Keteladanan Laila Zaini Dalam Gerakan Pencerahan Perempuan Melalui Pendidikan

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
135
Dok. Pribadi Siti Laila Zaini

Dok. Pribadi Siti Laila Zaini

Keteladanan Laila Zaini Dalam Gerakan Pencerahan Perempuan Melalui Pendidikan

Oleh: Deby Wulandari, Thalibat Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta

Dalam lanskap sosial yang terus berkembang, kepemimpinan perempuan menjadi isu strategis yang tak hanya menyentuh aspek kesetaraan gender, tetapi juga menyangkut kontribusi perempuan dalam transformasi masyarakat. Dalam konteks Indonesia, gerakan perempuan Islam seperti Aisyiyah telah lama menjadi pelopor dalam pemberdayaan perempuan melalui pendidikan, dakwah, dan kegiatan sosial. Salah satu tokoh sentral yang menorehkan jejak kuat dalam sejarah kepemimpinan perempuan Aisyiyah adalah Siti Laila Zaini. Sosok ini bukan hanya dikenal sebagai srikandi organisasi, melainkan juga sebagai pemimpin visioner yang merumuskan ulang peran perempuan Muslim dalam ruang publik secara progresif.

Kepemimpinan Siti Laila Zaini mencerminkan kombinasi antara spiritualitas, kecerdasan sosial, dan keberanian intelektual yang melampaui sekadar posisi struktural. Ia menjadi simbol bagaimana perempuan mampu mengambil peran strategis dalam pengambilan keputusan, menyuarakan keadilan gender dalam bingkai nilai-nilai Islam, serta mengaktualisasikan potensi perempuan dalam konteks yang relevan dengan zaman.

Di tengah tantangan modern seperti patriarki struktural, komersialisasi perempuan, hingga minimnya representasi perempuan dalam posisi strategis, keteladanan kepemimpinan Siti Laila Zaini menawarkan model alternatif: kepemimpinan yang berbasis nilai, partisipatif, dan transformatif. Maka dari itu, penting untuk mengkaji dan mendokumentasikan model kepemimpinan beliau sebagai kontribusi terhadap wacana kepemimpinan perempuan kontemporer, khususnya dalam ranah keislaman dan kemasyarakatan.

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis model kepemimpinan Siti Laila Zaini dalam kerangka nilai-nilai Aisyiyah, serta mengeksplorasi relevansi dan inspirasi yang dapat diambil oleh perempuan pemimpin masa kini dalam menghadapi tantangan global yang kian kompleks.

Dinamisasi Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor yang strategis bagi Aisyiyah, memasuki abad kedua. Dalam konteks gerakan Islam, diperlukan kepemimpinan yang menggerakan. Aisyah merupakan gerakan dakwah yang dilakukan oleh wanita-wanita Islam yang terhimpun dalam satu visi dan misi Aisyiyah, organisasi ini diharapkan mampu terus bergerak secara dinamis. Kekuatan organisasi keagamaan yang bersifat pergerakan terletak pada pimpinan dan para kadernya. Dalam mewujudkan kepemimpinan gerakan yang dinamis maka perlu dikembangkan fungsi kepemimpinan transformatif dalam Aisyiyah maupun dalam kehidupan umat dan bangsa.

Kepemimpinan transformatif adalah kempimpinan untuk perubahan yang mampu memobilisasi seluruh potensi, mengagendakan perubahan, dan memproyeksikan masa depan menuju kemajuan dan keunggulan. Kepemimpinan model transformatif tersebut sejalan dengan spirit Islam dan uswah hasanah Nabi yang membawa perubahan sebagai jalan kemajuan sepanjang kemauan ajaran Islam untuk membangun peradan yang utama [1].

Aisyiah penting mendorong perempuan untuk berperan sebagai pemimpin dalam berbagai level dan struktur seperti menjadi pemimpin di masyarakat (local leader), eksekutif, legislatif, yudikatif, dunia profesi, pengusaha dan sebagainya. Dengan demikian perempuan dapat menjadi agen perubahan yang ikut menentukan kemajuan umat dan bangsa. Masih banyak potensi permepuan yang harus terus dikembangkan menuju masa depan yang lebih maju, unggul dan bermartabat [2]. 

Fungsi kepemimpinan transformatif dalam Aisyiyah akan mampu membawa Aisyiyah menjadi lebih dinamis dan inovatif dalam mengembangkan dakwah pencerahan melalui amal usaha dan program-program praksis untuk pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan kehidupan umat dan bangsa. Menghadapi masa depan yang sarat tantangan, Aisyiyah penting mendorong kadernya untuk berkiprah dalam kepemimpinan di berbagai struktur dan lingkungan kehidupan, baik dalam keumatan maupun kebangsaan.

Kader Aisyiyah didorong untuk berkiprah dalam kepemimpinan umat Islam maupun di pemerintahan serta lingkungan profesi sehingga memberikan pengaruh yang menentukan untuk mengemban misi dakwah dan tajdid yang membawa kemajuan. Secara khusus, dengan masih rendahnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik, eksekutif, yudikatif dan sebagainya. Maka aisyiyah penting menyiapkan kader-kader untuk pejuang di are keumatan dan publik yang lebih  luas di berbagai level [3]. 

Profil Kepemimpinan Siti Laila Zaini Sebagai Tokoh Perempuan 

Biografi Laila Zaini

Siti Laila Zaini adalah salah satu tokoh perempuan Muhammadiyah yang berpengaruh dalam bidang pendidikan dan dakwah, khususnya melalui kiprahnya di Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta dan organisasi Aisyiyah. Ia lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga pesantren, sebagai putri dari Kyai Zaini Hasyim, seorang tokoh Islam yang dikenal di kawasan kauman Yogyakarta, adik dari Kyai Syujak dan Ki Bagus Hadikusumo. Pendidikan religius yang ia dapatkan sejak dini menjadikannya tumbuh sebagai sosok yang kuat secara spiritual dan matang dalam karakter.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta, yang kala itu dikenal sebagai sekolah kader putri Islam, beliau kemudian mengabdi sebagai pendidik di institusi yang sama. Tidak hanya sebagai guru, beliau juga berperan sebagai ibu asuh bagi para siswi yang tinggal di asrama. Perannya sebagai guru mata pelajaran Muthala’ah  dan Hadis menunjukkan kapabilitas keilmuannya di bidang studi keislaman. Salah satu murid yang kini menjadi tokoh Aisyiyah, Shoimah Kastolani bahkan mengisahkan bahwa beliau mampu mengajarkan Bulughul Maram tanpa membuka kitab, kemampuan yang menunjukkan penguasaan mendalam terhadap isi dan makna hadis [4].

Selain mengajar, beliau juga menjadi pengasuh asrama yang disiplin dan perhatian. Dari tahun 1962, beliau dipercaya mengasuh Asrama 31 di Jalan Agus Salim, Yogyakarta. Banyak muridnya mengenang beliau sebagai figur yang keras tetapi berhati lembut, mendidik dengan penuh kasih namun tetap menjaga prinsip dan disiplin. Ia dikenal sebagai sosok yang menjunjung tinggi nilai ketertiban, etika berpakaian, pengelolaan waktu, dan spiritualitas murid. Semua ini menjadikannya figur yang tidak hanya mengajar, tetapi membentuk kepribadian dan karakter kader perempuan Muhammadiyah [5].

Dalam kehidupan pribadinya, beliau menikah dengan KH. Muhammad Muqoddas bin Syuhada, seorang ulama yang juga aktif di Muhammadiyah. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tujuh orang anak, yang sebagian besar dikenal sukses di bidang keilmuan, keagamaan, hukum, dan pengabdian masyarakat. Tujuh orang anak beliau adalah Pertama, Drs. Muhammad Luthfi MPH alumni Fusipol UGM dan Universitas Michigan USA Konsultan WHO (World Health Organization) beliau juga merupakan pendiri Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Kedua, Drs.Fahmi Muqoddas S.Fil., M.Hum., alumni UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gajah Mada, Dosen sekaligus Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga beliau saat ini juga menjabat sebagai Ketua Divisi Pendidikan Ulama MTT PP Muhammadiyah dan Ketua Badan Pimpinan Harian PUTM. Ketiga, Drs. Muqoddas Lc., MA, Dosen  Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga beliau pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah selama 2 periode dan beliau adalah aktivis DPP IMM. Keempat, Dr. Busyro Muqoddas SH., M.Hum Dosen FH Universitas Islam Indonesia(UII) Ketua PP Muhammadiyah selama 2 periode dan juga aktifis PP IPM. Kelima, Dr. Djazimah Muqoddas SH., M.Hum., Hakim Tinggi PA Jakarta dan aktivis IMM dan Aisyiyah. Keenam, Dra. Farhanah Muqoddas SH., M.Hum., Hakim PA DIY dan aktivis IMM DIY. Ketujuh, Muslih Muqoddas SH., GKBI DIY, staff RS PKU Muhammadiyah. Salah satu putranya yang menonjol adalah Dr. H. M. Busyro Muqoddas, SH, M.Hum, tokoh nasional yang pernah menjabat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Wakil Ketua Komnas HAM[6]. Keberhasilan anak-anak beliau menjadi bukti keberhasilan pendidikan keluarga yang beliau terapkan.

Setelah menyelesaikan tugasnya di Mu’allimat, Ibu Laila Zaini juga mengabdi dalam ranah dakwah dan organisasi. Beliau menjadi penggerak aktif Aisyiyah, baik di tingkat wilayah DIY maupun nasional. Beliau juga menjadi bagian dari Tim Muballigh Aisyiyah Pimpinan Pusat, dan memiliki jejak sejarah penting saat ditugaskan ke Gresik untuk berdakwah, membangun jaringan pendidikan, dan memperluas pengaruh Aisyiyah. Di sana, beliau bahkan mampu menarik kader dari berbagai latar belakang, termasuk dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) untuk melanjutkan studi di Mu’allimat [7].

Selain sebagai pendidik, Laila Zaini juga berperan aktif dalam penggalangan dana untuk mendukung dakwah Aisyiyah dan Muhammadiyah. Menurut Cholifah Syukri dalam wawancara, beliau bersama rekan-rekannya menghimpun dana dari para saudagar dan toko-toko besar di Yogyakarta untuk kegiatan tabligh Pimpinan Pusat Aisyiyah[8]. Peran ini menunjukkan bahwa kepemimpinan beliau tidak hanya mencakup aspek pendidikan, tetapi juga kemampuan membangun jejaring sosial dan mendukung kemandirian gerakan perempuan Islam secara finansial.

Karakter beliau yang sederhana namun penuh keteguhan terlihat dari gaya hidupnya yang tidak bergantung pada gaji sebagai guru. Beliau memiliki usaha kecil berupa produksi kue "Amandel"[9], yang menopang kebutuhan ekonomi dan sekaligus menjadi bentuk kemandirian. Gaya hidup ini juga mencerminkan etos kerja dan semangat kedermawanan, sebagaimana semangat shadaqah yang tinggi terhadap Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Dengan latar belakang spiritual, pendidikan, dan keluarga yang kuat, Siti Laila Zaini menjadi contoh ideal kepemimpinan perempuan dalam perspektif Islam berkemajuan, sebagaimana yang diperjuangkan oleh Muhammadiyah dan Aisyiyah. Dedikasi, integritas, dan semangat dakwah yang ia miliki menjadikannya bukan hanya guru dalam arti akademik, tetapi juga pendidik jiwa, kaderisasi, dan peradaban. Laila Zaini pun wafat pada tanggal 02 Juni 1987 dan dimakamkan di kompleks makam pendiri Muhammadiyah dan Pahlawan Nasional KH Ahmad Dahlan di Karangkajen, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja.

Relevansi Model Kepemimpinan Laila Zaini dalam Mendidik Perempuan pada Era Kini

Model kepemimpinan Laila Zaini dalam mendidik mencerminkan karakter seorang pemimpin perempuan yang tidak hanya berwibawa, tetapi juga transformatif. Ketegasan, disiplin, keteladanan, serta keberanian beliau dalam membentuk karakter siswi Mu’allimat Muhammadiyah menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam pendidikan tidak cukup dengan memberikan instruksi, tetapi harus hadir melalui sikap dan integritas diri. Di tengah tantangan dunia pendidikan saat ini yang menghadapi krisis keteladanan, gaya kepemimpinan seperti Laila Zaini menjadi sangat relevan dan dibutuhkan. 

Pertama, dalam konteks disiplin dan etika peserta didik, Laila Zaini dikenal tegas dalam menegakkan aturan, baik dalam berpakaian, berbicara, hingga dalam memanfaatkan waktu. Ia bahkan tidak segan memberikan tindakan korektif secara langsung namun edukatif. Pendekatan ini penting di era sekarang, di mana otoritas guru sering melemah dan peserta didik cenderung mengalami kebingungan nilai. Gaya tegas namun penuh kasih ini menunjukkan bahwa pendidik harus mampu menjadi figur yang dihormati karena sikap, bukan semata posisi formal.

Kedua, Laila Zaini mengedepankan pendidikan karakter melalui keteladanan hidup (qudwah hasanah). Ia tidak hanya mengajarkan materi hadis dan fiqih, tetapi juga menghidupkannya dalam laku keseharian. Misalnya, beliau menghafal isi kitab Bulughul Maram dan mengajarkannya tanpa membaca teks, sekaligus memberi contoh hidup sederhana dan mandiri melalui usaha kecil seperti membuat kue "Amandel". Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mengakar dalam akhlak dan keteladanan nyata.

Ketiga, relevansi besar dari kepemimpinannya adalah pada pendekatan kaderisasi dan pemberdayaan peserta didik. Laila Zaini memberikan kepercayaan kepada siswi asrama 31 untuk memimpin dan mengelola kegiatan, suatu bentuk pembelajaran langsung tentang tanggung jawab dan pengambilan keputusan. Dalam dunia pendidikan saat ini, pendekatan semacam ini sangat dibutuhkan untuk membentuk pelajar yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan dan rasa percaya diri. Memberikan ruang bagi siswa untuk mengalami proses memimpin adalah bentuk pendidikan partisipatif yang progresif.

Keempat, gaya kepemimpinannya yang bersinergi dengan gerakan dakwah dan organisasi Aisyiyah memperlihatkan bahwa pendidik bukan hanya aktor akademik, tetapi juga agen perubahan sosial. Beliau mendidik murid-murid untuk aktif mengikuti pengajian, berorganisasi, dan tampil di tengah masyarakat. Model pendidikan seperti ini sangat penting di era sekarang untuk membentuk generasi yang tidak hanya berpikir individualistis, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan komitmen kebangsaan.

Akhirnya, dalam konteks pendidikan perempuan, kepemimpinan Laila Zaini menjadi inspirasi penting. Ia menunjukkan bahwa perempuan bisa memimpin dengan prinsip, mendidik dengan visi, dan menggerakkan masyarakat melalui akhlak serta keteguhan. Kepemimpinan seperti ini adalah jawaban atas kebutuhan akan figur-figur perempuan pendidik masa kini yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berani, berintegritas, dan mampu menjadi penggerak perubahan di tengah tantangan zaman.

Kesimpulan pada akhir makalah ini menunjukkan adanya relevansi kepemimpinan Laila Zaini dalam mendidik dan mencetak kader-kader pemimpin perempuan yang siap dalam menghadapi tantangan zaman terhadap pesan yang pernah disampaikan oleh Nyai Walidah yang berbunyi “Wanita Jangan Memiliki Jiwa Kerdil, Tetapi Jiwa Srikandi”.

 
[1] Shoimah Kastolani dkk, Buku Pegangan & Agenda Kerja Aisyiyah. Yogyakarta: Majalah Suara Aisyiyah, hlm. 56
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Wawancara dengan Shoimah Kastolani, mantan murid Mu’allimat dan tokoh Aisyiyah, 2025
[5] Wawancara dengan Masyitoh Husnan, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), 2025
[6] Wawancara dengan Fahmi Muqaddas, Anak Kandung Laila Zaini, 2025
[7] Ibid
[8] Wawancara dengan Cholifah Syukri, mantan murid Mu’allimat dan Penasihat Aisyiyah, 2025
[9] Wawancara dengan Anisyah Zarkasyi, mantan murid Mu’allimaat, 2025


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Trade-Off antara Utang dan Dana Sendiri dalam Mengembangkan Amal Usaha Muhammadiyah ....

Suara Muhammadiyah

11 October 2023

Wawasan

Benang Kusut Mafia Perlu Solusi Mendesak  Oleh: Sobirin Malian/Dosen Fakultas Hukum UAD Perga....

Suara Muhammadiyah

14 April 2025

Wawasan

Menggalang Energi Pemimpin Muhammadiyah untuk Memperkuat Persyarikatan Oleh: Agus Setiyono  M....

Suara Muhammadiyah

25 November 2023

Wawasan

Manajemen Perubahan Bagi Mudir Untuk Pesantren Muhammadiyah Berkemajuan Oleh: Ahmad Alkhawarizmi, S....

Suara Muhammadiyah

16 May 2024

Wawasan

Anak Saleh (17) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

14 November 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah