istimewa saat launching Wakaf Literasi dan Buku Tetralogi di masjid An-Nur Weleri, Kamis 27 Februari 2025. Yaitu saat Arief Budiman menyampaikan narasi pengantar launching yang diselingi tayangan video pendek 53 detik. Video tersebut menayangkan Hj. Husnul Khatimah (95 tahun, ibunda mas Arief) yang masih fasih menyanyikan “lagu branding” gerakan perangko amal Muhammadiyah. Budhe Kus –panggilan akrab kami– adalah salah satu agen penjualan perangko amal Muhammadiyah di Jatinom, Klaten.

Sejak remaja budhe Kus aktif sebagai kader Nasyiatul Aisyiyah. Ketika hijrah dan berkeluarga di Weleri beliau tetap aktif menjadi penggerak dakwah melalui Aisyiyah. Budhe Kus pernah menjadi Ketua PDA Kabupaten Kendal dan menjadi salah satu founder berdirinya Rumah Bersalin dan Balai Pengobatan (RB/BP) Aisyiyah di Truko, Kangkung (d/h Cepiring), rintisan RSMA pertama di kabupaten Kendal pada era 1980-an. Saat ini RB/BP telah menjelma menjadi RSU PKU Aisyiyah Kendal di Truko Kangkung.

Saya masih ingat, tatkala masih belajar di SMA Muhammadiyah 1 Weleri, sering “ndherekke” (mengantar) budhe Kus mengisi pengajian rutin Selapanan (35 hari sekali) Aisyiyah di Pegandon, Gemuh dan Cepiring (Truko) menaiki Honda Win merah milik mas Arief. Biasanya berangkat siang sepulang sekolah dan pulang menjelang Maghrib tiba. Waktu itu, belum ada jembatan yang menghubungkan Gemuh dengan Pegandon. Satu-satunya jalan harus turun ke dasar sungai dan menyeberanginya. Menjadi masalah ketika musim penghujan tiba dan air sungai tinggi. Maka kami harus memutar melalui jalan raya Cepiring hingga pertigaan Patebon ke arah Pegandon.

Sebagaimana diberitakan koran finansial berbahasa Belanda “Soerabaijasch Handelsblad” edisi 24 September 1941, dengan judul “Verkoop van Moehammadijah Zegels. Groot Succes” (Penjualan Perangko Muhammadiyah Sukses Besar). Berita itu merujuk pada aksi penjualan perangko amal oleh Muhammadiyah yang berhasil mengumpulkan 1.500 Gulden hanya dalam tempo 2 hari. Perangko itu terdiri dari lima jenis, masing-masing bernilai 2, 3½, 7½, 10 dan 15 sen, yang dijual dengan harga 3, 5, 10, 12½ dan 20 sen. Perangko itu mulai dijual tanggal 22 September 1941 dan berlaku sampai akhir Juli 1942.

Budhe Kus dan suwargi Hj. Siti Chasanah adalah sedikit tokoh Aisyiyah Weleri dan Kendal yang saya kenal memiliki daya literasi tinggi. Dari dua tokoh Aisyiyah ini, saya belajar bagaimana agar memiliki daya baca yang tinggi terhadap buku. Pada saat kami menikah tahun 1991, budhe Kus menghadiahi kami 3 buku tentang pedoman mengarungi bahtera rumah tangga. Pada saat saya dan istri hendak menjalankan ibadah haji tahun 2012, suwargi bu Hj. Chasanah merelakan diri mengajari ilmu melalui Buku Manasik Haji karya beliau yang detail selama sepekan penuh setiap bakda subuh di rumahnya. Tidak berhenti hanya memberikan ilmu manasik haji di rumah, beliau juga memandu ibadah haji kami melalui SMS dan percakapan handphone, terutama menjelang hari Tarwiyah, Arafah dan Udhiyah (8-10 Dzulhijah), tiga rangkaian utama ibadah haji.

Dalam tayangan video pendek tersebut, Budhe Kus masih fasih menyanyikan sebagian lirik lagu “Prangko Amal”, yang lengkapnya sebagai berikut :

Prangko amal, belilah prangko amal

Bantu dan belilah prangko amal

Dikeluarkan oleh Muhammadiyah

Sudah mendapat persetujuan pemerintah

Silakanlah, berbuat budi kebaikan

Membeli prangko ‘tuk mendirikan gedung kita

Asal bersama-sama

Sedikit-sedikit menjadi bukit

Sekali mendayung dua pulau terlampaui

Maka beli dan beli lagi

Video: https://www.youtube.com/shorts/qkJgOBrl69w

Perangko adalah label berbentuk secarik kertas yang ditempelkan pada surat atau paket pos sebagai tanda pembayaran biaya pengiriman. Perangko dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan milik negara (Kantor Pos dan Giro) yang memiliki otoritas untuk itu. Koleksi perangko disebut filateli, yang juga menjadi bagian studi tentang sejarah pos. Orang yang memiliki hobi mengumpulkan berbagai jenis perangko disebut filatelis.

Meski bukan sebagai filatelis sejati, tetapi saya memiliki koleksi perangko sebanyak 3 buku yang saya kumpulkan semasa sekolah di SMP dan SMA. Menjadi salah satu koleksi perpustakaan pribadi di rumah kami. Saya mengumpulkan perangko sekedar untuk kesenangan dan relaksasi semata, seiring hobi surat menyurat semasa sekolah menengah dahulu. Filateli bisa menjadi bagian dari artefak sejarah dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Biasanya disebabkan kelangkaan saat perangko diterbitkan terbatas, serta merekam peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Perangko Amal Muhammadiyah, bisa jadi saat ini memiliki nilai ekonomi sangat tinggi, bagi orang yang masih mengoleksinya. Dan jika saudara masih memiliki salah satu dari 5 jenis yang diluncurkan pada tahun 1941 itu, dapat dijadikan Wakaf Literasi untuk berbagai kebutuhan dana pembiayaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Muhammadiyah “pancen nyenengke” (sungguh menggembirakan, menyenangkan) semua orang.

Wallahu’alam


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kenakalan Remaja Sebuah Refleksi Keadaan Bangsa  Oleh: Dr. Amalia Irfani, M. Si, LPPA PWA Kalb....

Suara Muhammadiyah

31 March 2024

Wawasan

Anak Saleh (12) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

10 October 2024

Wawasan

Urwatul Wutsqa: Solidaritas Islam dan Fanatisme Kesukuan  Oleh: Hatib Rachmawan (Dosen Il....

Suara Muhammadiyah

8 November 2024

Wawasan

Melampaui Cermin: Monia Mazigh dan Perempuan Muslim di Kanada Oleh : Donny Syofyan, Dosen Faku....

Suara Muhammadiyah

19 February 2025

Wawasan

Al-Qur`an Bukanlah Kitab Kekerasan Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Anda....

Suara Muhammadiyah

15 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah