SARASEHAN PEMIKIR: Memikirkan Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah

Publish

20 January 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
489
Foto Istimewa

Foto Istimewa

SARASEHAN PEMIKIR: Memikirkan Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah 

Ringroad Barat-Jogja, Kamis, 11 Januari 2023. Pukul 07.30 aku meluncur dari Kampus Terpadu UMY menuju Kampus Utama UAD di Ringroad Selatan. Di Kampus UAD ini berlangsung acara menarik “Sarasehan Melahirkan Pemikir Pendidikan Muhammadiyah.” Di samping tema, pembicara, juga peserta sarasehan ini menarik. Peserta umumnya praktisi pendidikan Muhammadiyah. Di lift naik ke lantai-7 lokasi acara aku bertemu Bu Shoimah sesepuh Aisyiah dan guruku di SMA Muhi. Bersama kami Bang Syahril Sekretaris Rektor Ummat yang jauh-jauh datang dari Mataram-NTB. Di ruang sidang aku menyalami Prof Zamroni tokoh pendidikan Muhammadiyah. Ketika acara berlangsung duduk di sebelahku Ahmad Norma-Permata, Ph.D., dosen UIN Suka alumni Jerman. Tema yang serius menjadi terasa ringan karena acara berlangsung dalam format sarasehan. Apalagi dimoderatori Farid Setiawan doktor baru alumni UMY dengan nuansa yang tidak kaku. 

Pak Sayuti, Ph.D, Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP)-UAD  menyampaikan pengantar.  Sarasehan ini adalah rangkaian pembukaan Prodi S-3 Ilmu Pendidikan UAD. Ijinnya turun pada Desember 2023.  Tema “Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah” di angkat karena orang Muhamadiyah harus berkontribusi dalam konsep pendidikan di Indonesia.  Muhammadiyah kini mendahului negara dalam mendirikan perguruan tinggi di luar negeri dengan memiliki Universitas Muhammadiyah Malaysia.  Sedangkan   Muhammadiyah Australia College (MAC) menjadi sekolah Indonesia pertama di Australia. Pada  tahun ketiga calon siswa MAC sudah harus masuk waitinglist. Biaya operasionalnya pertahun  Rp. 25M disubsidi pemerintah Australia.  Masalahnya konsep pendidikan Muhammadiyah yang sudah mendunia ini seperti apa? Sekedar mengalir saja atau harus by design. Inilah yang menurut Sayuti melatarbelakangi penyelenggaraan  sarasehan ini.  

Selanjutnya Rektor UAD Prof. Muchlas menyampaikan sambutan secara daring dari Makkah Al Mukarramah. Menurut beliau salah satu ciri khas gerakan Muhammadiyah adalah pemikirannya  tentang pendidikan. Pada Tanfidz setiap Keputusan Muktamar selalu ada pemikiran tentang pendidikan Muahmmadiyah ini. Dalam hal ini dari UAD diharapkan muncul pemikir pendidikan  yang bisa berkontribusi menjadi pada level nasional maupun internasional. UAD kini memiliki 39  GB yang sebagian besar dari FKIP. Dari 29 ribu mahasiswa UAD 60 % lebih dari FKIP. Maka bidang pendidikan menjadi salah satu center of exellent UAD. Pada sisi lain pemikir lahir dari proses dinamika pemikiran dalam dirinya. Maka proses formal sangat baik untuk memunculkan pemikir pendidikan Muhammadiyah. Lanajut Pak Rektor, “Prodi ini diharapkan menjadi pengawal marwah pendidikan di UAD dan Persyarikatan. Dalam hal ini dosen UAD yang sudah Doktor apalagi GB harus terlibat.” 

Sambutan berikut yang tidak kalah menarik disampaikan Prof Marsudi Trihatmojo Ketua BPH UAD. Menurut beliau ketika Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) sudah mencapai tahap Unggul  maka yang harus dikembangkan adalah substansi pendidikan. Salah satunya adalah pemikiran pendidikan. Dalam hal ini  perguruan tinggi bisa mengembangkan madzhab masing-masing. Bahkan masing-masing GB di PTMA bisa mengembangkan madzhab tertnetu. Prof Marsudi mencontohkan Fakultas Hukum UGM pernah memikirkan Bulaksumur School of Thought. UGM lebih pada positivisme dan  Undip lebih pada sosiologi hukum. Ini berkembang karena adanya tokoh-tokoh. Lalu para yunior mendapatkan pendidikan dari tokoh-tokoh itu. Dalam perkembangannya yunior menuntut ilmu di perguruan tinggi yang memiliki madzhab yang berbeda. Maka masing-masing mengembangkan diri sendiri yang tentu berpengaruh pada institusi mereka. 

Pemikir pertama yang mencurahkan pemikirannya adalah Dr. Muhamad Ali.  Ketua Majelis Dikasmen PDM Surakarta ini menulis disertasi tentang pemikiran pendidikan KHA Dahlan.  Keprihatinan Kyai Dahlan adalah banyak orang beragama,  yang sudah pulang haji,  atau orang berpendidikan tetapi tidak memberi kontribusi pada kemajuan masyarakat.  Maka Kyai Dahlan mengantisipasi hal ini.  Muhamadiyah berdiri pada 1912. Tetapi struktur kepengurusan baru lengkap pada 1920, ketika murid-murid beliau dianggap sudah mampu mengambil peran. Maka Syujak yang bukan dokter mengurusi rumah sakit. Pemikiran Syujak tentang rumah sakit ditertawakan temannya.  Demikian juga Hisyam yang mempunyai cita-cita mendirikan perguruan tinggi. Mereka berpikir seperti itu karena dipersiapkan oleh KHA Dahlan. Ketika para murid sudah memiliki kemampuan memikirkan dan memecahkan masalah barulah mereka diberi amanat oleh KHAD. 

Menurut Muhammad Ali  melahirkan pemikir pendidikan harus by design. Tidak bisa alami seperti tumbuhan liar  yang dibiarkan tumbuh begitu saja. Juga tidak bisa dimuliakan seperti membesarkan hewan peliharaan. Calon pemikir pendidikan harus diberi ruang  untuk memiliki pengalaman. Tidak cukup hanya dari teori ke teori, harus lahir dari kancah, perlu diberi tantangan. Dalam hal ini seorang pemikir perlu tiga hal: menyadari ada masalah di lingkungannya,   berdiskusi dengan pemikiran paling maju pada zamannya, dan memiliki semangat untuk terlibat dalam proses memecahkan masalah.   Istilah lainnya adalah pemikir organis atau pemikir yang terlibat langsung dalam proses mencerahkan masyarakatnya. Ketika di Mekah Kyai Dahlan tidak begitu saja copas pemikiran Abduh, Afghani, dan Rasyid Ridha. Ketika Abduh bicara tentang perguruan tinggi Kyai Dahlan bicara tentang sekolah dasar. Karena itu yang  dibutuhkan Indonesia saat itu. 

Pemikir selanjutnya adalah Prof. Munir Mulkhan. Menurut beliau Kyai Dahlan banyak melakukan tindakan yang tidak didahului dengan pemikiran. Pada 1917 Muhammadiyah menyelenggarakan progam Guru Keliling dan Guru Desa. Ini sebuah gerakan pendidikan revolusioner kala itu. Mengutip Kuntowijoyo, Munir melihat gerakan Kyai Dahlan ini membuat Islam menjadi tidak keramat. Pada pada masa itu ajaran Islam hanya dikuasai para kyai. Ini membuat mereka keramat. Kekeramatan ini kadang  digunakan untuk kepentingan pribadi. Program Guru Keliling dan Guru Desa Kyai Dahlan membuat ilmu menjadi konsumsi publk. Maka kekeramatan Kyayi menjadi batal, tidak menjadi misteri lagi.  Tetapi gerakan Kyai Dahlan ini tidak memiliki penjelasan konstruksi teoritik. Maka untuk memahami itu perlu kajian-kaijan konstruksi sosiologis.  Disini Prodi S-3 Ilmu Pendidikan mendapatkan relevansinya. 

Pemikir berikutnya adalah Prof. Suyata, guru besar UNY. Bagi beliau bicara pendidikan Muhammadiyah adalah bicara teori pendidikan seperti apa yang akan dibangun. Ini terkait dengan filsafat pendidikan. Di Inggris pendidikan sangat terkait dengan filsafat dan berbagai dunia di luar pendidikan. Sedangkan di Eropa Kontinental  pendidikan tidak banyak kaitannya dengan filsafat. Pendidikan lebih independen walau dimasukkan dalam ilmu sosial. Di Belanda dan Jerman pendidikan lebih pada practical paedagogy. Pendidikan konsentrsi pada belajar mengajar. Dalam hal ini teori pendidikan banyak terkait dengan borjuis, orang kaya, dan kelas menengah ke atas. Kelas  bawah mengalami kesulitan dengan teori pendidikan yang ada.  Pada kita sekarang pendidikan itu seragam dan menjadi alat utuk mengendalikan masyarakat  dan kehidupan sosial.  Pembentukan karakter dengan cara yang coersive untuk mendominasi. 
 
