Revitalisasi Tradisi Intelektual IMM

Publish

1 March 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
137
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Revitalisasi Tradisi Intelektual IMM 

Oleh: M. Rendi Nanda Saputra, Sekretaris Umum PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta

Gerakan Intelektual merupakan sebuah elemen fundamental yang hadir dalam tubuh organisasi mahasiswa, termasuk dalam hal ini Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. IMM sejak di dirikannya pada tanggal 14 Maret 1964 memiliki tanggung jawab besar sebagai pencetak kader intelektual yang lahir dari rahim ikatan dan persyarikatan. 

Belakangan ini tradisi intelektual dalam tubuh IMM kian merosot. Hal tersebut ditandai dengan minimnya minat baca kader sehingga menyebabkan minimnya ruang-ruang diskursus yang substantif, dan mengakibatkan terkikisnya tradisi intelektual dalam tubuh IMM. Diskursus yang seharusnya menjadi rutinitas kader IMM perlahan berubah menjadi formalitas belaka tanpa memiliki makna. 

Jika menganalogikan IMM sebagai sebuah kapal, maka gerakan intelektual adalah kompas yang menuntun arah kapal tersebut. Namun kompas yang seharusnya dapat menuntun arah kini mulai kabur, tertup dengan beragam kabut pragmatisme, rutinitas agenda seremonial yang hanya sekedar mengugurkan kewajiban, serta silang sengkarut problematika internal yang tak usai. 

Kader IMM acapkali menegaskan bahwa identitas organisasinya adalah gerakan intelektual, namun hari ini patut dipertanyakan kembali identitas tersebut apabila aktivitas membaca hanya sebatas kutipan singkat di media sosial dan menulis hanya sekedar mengugurkan kewajiban atau kepentingan tertentu. Melalui tulisan yang sederhana ini penulis ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk melihat seraya ber-refleksi mengenai kondisi tradisi intelektual dalam tubuh ikatan hari ini. 

Tradisi intelektual dalam tubuh IMM merujuk pada serangkaian praktik, nilai, dan budaya yang mengedepankan pengembangan keilmuan, penalaran kritis, serta penguatan kapasitas intelektual sebagai bagian integral dari organisasi pergerakan. Dalam makna lain Tradisi intelektual IMM merupakan sebuah upaya sistematis dalam membentuk kader yang memiliki kemampuan analitis yang kuat, daya kritis yang tinggi, serta berjiwa solutif terhadap berbagai persoalan masyarakat. Sehingga hal tersebut tercermin dalam beberapa agenda yang dilaksanakan seperti Membaca, Menulis, dan Berdiskusi serta riset yang menjadi rutinitas seorang kader IMM.

Memotret Tradisi Intelektual IMM Hari ini 

Perlu dilihat bersama secara objektif bahwa tradisi intelektual IMM kian hari kian merosot. Membaca, menulis, berdiskusi hari ini seakan sebuah hal yang menakutkan dijumpai bagi kader-kader IMM dengan beberapa dalih bahwasanya tidak bisa berfikir keras, pembahasan yang terlalu dalam, bahasa yang terlalu tinggi dan lain sebagainnya. 

Kalau memimjam pepatah dari Almarhum Buya Syafii Ma’arif beliau pernah mengatakan bahwa “Peradaban dimulai dari titik dan koma” artinya seorang mahasiswa khususnya kader IMM yang disebut sebagai Cendekiawan Berpribadi dalam marsnya harus ulet dan tekun dalam hal membaca dan menulis sebagai basis intelektual yang mumpuni serta di seimbangi dengan kegiatan berdiskusi untuk menunjang atas apa yang didapatkan dari membaca dan bertukar fikiran dengan yang lain. 

Menurunnya ghirah membaca, Jikalau kembali kepada sejarah ataupun buku-buku IMM yang hadir dipermukaan publik terlihat bahwa tradisi membaca kader IMM dimasa itu sangatlah tinggi, dibuktikan dengan lahirnya beragam buku yang menjadi rujukan hingga saat ini. Namun melihat kondisi hari ini tentu berbeda, Kader IMM seakan terjebak dalam arus informasi instan yang bersifat fragmentaris.

Dominan lebih banyak membaca headline daripada isi teks secara utuh, lebih tertarik pada kutipan daripada argumentasi-argumentasi, serta lebih nyaman dengan konten audio-visual daripada teks akademik ataupun buku yang dianggap kompleks. Hal tersebut menyebabkan melemahnya daya analitik karena membaca tidak lagi berfungsi sebagai medium kontemplasi, tetapi sebagai konsumsi cepat tanpa pemahaman mendalam. 

Menurunnya budaya menulis, menulis bagi kader IMM tidak hanya sebatas keterampilan tetapi, menjadi bagian dari tradisi intelektual yang menghidupi gerakan itu sendiri. Merosotnya budaya menulis kader IMM bukan karena tidak adanyaa gagasan, tetapi kurangnya kesadaran akan pentingnya mengabadikan pemikiran. Kader IMM agaknya  memiliki kegelisahan intelektual yang kuat, akantetapi sedikit yang berusaha menuangkan idenya dalam tulisan. Akhirnya ide-ide besar hanya berputar dalam forum-forum lisan, lalu hilang tanpa jejak. Padahal menulis tak hanya sekedar mencatat, melainkan merawat ingatan kolektif dan membangun argumentasi yang konstruktif. 

Diskusi yang dianggap membosankan, Kita dapat melihat secara langsung bahwa forum-forum diskusi dalam IMM sangat sepi akan peminat kecuali, mendatangkan sosok ternama ataupun berbalut dengan kepentingan-kepentingan lainnya. Padahal diskusi merupakan salah satu upaya perkaderan intelektual yang diharapkan mampu melahirkan pemikiran-pemikiran yang segar dan solutif. Ruang-ruang diskusi yang dulu hidup dengan perdebatan intelektual hari ini hanya di isi oleh keheningan atau sekadar obrolan ringan yang kurang substansial. Pada akhirnya jika jarang berdiskusi pemahaman yang dimiliki tidak multi prespektif dan monoton dalam melihat segala sesuatu layaknya seorang katak dalam tempurung. 

Merawat dan Menghidupkan Kembali Tradisi Intelektual IMM

Sebagaimana ada seorang kader yang berbicara “Ikatan Ini Indah, maka Rawatlah” menurut penulis kader IMM harus merawat segala aspek yang dimiliki dalam tubuh ikatan itu sendiri, salah satunya yakni tradisi intelektual. Dalam merawat tradisi Intelektual IMM diperlukan sebuah langkah konkrit dan berkelanjutan. 

Pertama, Penguatan budaya literasi. Kader IMM harus terbiasa untuk membaca buku, jurnal atau literatur lain yang sesuai dengan konsentrasi individu masing-masing, entah konsentrasi perihal akademik, peminatan studi, atau yang lainnya. Seorang kader IMM mau tidak mau harus membaca, kegiatan membaca adalah sebuah kebutuhan bagi sosok kader IMM. Setelah membaca alangkah baiknya di tuangkan dalam sebuah narasi ataupun tulisan. 

Tidak perlu memikirkan kualitas tulisan terlebih dahulu ketika masih dalam proses pembelajaran akantetapi, Keberanian dalam menuangkan ide. Kemampuan membingkai kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paraghraph akan terbiasa jikalau agenda membaca dan menulis sering dilaksanakan. Melalui kegiatan menulis kita mampu mengetahui seberapa kemampuan diri secara intelektual karena itu perlu adanya kontemplasi, pembacaan yang komprehensif, dan daya analitik yang tajam. 

Kedua, Revitalisasi budaya diskusi. Forum-forum diskusi harus senantias dihidupkan kembali tentu dengan tema yang relevan maupun isu yang aktual. Sehingga diskusi kader IMM tidak masuk kedalam ruang yang hampa tanpa ujung, namun bisa menjawab beragam persoalan yang ada. Sebagai seorang “Cendekiawan Berpribadi” agaknya menjadi hal yang aneh ketika kita alergi dengan diskusi yang notabenya adalah makanan kader IMM sehari-hari.

Ketiga, Peningkatan produksi karya Intelektual. Sebagai manifestasi atas Anggun dalam moral, Unggul dalam intelektual seorang kader IMM seyogyanya rajin untuk menulis entah artikel, makalah, jurnal, bahkan hingga buku. Perlu diakui bahwa literatur IMM hari ini hanya sedikit, terdapat hanya beberapa yang bisa menunjang kader perihal ideologisasi, intelektual, dan gerakan sosial. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk bisa merajut untaian-untaian sejarah yang belum terkumpul, menambah literatur bacaan, serta memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan pemikiran umat dan bangsa. 

Revitalisasi tradisi intelektual IMM tidak hanya tentang menjaga warisan masa lalu, tetapi juga memastikan bahwa IMM terus tetap hidup secara intelektual dan mampu berkontribusi dalam menjawab tantangan zaman. Tradisi intelektual adalah nyawa dari IMM, dan merawatnya adalah tanggungjawab bersama setiap kader. Hanya dengan demikian, IMM dapat terus melahirkan kader-kader intelektual yang kritis, progresif dan siap menjadi anak panah Muhammadiyah yang akan dilesatkan pada saatnya. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas  Surah Al-Baqarah ayat 36 dan 38....

Suara Muhammadiyah

17 July 2024

Wawasan

Kemana Kiblat Perguruan Tinggi Kita?  Oleh: Saidul Amin, University Muhammadiyah Malaysia (UMA....

Suara Muhammadiyah

4 January 2025

Wawasan

Iman dan Amal Shaleh dalam Konteks Keindonesiaan Oleh:  Suko Wahyudi, PRM Timuran Indonesia,....

Suara Muhammadiyah

10 December 2024

Wawasan

Menjadi Pemenang: Sudah Waktunya Muhammadiyah Menjadi Pemenang Bukan Follower Oleh: Saidun Der....

Suara Muhammadiyah

21 November 2023

Wawasan

Saeyag Sa Eka Praya Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon "Jika suatu umat memiliki nilai-....

Suara Muhammadiyah

1 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah