Refleksi Madrasah Ramadhan
Oleh: Dartim Ibnu Rushd, Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam-Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dalam kancah teori pendidikan Islam kontemporer menyebutkan bahwa madrasah adalah sebuah tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar ajaran Islam yang berjalan secara formal dan mempunyai kelas khusus serta kurikulum tertentu dalam bentuk klasikal.
Adapun menurut falsafah bahasa, kata madrasah berakar dari kata “darasa”, yang arti harfiahnya adalah belajar. Sedangkan istilah “madrasah” sendiri disebut juga sebagai isim makan. Berarti sebuah kata benda yang menunjukkan arti tempat. Maka, benar saja jika arti harfiah madrasah memiliki makna sebagai tempat belajar.
Secara institusional, jika mengacu pada sumber-sumber akademis dan sejarah mengenai tradisi pendidikan Islam di Indonesia pengertian madrasah didefinisikan sebagai lembaga pendidikan untuk mengajarkan materi-materi keagamaan. Secara khusus tentang Bahasa Arab, Al-Quran dan Hadits serta hukum-hukum Syariat lainnya.
Madrasah adalah muara dari sistem pendidikan Islam. Sedangkan hasil akhir atau tujuan dari sistem pendidikan Islam adalah terwujudnya transformasi adab pada peserta didik. Yang nantinya adab ini dijadikan sebagai dasar moralitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Attas di mana pendidikan lebih banyak bersinggungan dengan masalah adab dan moralitas.
Secara fitrah adab bersumber dari keyakinan kuat yang disebut aqidah atau iman. Maka sebenarnya yang menjadi fokus perbaikan dalam pendidikan adalah penguatan keyakinan peserta didik. Keyakinan dalam teori pendidikan dapat disebut sebagai kepribadian atau personality.
Kepribadian dapat dikuatkan dengan adanya ilmu melalui praktik ibadah yang benar. Sebagaimana praktik amal sholih juga dapat dikuatkan melalui peningkatan kualitas ilmu. Sedangkan ilmu diperoleh di ruang pendidikan seperti madrasah atau sekolah dalam pengertian yang lebih umum.
Keyakinan adalah pondasi dari adab. Adab inilah yang nanti berperan sebagai dasar dan standar moralitas atau etika. Nilai moralitas akan menjadi nilai inti dari setiap perilaku yang muncul di dalam diri setiap individu. Apabila mengutip dari salah satu ayat di dalam Al-Quran yakni Q.S. Ibrahim: 24, perumpamaan seorang muslim yang baik seperti kalimat yang baik. Perumpamaan kalimat yang baik adalah pohon yang baik.
Pohon yang baik memiliki dua kriteria, yakni akarnya teguh dan cabangnya menjulang sampai ke langit. Ahli tafsir menyebutkan bahwa kalimat yang baik adalah perumpamaan dari seorang muslim yang baik. Oleh karenanya, bagi seorang muslim yang baik, perumpamaan akar yang teguh adalah iman atau kepribadian yang kokoh. Sedangkan cabang dan ranting yang menjulang, ibarat adab atau moralitas yang baik.
Bulan ramadhan adalah bulan di mana tempat belajar layaknya madrasah. Di madrasah ramadhan ini berlangsung proses penguatan keyakinan kaum muslimin hingga bermuara pada kebaikan adab (moralitas) melalui ibadah khas yakni puasa. Konsep madrasah ramadhan ini sangat menarik diketahui, terutama yang terkait dengan kualitas atau profile lulusannya.
Bulan ramadhan memang hanya satu bulan, tapi semangatnya harus tetap terjaga pada bulan-bulan setelahnya. Di bulan ramadhan, umat Islam telah menjalankan salah satu rukun Islam, yakni puasa. Puasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta menahan diri dari berhubungan suami istri pada siang hari hingga waktu magrib, serta menahan diri dari hal-hal yang dapat merusak nilai pahala puasa.
Sedangkan pada malam hari di bulan ramadhan umat Islam dianjurkan memperbanyak ibadah-ibadah lain, seperti shalat malam (tarawih); i’tikaf di masjid; memperbanyak dzikir; mengkaji ilmu dan membaca serta mentadabburi makna Al-Quran.
Kriteria Pribadi Taqwa
Perintah diwajibkan ibadah puasa bagi umat muslim terdapat pada Q.S. Al-Baqarah: 183. Selain itu, dijelaskan juga secara detail terkait puasa terdapat pada ayat setelahnya hingga ayat yang ke-187. Dalam sejarahnya, turunnya perintah puasa ini berbarengan dengan Rasulullah dan para sahabat sedang menjalankan misi perang di dekat sumur yang disebut perang badar.
Sepintas dari kisah ini ada pembelajaran penting yakni perlunya sikap totalitas kinerja meskipun dalam keadaan sulit sekalipun. Proses berpuasa di bulan ramadhan sebagai madrasah ramadhan harus membuahkan kualitas moral untuk disiplin dan totalitas dalam perjuangan. Di samping, berpuasa juga sebagai wujud kepedulian terhadap sesama. Karena dengan berpuasa kita dilatih untuk dapat merasakan penderitaan orang lain.
Muara dari berpuasa di bulan ramadhan bagi kaum muslim yang menjalankan adalah menjadi orang yang bertaqwa. Sesuai dengan konsep madrasah di atas, profile lulusan dari madrasah ramadhan yang diharapkan adalah menjadi pribadi-pribadi dengan karakter taqwa. Taqwa sebagai inti moralitas. Pertanyaannya seperti apa ciri atau kriteria pribadi orang bertaqwa itu?
Kita bisa melihat pada ayat lain dalam Al-Quran yang bisa memberikan gambaran seperti apa kriteria atau profile orang bertaqwa. Salah satunya adalah Q.S. Ali Imran ayat 17, artinya: “(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur”.
Dari ayat di atas dapat diketahui lima profile atau kriteria pribadi orang bertaqwa sebagaimana yang diharapkan dari selama pendidikan di madrasah ramadhan. Profile pribadi taqwa adalah sabar; benar; taat; mudah berinfaq dan selalu beristigfar dengan segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Di samping juga menjadi pribadi pemaaf atas kesalahan orang lain. Profile taqwa ini adalah realisasi nilai-nilai moralitas yang diharapkan dari orang yang berpuasa.
Implikasinya dengan berpuasa orang yang beriman terlatih dalam kesabaran. Diharapkan selalu berbuat benar atau jujur, istiqomah dan disiplin dalam taat ibadah, mudah berinfaq dan selalu menebar kemanfaatan; serta selalu memohon ampun. Karena memang manusia tidak bisa luput dari dosa, baik itu yang disengaja ataupun tidak.
Selain itu, pribadi taqwa juga tercermin kepada sesama manusia. Termasuk kepada non muslim sekalipun. Orang yang berpribadi taqwa selalu dapat berharmoni dengan sesama, melalui sifat saling perduli dan memaafkan di hari raya (idul fitri).
Meminjam istilah dalam ilmu manajemen input-process-output, hikmah belajar di madrasah ramadhan adalah dengan modal (input) iman yang kokoh dan selalu berharap pahala dari Allah (ihtisab) maka dapat menjalankan ibadah puasa dan mengisi setiap waktu di bulan ramadhan dengan kebaikan (procces), hingga akhirnya dapat dihasilkan lulusan yang disebut sebagai insan yang bertaqwa (output).
Sedangkan ketaqwaan adalah ukuran derajat kemuliaan manusia (Q.S. Al-Hujurat: 13) dan sebaik-baik bekal dalam hidup (Q.S. Al-Baqarah: 197). Orang yang bertaqwa akan selalu dimudahkan dalam setiap urusan dan akan selalu dilapangkan rizki mereka yang terkadang datangnya dari arah tidak disangka-sangka (Q.S. At-Talaq: 2-3).
Di Bulan Syawal ini, mudah-mudahan kita dapat mendapatkan derajat ketaqwaan setelah melalui Madrasah Ramadhan dan akan selalu istiqomah dalam setiap sikap dan perilaku ketakwaan. Ketakwaan dengan 5 kriteria sebagai profile lulusan dari madrasah ramadhan, yakni senantiasa sabar; benar; taat atau disiplin; mudah berinfaq; dan selalu mohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan.
Lima profile pribadi taqwa ini sebagai cerminan dari moralitas orang yang berpuasa. Sebagaimana cabang dan ranting yang menjulang ke angkasa pada sebuah pohon yang baik. Pohon yang baik itu berbuah yang manis dan berdaun rimbun yang menyejukkan. Orang berpuasa akan memiliki kepribadian yang kokoh dengan adab yang baik dan menyejukkan orang yang berada didekatnya.