Menurut Prof Suyata, kunci membangun pendidikan muhammadiyah adalah membangun budaya pendidikan Muhammadiyah. Ketika ada problem dicari solusinya. Kalau prosesnya berlangsung berulang-ulang maka terbentuklah budaya pendidikan. Pada sisi lain budaya industrialisasi juga mempengaruhi pendidikan. Budaya industrialisasi itu dipengaruhi oleh birokrasi. Beliau khawatir jangan-jangan pendidikan Muhammmadiyah sudah seperti itu. Padahal birokrasi itu membunuh pemikiran pendidikan. Birokrasi atau struktur itu tetap diperlukan. Tetapi bukan struktur yang birokratis. Harus struktur yang lebih fleksibel. Bentuknya adalah komunitas. Kalau ini dikembangkan maka Muhammadiha tidak perlu takut kehilangan pemimpin. Pemimpin   itu tumbuh dari bawah. Bukan karena dipaksa. Dalam hal ini masyarakat terpangaruh oleh fisikalisasi pendidikan. Sedangkan yang diperlukan adalah interkasionisme simbolik dan fenomenologi.  

Sarasehan disempurnakan oleh begawannya pemikir Prof. Amin Abdullah. Beliau memberikan enam validasi untuk pemikir pendidikan Muhammadiyah.   1) Tajdid/islah, menyadari bahwa beberapa bidang hukum Islam tradisional, juga pendidikan, memerlukan reformasi substansial untuk kebutuhan masyarakat Muslim kini. 2) Fresh Ijthad, mendukung fresh ijtihad dan metodologi baru dalam berijtihad untuk menjawab permasalahan kontemporer. 3) Integratif dan Transdisiplin, mengkombinasikan kesarjanaan Islam tradisional dengan pemikiran dan pendidikan moderen. 4) Transformatif, perubahan sosial harus terrefleksikan dalam hukum, pendidikan, amal usaha, cara pandang keagamaan Islam, dan kebijakan publik. 5) Tidak Dogmatis,  tidak mengikutkan diri pada dogmatisme, madzhab hukum, dan teologi tertentu.  6) Inklusif,  meletakkan titik tekan pemikiran dan keterpanggilan pada keadilan sosial, keadilan gender,  HAM, dan  relasi harmonis Muslim dan non-Muslim.

Ringroad Selatan-Jogja, Kamis 11 Januari 2023. Pukul 12.30 aku keluar dari Kampus Utama UAD nan  gagah,  kembali ke Kampus Terpadu UMY yang megah di Ringroad Barat-Jogja. Ada rasa bangga melihat dua kampus besar milik Persyarikatan ini. Tetapi, mengutip Prof  Marsudi, Ketua BPH UAD, karena sudah megah-gagah dan mencapai tahap Unggul  maka harus dikembangkan substansi pendidikan. Salah satunya adalah pemikiran pendidikan. Dalam hal ini PTMA belum semegah danse gagah bangunan fisik dan status akreditasinya. Melahirkan pemikir dan pemikiran pendidikan Muhammadiyah adalah tantangan PTMA kini. Selamat kepada UAD yang sudah memulainya. Dengan membuka Prodi S-3 Ilmu Pendidikan. Kalau tidak,  mengutip Prof Amin Abdullah yang mengutip pertanyaan seorang anak muda, jangan-jangan di dalam gedung-gedung yang  megah-gagah itu tidak ada pemikir dan pemikiran pendidikannya.  

Ringroad Selatan-Jogja, 18 Januari 2023
Mahli Zainuddin Tago


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

‘Ratu Adil’ di Zaman ‘Megatruh Kambuh’ Oleh Mu’arif  Megatruh a....

Suara Muhammadiyah

26 October 2023

Wawasan

Oleh: Drh H Baskoro Tri Caroko, LPCRPM PP Muhammadiyah, Bidang Pemberdayaan Ekonomi, Seni dan Budaya....

Suara Muhammadiyah

6 September 2024

Wawasan

Kedewasaan Berpolitik Di Era Demokrasi Digital:Menyikapi Hasil Pemilu 2024 Oleh: Saifullah Bonto, S....

Suara Muhammadiyah

22 February 2024

Wawasan

Muktamar IMM: Menyemai Pemimpin Masa Depan (Catatan Muktamar ke XX IMM di Palembang) Oleh:Abdul Gaf....

Suara Muhammadiyah

29 February 2024

Wawasan

 Adam dalam Al-Qur`an dan Alkitab (Serial Para Nabi)  Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakulta....

Suara Muhammadiyah

11 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah