Revisi Tata Tertib DPR Merusak Sistem Bernegara

Publish

8 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
343
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Revisi Tata Tertib DPR Merusak Sistem Bernegara

Oleh: Sobirin Malian, Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) kembali mendapat sorotan tajam, setelah langkahnya merevisi tata tertib untuk dapat mengevaluasi pejabat negara yang dipilihnya melalui fit and proper test. Langkah DPR itu jelas merusak ketatanegaraan.

Revisi  peraturam DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, di antaranya Pasal 228 dan Pasal 229 disisipkan pasal, yakni Pasal 228 A yang berbunyi:

Pasal 228 A,  Ayat (1): Dalam rangka meningkatkan  fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil  pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 Ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna.

Ayat (2): Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan kepada pimpinan DPR untuk menindaklanjuti  sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Inisiatif merevisi Peraturan DPR memang datang dari Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), tetapi usulan itu jelas menggambarkan kesalahkaprahan dalam bernegara.

Tata Tertib Internal

Penting dipahami, tata tertib internal organisasi adalah sekumpuln aturan, prosedur, dan kebijakan yang megatur perilaku dan aktivitas anggota organisasi (Stephen P.Robbins and Mary Coulter, 1978) . Tata tertib internal organisasi bertujuan untuk menjaga ketertiban, kedisiplinan,dan efisiensi dalam menjalankan organisasi, serta  untuk memastikan bahwa anggota organisasi memahami dan mengikuti standar dan prosedur yang ditetapkan.

Tata tertib  internal organisasi dapat mencakup hal-hal seperti : (1) Struktur organisasi; bagaimana organisasi diatur dan bagaimana keputusan dibuat. (2) Prosedur kerja; bagaimana tugas dan fungsi dilakukan dan bagaimana pekerjaan dikoordinasikan. (3)  kode etik; standar perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi (4) Kebijakan dan prosedur; aturan dan prosedur yang mengatur berbagai aspek kegiatan organisasi, seperti keuangan, sumber daya manusia, dan komunikasi. (5) Sanksi dan hukuman; konsekuensi  yang diberikan kepada anggota organisasi yang melanggar tata tertib internal. (6) mekanisme pengaduan; cara untuk mengajukan keluhan atau pengaduan tentang pelanggaran tata tertib internal. (7) Pengawasan dan evaluasi; proses untuk memantau dan mengevaluasi kinerja anggota organisasi dan  implementasi tata tertib internal.

Pertanyaannya, bagaimana jika tertib internal lalu mengatur organisasi  diluar  dirinya? Dalam buku lain Stephen P. Robbins (Essential of organitional Behavior, 2014), menyatakan hal itu bisa dianggap sebagai intervensi atau campur tangan yang tidak tepat. Tata tertib internal organisasi seharusnya hanya mengatur kegiatan dan perilaku anggota organisasi di dalam organisasi itu sendiri, bukan mengatur organsasi lain di luar dirinya.

Jika organisasi ingin mengatur atau mempengaruhi organisasi lain, maka seharusnya dilakukan melalui mekanisme yang resmi dan sah (menurut hukum), seperti kerja sama, perjanjian, atau keputusan bersama. Bukan melalui tata tertib internal yang hanya berlaku untuk anggota organisasi itu sendiri tapi malah mengganggu/memaksa organisasi lain.

Jadi, tata tertib internal organissi seharusnya hanya fokus pada mengatur kegiatan  dan perilaku anggota organisasinya saja. Dalam konteks DPR, misalnya, seseorang diangkat menjadi Komisioner KPK atau Hakim Agung tiba-tiba dia diberhentikan dengan alasan tidak mampu lagi menjalankan tugas dengan landasan hukum Tata Tertib DPR, hal ini jelas menyalahi hukum. Kalau mengacu kepada konsep Pasal 24 UUD 1945 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merdeka, kalau kemudian seorang hakim dipecat__maka tentu tidak ada kemerdekaan seorang hakim disitu terutama dalam penyelenggaraan peradilan.  

Hal yang lebih mendasar, secara yuridis, tidak mungkin peraturan dibawah undang-undang mendegradasi apa yang sudah diatur dalam undang-undang.  Jika dilihat sekilas, langkah DPR yang begitu 'berambisi’ memasukkan pasal  tersebut, jelas itu adalah bentuk campur tangan yang ada unsur a buse of power-nya. Dibalik penambahan Pasal 228 A tatib itu, yang sebenarnya DPR hanya ingin membangun bargaining politik yang lebih kuat untuk mempengaruhi lembaga peradilan. Lebih dari itu, jika pasal itu tetap dipaksakan akan menjadi masalah besar di kemudian hari karena banyak sekali pejabat tinggi yang dipilih melalui mekanisme  fit and proper test dapat diberhentikan di tengah jalan seperti Panglima TNI, Kapolri, para Komisioner lembaga negara (KPU), KPK dan para duta besar. Hal yang terkesan naif dalam kita berketatanegaraan saat ini adalah, terkesan banyak lembaga publik yang semestinya  independen mengalami politisasi baik oleh DPR, pemerintah maupun parpol. Nampak di sini politik menjadi sangat determinan.

Due Process of Law Optimalkan Peran Fungsi DPR

Jika pun DPR memang menemukan ada pejabat yang tidak optimal atau bahkan melanggar hukum,  maka mekanisme yang fair adalah melalui “due proses of law”. Penggunaan mekanisme “due prosess of law”  akan jauh lebih efektif  karena dilakukan sesuai dengan prosedur undang-undang dan akan dapat menyelesaikan akar masalah yang dihadapi. Cara ini pun tentu lebih elegan karena transparan, memiliki dasar hukum (bahkan ciri negara hukum dan demokrasi) dan jelas untuk kepentingan publik. Diyakini menempuh cara ini akan dapat diterima baik oleh personnya maupun organisasi yang menaunginya.

Sejatinya daripada DPR memaksakan mengevaluasi pejabat negara yang dipilih, akan lebih baik jika keterlibatan DPR selama ini dalam memilih, merekruitmen pejabat publik dievaluasi secara total.  Hal ini penting dilakukan agar DPR berdaya maksimal menjalankan tugas utamanya yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

Bagaimanapun semua pihak harus mengkritisi langkah-langkah lembaga seperti DPR ini yang jika dilihat dari sudut kemaslahatan; dalam mereka membuat kebijakan akan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (30) Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di M....

Suara Muhammadiyah

28 March 2024

Wawasan

Dua Tahun Kepergian Sang Guru Bangsa Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon "Kemerdekaan it....

Suara Muhammadiyah

27 May 2024

Wawasan

Pentingnya Menjaga Kesehatan Jiwa Mahasiswa Oleh: Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi., P....

Suara Muhammadiyah

10 October 2023

Wawasan

Galpão da Cidadania dan Fikih Almaun Muhammadiyah Oleh: Syamsul Anwar, Ketua PP Muhammadiyah....

Suara Muhammadiyah

5 November 2024

Wawasan

Saat Hatimu Butuh Istirahat Oleh: Ernawati, Ketua Bidang Dakwah PDNA Batang Hati adalah pusat dar....

Suara Muhammadiyah

20 January 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah